Albert tidak suka lupa kebaikan orang yang mengulurkan tangan kala dia dibutuhkan. Namun majikannya memahaminya. Beliau selalu bilang bahwa Albert tidak kalah dari Berto. Wajah Albert lebih tampan dari Berto. Sikap Albert lebih baik dan sopan dari Berto.
"Berusahalah mengubah takdirmu Al. Jangan terpaku pada keadaan. Lihatlah Berto, dia pekerja keras dan pantang menyerah pada takdirnya. Kamu lebih dari dia jika kamu sendiri mau berubah." kata paman pemilik bengkel tempat Albert bekerja.
"Ah..paman terlalu menyanjungku," tangkis Albert sambil tersipu malu mendengar pujian dari majikannya itu.
"Jangan menyerah pada nasib Al. Nasibmu cuma kamu sendiri yang bisa mengubahnya. Semangatlah!" kata paman sambil mencengkeram pundak Albert kuat-kuat.
"Baiklah paman, aku akan berusaha. Tapi, paman jangan mengusirku dari sini ya?" kelakar Albert sambil tersenyum.
"Mana mungkin aku mengusirmu? Kau adalah pekerja teladanku. Sungguh beruntung nanti wanita yang menjadi istrimu," balas paman itu sambil mencubit lengan Albert.
"Bukan beruntung paman, tapi buntung. Hahaha." Albert tertawa terbahak.
"Ingat, ucapan adalah doa. Jika keyakinanmu buntung, nanti buntung beneran. Hahaha." paman pun ikut tertawa. Keduanya menikmati jam istirahat sambil berbincang banyak hal yang menyenangkan.
"Seandainya aku bisa mencari kedua orang tuaku, aku tidak akan menyesali hidupku paman." tiba-tiba Albert menjadi sedih.
"Apa kedua orang tuamu sudah tiada?" tanya paman pemilik bengkel itu.
"Saya tidak tahu, karena mereka sudah membuangku," jawab Albert tertunduk lesu.
"Sudah kau coba mencari mereka? Siapa tahu ada petunjuk tentang keluargamu. Mulailah dari mana kamu di temukan. Tanyakan kepada mereka, apa ada petunjuk tentang asal usulmu," paman itu bicara serius agar Albert mengerti.
"Sejak kejadian yang memilukan itu, saya belum pernah kembali ke kota asalku paman. Saya tidak mau teringat kejadian tragis itu," Albert memandang jauh dengan tatapan kosong.
"Jika kau serius mencari asal usulmu, mulailah dari kota asalmu. Siapa tahu bisa kau temukan petunjuk." kata paman itu lagi dengan serius.
"Saya tidak mau mencari mereka. Karena saya sudah di buang. Untuk apa saya mencari orang tua yang tega membuang saya? Sudah jelas, mereka tidak mencintai saya," Albert menatap jauh ke langit sore yang bersih. Awan putih berarak seolah menari gemulai di hadapannya.
"Berto sudah meraih kebahagiaannya. Sekarang tinggal dirimu Al. Mau kamu bawa kemana arah hidupmu?" tanya paman dengan sedih.
"Berto pemuda tampan yang cerdas paman. Tidak salah jika kebahagiaan cepat dia dapatkan. Entahlah dengan diriku," jawab Albert dengan sedih.
"Sudah kubilang, dirimu lebih dari Berto. Tinggal kamu sendiri yang sadar atau tidak. Jika tujuan hidupmu adalah melupakan keluargamu, maka lupakanlah. Jangan cari mereka jika kamu tidak mau terluka." ucapan dan nasehat paman meringankan pikiran Albert yang kalut.
Karena Albert sadar, otaknya tak secerdas Berto. Tapi sejak kecil, Albert suka mendengarkan musik klasik. Dan ingin sekali tangannya memainkan salah satu alat musik itu. Entah piano maupun biola, dia ingin mempelajarinya. Namun dia sadar, dia hanya orang miskin yang tidak punya uang. Bagaimana bisa semua itu jadi nyata?
Suatu hari, Albert pergi ke toko barang loak yang menjual aneka ragam barang-barang bekas yang sudah tua. Albert ingin membeli sebuah lampu meja bekas karena lampu mejanya rusak total.
"Permisi," salam Albert begitu masuk ke dalam toko.
"Silakan anak muda, mau cari apa?" tanya paman pemilik toko barang bekas itu.
"Mau cari lampu meja bekas paman. Apakah paman punya?" tanya Albert dengan sopan sambil melihat barang-barang lainnya yang begitu banyak berserakan di dalam toko itu.
"Barangnya lagi kosong anak muda. Kenapa tidak beli yang baru saja? Pasti ada di toko sebelah." jawab Paman itu dengan sopan pula. Albert hanya tersenyum, matanya menyapu semua yang ada di ruangan itu.
Albert tidak menemukan yang dia cari. Albert malah tertarik pada sebuah alat musik yang mirip gitar, tapi bukan gitar. Dia memegangnya dengan keingintahuan yang besar. Pemilik toko dengan ramah mengatakan padanya bahwa itu adalah alat musik dari Yunani.
"Yang kamu pegang itu alat musik kuno dari Yunani," jelas paman pemilik toko.
"Jauh banget dari Yunani." kata Albert terheran-heran sambil mengusap alat musik itu.
" Orang-orang Yunani menyebutnya LYRA...yang besar, namanya HARPA." kata paman pemilik toko menjelaskannya dengan serius.
