Chapter 04

"Shireen?"

"Iyaa, Mang. Tadi Nyonya meminta saya untuk menghubungi yayasan. Kata Nyonya, butuh pengasuh untuk Shireen."

Mang Didin mengangguk-angguk. "Mungkin iyaa."

"Lucu banget. Sini biar sama saya aja, Mang."

"Oohh.. yaa udah, Nyonya bilang, bawa anak ini ke kamarnya Nyonya. Malam ini Nyonya tidur dengan Non Nimmy."

"Siap." Sus Reni membawa Shireen ke kamar Amrita. Sus Reni gemas dengan anak kecil di hadapannya. Menurutnya Shireen adalah anak yang lucu.

Sus Reni menguap. Ia merasa mengantuk sekali. Perlahan Sus Reni memejamkan matanya dan tertidur bersama Shireen.

Sedangkan Amrita, ia diam termenung, pandangannya kosong. "Ma," panggil Nimmy.

Amrita tak menyahut, hanya diam. "Mama," Nimmy menggoyangkan tangan Amrita.

"Eehh Sayang, kok bangun."

Nimmy mengangguk. "Mama kok di sini?"

"Malam ini Mama tidur bareng Nimmy."

"Beneran, Ma?"

Amrita tersenyum lembut, menganggukkan kepalanya.

"Yeeeeeyyy... Mama tidur bareng Nimmy." Nimmy berjingkrak-jingkrak senang. Membuat Amrita tersenyum senang.

'sekarang hanya kamu yang Mama miliki, Nimmy. Kamu penyemangat Mama untuk hidup.' ucap Amrita dalam hati.

"Udah, udah, jangan lompat-lompat. Nanti jatuh, Sayang."

Nimmy tersenyum memperlihatkan deretan giginya. "Sekarang tidur yaa."

Nimmy mengangguk. Amrita menepuk-nepuk pant*t Nimmy. Sedangkan pandangannya menghadap lurus ke depan.

.

.

.

Keesokan harinya, jenazah Seno sudah berada di rumah. Jenazahnya di tutupi kain. Banyak orang yang datang ke rumah Amrita untuk melayat.

Amrita turun dengan menggendong Nimmy. "Ma, kenapa banyak orang? Siapa orang yang di tutupi kain itu, Ma?"

Mata Amrita berkaca-kaca, dadanya terasa sesak. Ia mencoba terlihat tegar untuk putri kecilnya. "Orang yang di tutupi kain itu Papa, Nimmy."

"Papa? Kenapa Papa di tutupi kain, Ma?"

"Papa sudah meninggal."

Nimmy terkejut mendengar perkataan Mama nya. Ia memberontak agar di turunkan dari gendongan sang Mama. Ia berlari kencang dan membuka kain yang menutupi Seno.

"PAPAAA..." Jerit Nimmy menangis tersedu-sedu.

Nimmy menggoyang-goyangkan tubuh Seno. "Papa ayoo bangun, Pa. Papa harus bangun. Katakan sama Mama kalo Papa masih hidup."

Dunianya seakan runtuh melihat putri kecilnya menangis histeris. "Nimmy," Amrita membawa Nimmy menjauh dari jenazah Seno.

"Mama, lepasin Nimmy. Nimmy mau ngomong sama Papa. Papa itu masih hidup, Ma."

Nimmy terus memberontak dalam gendongan Amrita. Amrita tak peduli teriakan Nimmy. Amrita membawa Nimmy ke kamar. Ia mencoba menenangkan putrinya.

Setelah lumayan lama menangis, Nimmy akhirnya tertidur.

Tokkk...

Tokkk...

Tokkk...

"Nyonya," panggil Bik Ines. Amrita membuka pintu.

"Jenazah Tuan sebentar lagi akan di kebumikan, Nyonya."

"Saya akan turun. Bik, dimana Sus Reni?"

"Ada, Nyonya. Sedang bersama Non Shireen."

"Panggil dia untuk menjaga Nimmy. Sementara Bibik jaga Shireen dulu."

"Baik, Nyonya."

.

.

.

Setelah pulang dari pemakaman, Amrita duduk termenung seorang diri. Terasa sepi tidak ada kehadiran suaminya. Ia menghela nafas berat.

"Apa aku bisa berjuang sendiri untuk Nimmy dan Shireen?"

Shireen memberontak dari gendongan Bik Ines saat melihat Amrita duduk sendirian di ruang tamu. Senyumnya mengembang.

"Eehh, Non Shireen mau kemana? Jangan lari, Non." Bik Ines takut Shireen terjatuh akibat berlari.

Shireen memeluk Amrita membuat sang empu terkejut. "Hei, kamu ngapain di sini?"

Shireen tersenyum. "Atu pengen main cama Mama." Ucap Shireen cadel. Umurnya baru lima tahun.

"Pergi! Aku sedang tidak mau bermain dengan mu." Ucap Amrita sedikit berteriak.

Bik Ines terkejut melihat sikap Amrita yang berubah. Ia sudah bersama Amrita sejak Amrita masih kecil. Selama ini Amrita selalu bersikap lemah lembut. Namun hari ini, Amrita berbicara dengan intonasi meninggi di depan anak kecil.

Bik Ines gegas mendekati Shireen. "Bagus Bibik datang. Bawa anak ini menjauh dari ku, Bik."

Bik Ines mengangguk. "Baik, Nyonya. Non, mainnya sama Bibik aja yaa."

"Gak mau. Shireen maunya main cama Mama." Shireen menangis.

"Non Shireen, hari ini mainnya sama Bibik. Besoknya Non Shireen main sama Mama."

"Begicu?"

Bik Ines mengangguk.

Shireen mengusap air matanya. "Ya udah, ayoo Bik main." Shireen tersenyum lebar. Tangan mungilnya menarik tangan Bik Ines ke halaman depan.

'Non Shireen sebenarnya anak yang baik, ceria. Semoga Non Shireen selalu ceria seperti ini terus yaa, Non.' ucap Bik Ines dalam hati. Ia bermain boneka-boneka an bersama Shireen.

Amrita memijat kepalanya pusing. Ia pusing memikirkan bagaimana kedepannya. Ia melihat rumah mewah yang di tempatinya.

Rumah besar bak istana, rumah besar bertingkat lima. Ia menghela nafas. "Sepertinya aku harus meninggalkan rumah ini."

Amrita menunduk. "Jika aku terus-menerus ada di rumah ini. Mungkin aku akan terus teringat Mas Seno."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!