*Keadaan Dunia
Setelah kematian Rheine, ke3 gadis yang diselamatkan tidak sempat berterima kasih, dan pelaku kekerasan itu berhasil dikeroyok warga tepat setelah Rheine menutup matanya. Sedangkan di sisi lain...
"Duarr!" Ledakan terjadi, di tempat tinggal boss mafia/perampok/apalah itu nyebutnya yang sebelumnya pernah membeli dan menyiksa Rheine. Puing-puing bangunan berterbangan ke segala arah, asap hitam membumbung tinggi mengotori langit senja yang kemerahan.
Sementara itu, di pusat kepolisian kota Surabaya, kota tempat tinggal Reine sebelumnya.
"Terjadi lagi yah...?" ucap seorang pria paruh baya yang sedang melihat keluar jendela, duduk sembari meminum kopi di belakang meja kerjanya. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk pinggiran cangkir, matanya menyipit mengamati asap yang terlihat di kejauhan. Pria itu bernama Anton, dia merupakan kepala polisi di sana.
"Benar," Jawab pria di hadapan pak Anton, pria itu tampak seperti bawahan pak Anton. Ia berdiri tegap dengan tangan terkepal di belakang punggung, sesekali menelan ludah gugup.
"Baiklah, kurasa kita memerlukannya saat ini..." ucap pak Anton, ia menyilangkan jarinya di atas meja sebelum menghela napas lelah. Bahunya yang lebar turun seketika, menunjukkan beban berat yang ia tanggung.
Pria di hadapannya terkejut, mata membelalak dan sedikit mundur selangkah. "A-apa anda yakin?" Tanyanya memastikan.
Pak Anton kembali menghela napas sembari memutar kursinya, menatap keluar jendela, jemarinya memijat pelipis yang berdenyut. "Tidak ada cara lain—"
"—ini sudah terjadi berhari hari lamanya, dan sudah memakan 3 korban jiwa—"
"—terlebih lagi, tidak ada kemajuan sama sekali mengenai 'siapa pelakunya?'—"
"—belum lagi 3 orang yang menjadi korban adalah seorang mafia buronan yang kabur dari jeruji besi 3 tahun yang lalu—"
"—ada kemungkinan motif pelaku adalah untuk balas dendam atau sejenisnya—"
"—tapi setelah di cek, korban dari ke-3 orang mafia itu hanya ada 1 selama setahun ini, dan ia juga sudah tiada"
Ucap Pak Anton panjang lebar, jari-jarinya menari di udara seolah menjelaskan rangkaian kejadian.
"Mungkin saja orang tua korban mafia itu membalaskan dendam anaknya?" Ujar bawahan pak Anton, mengusap dagunya sambil mengernyitkan dahi.
Pak Anton berpikir sejenak, menggeser beberapa dokumen di mejanya. "Itu mungkin bisa jadi—"
"—tapi, sejauh ini belum diketahui siapa orang tua korban mafia itu—"
"—bahkan, tidak ditemukan peledak atau bom yang terpasang di rumah ke3 korban"
Jelas Pak Anton, menyilangkan jarinya di atas meja dengan pose serius, matanya menyipit menatap tajam lawan bicaranya.
"T-tidak mungkin," ucap bawahan pak Anton, rahangnya mengeras menahan keterkejutan. Tangannya gemetar merapikan berkas yang dipegangnya.
"Benar bukan? Maka dari itu kita butuh bantuannya," Jelas Pak Anton, mengetukkan pulpen ke meja dengan ritme teratur.
"Tapi.., apa kita bisa mempercayainya?" Tanya bawahan pak Anton ragu, keringat dingin mengalir di pelipisnya.
"Kalau soal itu, kita usahakan," Jawab Pak Anton, menyandarkan punggungnya ke kursi yang berderit pelan.
Sementara itu, di lantai bawah kantor pusat kepolisian itu, ramai lalu lalang orang, kebanyakan dari mereka adalah seorang polisi yang bekerja di kantor pusat kepolisian itu. Sepatu-sepatu mengetuk lantai, kertas-kertas bergesekan, dan telepon berdering tanpa henti di seluruh penjuru ruangan.
Kembali ke ruangan...
"Lalu, bagaimana kita akan menghubungi dia?" Tanya bawahan pak Anton, mengetuk-ngetukkan kaki ke lantai dengan gelisah.
"Kalau soal itu, kita hanya perlu menulis surat dengan nama acak dan alamat acak," Jawab Pak Anton serius, membuka laci mejanya dan mengeluarkan selembar kertas dan pena mahal.
"Benar, tidak ada satu orang pun yang tau bagaimana surat itu bisa sampai kepadanya—"
"—tapi yang pasti, dia lah satu satunya harapan! The Unknown."
"Tidak ada satupun orang yang tau siapa dia, dimana dia sekarang, serta apa yang dia lakukan dan mengapa dia melakukannya."
"Dunia bilang dia adalah seorang detektif paling hebat. Namun, hanya sedikit orang yang menaruh kepercayaan kepadanya."
"Itu dikarenakan dia yang tidak pernah muncul."
"Dia pertama kali muncul 6 tahun yang lalu di saluran televisi dunia."
"Pada saat itu, ia memecahkan masalah kelaparan yang membuat 3 negara besar di timur menderita."
"Lalu setelah itu, namanya mulai dikenal karena ia selalu memecahkan kasus lewat saluran tv tanpa hadir ke tkp."
"Dia selalu muncul dengan suara yang berbeda beda, sehingga dapat disimpulkan bahwa ia menyamarkan suaranya."