"Saya beli yang ini saja paman, uangku tidak cukup kalau buat beli yang besar." balas Albert sembari menunjukkan sisa uang ditangannya. Baru kali ini, Albert bahagia bisa membeli alat musik klasik yang dia inginkan. Walau cuma sebuah Lyra yang sudah usang. Pemilik toko sangat kaget dan pucat pasi.
"Pilih yang lain saja anak muda, lyra ini sudah usang dan rusak. Lihatlah, lyranya sudah tak berdawai lagi. Disana juga ada flut dan gitar, murah kok." pemilik toko berusaha mencegahnya agar Albert tidak membeli lyra itu.
"Tidak apa- apa paman, aku akan memasang dawainya dan akan menyimpannya meski aku tidak bisa memainkannya. Uangku cuma cukup buat beli lyra ini." bujukan pemilik toko tidak mempan, Albert bersih keras membeli lyra itu.
"Baiklah anak muda, terserah padamu.Yang penting, aku sudah mencegahmu...siapa tahu kamu berjodoh dengan lyra itu." balas pemilik toko yang akhirnya menyerah.
"Berjodoh? Memangnya ada apa sih paman dengan lyra ini? Seperti ada sesuatu yang misteri?" tanya Albert penasaran sambil mengusap badan lyra yang penuh debu.
"Nasibmu akan sama dengan jiwa abadi yang tertidur pada denting dawainya jika kamu nekat memainkannya." kata pemilik toko itu menyiratkan kecemasan dan kepedihan.
"Aduuuh pamaan, memangnya siapa yang bersemayam disini? Benda mati tidak akan berjiwa.Paman mengada-ada deh. Ingat paman, sekarang jaman milenium. Hahahaha...pakai nyangkut-nyangkuti nasibku segala." Albert tertawa terbahak-bahak, karena kecemasan pemilik toko tidak masuk akal.
Pemilik toko mulai marah, membuat Albert semakin bingung, tapi juga sangat penasaran. "Ada apa dengan lyra ini?" batinnya.
Pemilik toko mulai menceritakan SEBUAH LEGENDA KUNO...katanya LYRA itu TERKUTUK. Ada noda darah yang mengering dan tak bisa hilang. Pemilik toko mau membuangnya, tapi selalu mimpi buruk yang sama tiap kali berniat membuang lyra itu.
Dalam mimpinya, lyra itu bersuara...jangan membuangku, jika kamu tak mau celaka..karena aku belum menemukan jiwanya. Begitulah mimpi itu yang terus menerus menghantuinya bila berniat membuangnya. Lalu pemilik toko itu mulai bercerita...
"Jaman dahulu kala, dunia dikuasai para dewa. Namun sejak jaman nenek moyang telah tertulis sebuah perjanjian ketat. Manusia dilarang berhubungan cinta dengan bangsa halus, entah jin, peri ataupun dewa dewi dan bidadari.
" Huahahaha kisah yang konyol paman...itu cuma ada di dongeng. Di alam nyata, tidak ada. Hubungan cinta dengan sesama manusia saja sudah rumit, apalagi dengan jin...hahaha." potong Albert yang mulai jenuh dengan ocehan pemilik toko.
"Mau kulanjutkan tidak? Jika tidak mau, pergilah," jawab pemilik toko dengan kesal
"Sudah tanggung mau pergi paman. Penasaran dengan teka teki lyra ini," balas Albert yang akhirnya duduk santai. Pemilik toko pun melanjutkan dongengnya.
"Suatu malam di musim semi...angin semilir membawa keharuman bunga carnesia. Bulan sabit tergantung di langit malam yang dikelilingi bintang-bintang. Langit cerah tanpa awan sedikitpun..."
"Malam itu, seorang pemuda desa yang tampan, memetik lyranya. Suara musiknya yang merdu terbawa angin kemana-mana. Melody itu menyatu dengan suara angin, gemericik air dan gesekan dedaunan. Maka terdengarlah alunan nada yang tercipta seindah SYMPONY SYURGA..."
"Malam seindah dunia khayalan. Burung-burung malam bertengger dipohon-pohon ikut menikmatinya. Sambil memetik lyra kecilnya, pemuda tampan itu menengadah ke langit, sambil berharap melihat bintang jatuh..." pemilik toko berhenti sejenak menghela nafas. Albert yang sebelumnya asal dengar, berubah antusias tuk mendengar kelanjutan kisahnya.
"La..lalu apa yang terjadi paman?" tanya Albert dengan tidak sabar. Wajah tampan itu begitu antusias menunggu paman melanjutkan kisah legenda tersebut.
Paman pemilik toko itu tersenyum melihat Albert yang tidak sabar menunggu kelanjutannya. Seumur hidupnya, baru pertama kalinya paman menceritakan kisah itu kepada orang lain.
Entah firasat apa yang dirasakan oleh paman pemilik toko itu. Sehingga beliau dengan semangat menceritakan kisah cinta legenda yang menyedihkan itu kepada Albert.
Wajah tampan itu sudah tidak sabar menunggu mulut tua itu berbicara. Sesekali dia membenahi tempat duduknya. Agar nyaman sambil mendengarkan paman tua bercerita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
ana jannah
Hai kak ceritanya bagus aku suka
jangan lupa balik mampir ya
ku memilihmu karena adikku
2024-02-24
0
NanLexa
Puitis banget sih thorrrr...... salut deh sma authorrr.....
2022-02-11
1
Fira Ummu Arfi
hallo kak apa kabarrr..
aku hadir lagi 🥰🥰
2021-04-29
1