"Tidak ada yang tau bagaimana ia bisa membuat saluran tvnya sendiri, karena itulah salah satu cara dia bisa berkomunikasi dengan kepolisian selain telepon dan surat acak."
Monolog pak Anton, jari-jarinya bergerak menuliskan surat dengan tinta hitam yang meresap ke kertas krem berkualitas.
Padahal, kenyataan bahwa dia adalah orang yang hebat atau mungkin dianggap orang yang kompeten tidak terlalu dapat dibenarkan.
Di suatu tempat, di ruangan yang tampak seperti kamar hotel yang berantakan...
"Awm~ nym~ nym~"
Suara seorang gadis mengunyah kudapan sembari duduk bersila dibelakang meja & laptop. Remah-remah keripik berserakan di sekitar keyboard, bungkus-bungkus makanan ringan bertumpuk di samping kursinya.
Gadis itu berambut hitam panjang agak berantakan seperti orang yang tidak tidur 3 hari, atau mungkin saja itu benar.
Rambutnya kusut menempel di leher. Ia duduk dibelakang Laptop sembari memainkan jarinya di atas keyboard, kuku-kukunya mengetuk-ngetuk tombol dengan ritme acak namun cepat.
"Slurrrpp~" sesekali ia menyeruput secangkir kopi, bibirnya meninggalkan bekas melingkar di pinggiran mug.
Benar, seperti yang kau duga. Gadis itu adalah orang dibalik The Unknown, nama aslinya adalah Lea, Uneleaa Rika. Lea adalah gadis berusia 16 tahun, ia memutuskan untuk putus sekolah sejak kelas 3 SD. Ia menganggap bahwa sekolah itu membuang-buang waktunya, dan membosankan. Ia beranggapan bahwa semua yang diajarkan di sekolah sudah ia ketahui. Yah, itu yang dia katakan...,
Ia saat ini sedang memandang laptopnya dengan raut wajah mengantuk, kantung mata hitam menggantung tebal di bawah matanya yang lelah.
"Apa ini?" gumamnya, ia melihat layar Laptopnya yang menunjukkan berita mengenai perkembangan kasus peledakan yang baru baru ini terjadi. Jemarinya menggeser-geser touchpad, memperbesar beberapa bagian artikel.
"Slurrrp~" suara seruputan kopi saat ia melihat layar laptopnya, membaca tiap kata yang ditampilkan di sana. Uap kopi mengembun di udara.
"Begitu yah—" gumamnya, menguap lebar hingga matanya berair.
"—jadi kepolisian belum menemukan apapun," lanjutnya, ia kemudian melipat laptopnya, lalu berdiri dan berjalan perlahan ke arah kamar mandi. Kakinya terseret-seret di atas karpet, menendang beberapa bungkus kudapan kosong di jalurnya.
Ia kemudian melepas pakaiannya bersiap untuk mandi setelah 3 hari berada di belakang layar laptop. Jari-jarinya membuka kancing belakang bra dengan malas.
Setelah pakaiannya terlepas ia perlahan meregangkan tangannya ke atas, "Nghh," punggungnya melengkung dan berbunyi krak pelan.
Setelah itu, perlahan ia berjalan lalu menutup pintu kamar mandinya, memutar kenop hingga berbunyi klik.
Tak lama kemudian...,
"Kling" suara bell pintu berbunyi, tampak seperti ada yang akan berkunjung. Denting nyaring memantul di dinding-dinding kamar.
"E-ekh," Leaa berdecak kesal, giginya bergemeretak.
Ia kemudian membuka pintu kamar mandi, lalu keluar dengan langkah tergesa gesa segera mengambil handuk dari gantungan di samping pintu kamar mandi dan memakainya lalu berlari ke arah pintu. Air masih menetes dari rambutnya yang basah, membentuk jejak di lantai.
Ia kemudian membuka setengah pintu itu, mengintip dari celah kecil dengan wajah merengut. "I-iya?" katanya, gugup.
Berdirilah seorang pria yang tampak berusia 30 tahunan, jas rapi melekat di tubuhnya yang tegap.
"Ow, paman Nelson," Ucap Leaa, agak terkejut dan lega. Bahu telanjangnya turun, melepaskan ketegangan yang tadi terlihat.
Benar, paman Nelson merupakan satu-satunya orang yang tau siapa itu The Unknown. Karena paman Nelson sudah hidup cukup lama bersama Leaa, dan merawat Leaa saat Leaa kehilangan orang tua nya karena kecelakaan, kira² usia Leaa saat itu masih 4 tahun. Hingga Leaa memutuskan hidup sendiri saat umur 10 tahun.
"Ini," ucap seorang pria itu, pria itu membawa secarik surat di dalam amplop berwarna putih di tangannya lalu memberikannya kepada Leaa. Jemarinya yang panjang menyerahkan amplop dengan hati-hati.
"Ini kan...." Gumam Leaa penasaran setelah menerima surat(amplop) itu. Kuku jarinya menggores permukaan kertas, matanya menyipit meneliti tulisan di amplop.
"Nampaknya, akan ada seseorang yang menyuruhmu melakukan sesuatu yang sulit lagi," Ucap paman Nelson sembari menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, senyum tipis tersungging di sudut bibirnya.
"Kasus itu yah...." Gumam Leaa, sembari membaca isi surat tersebut. Jarinya menari di atas kertas, matanya bergerak cepat menelusuri setiap baris tulisan yang tertera.
~ ~ ~ Continued ~ ~ ~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
KyliaaCool
Wanjay, cantik banget si Leaa
2025-05-12
0