“Hello Nara, bagaimana keadaannya sekarang.”
Nara tersenyum lebar saat baru saja masuk disambut oleh Dokter Ria. Dokter Ria selalu semangat menunggu dirinya bahkan wanita itu yang menyemangatinya saat pertama kali dirinya ketahuan hamil. Dokter itu yang menguatkan dirinya dan mengatakan bahwa dirinya harus kuat agar bisa menyelamatkan baby dan untuk tidak menggugurkanya.
“Wah Nara tidak datang dengan sendiri lagi,” ujar Dokter saat Nara sudah jalan ke meja dokter dan duduk di kursi khusus pasien kontrol. Ia menoleh ke samping melihat Alan yang sudah duduk dengan santai di sampingnya.
“Hehe iya dokter,” kekeh canggung Nara kepada Dokter Ria.
Dokter Ria tersenyum tipis kemudian dia menoleh ke samping Nara memperhatikan pria yang duduk di samping Nara. Ia merasa familiar dengan wajah pria itu.
“Bagaimana kandungnya Nak? Apa ada keluhan?” tanya Dokter Ria kepada Nara.
Nara terdiam sejenak, Ia menoleh ke arah Alan yang juga menoleh ke arah dirinya. Biasanya Ia akan terbuka saja dengan Dokter Ria namun karena ada Alan di sampingnya membuat Nara ragu mengatakannya, Ia tidak mau Alan melihatnya lemah atau menjadi seorang beban bagi pria itu.
Ia kembali menoleh ke arah Dokter Ria dan memusatkan perhatiannya kepada wanita itu.
“Eum, tidak ada dokter,” ujar Nara dengan singkat
Alan memperhatikan Nara yang tampak gugup menggenggam tangannya bahkan tanpa sadar memilin bajunya tersebut.
Dokter Ria seperti sadar akan keadaan di antara dua orang di depannya ini. Apakah pria di depanya ini adalah suami Nara? Batin Dokter Ria yang bertanya-tanya kepada dirinya sendiri
“Apakah anda suaminya?” tanya Dokter Ria kepada pria di samping Nara.
Nara terbelalak dirinya melihat ke arah Alan yang menatap lurus ke depan. Nara sontak langsung menggelengkan kepalanya dan mengatakan, “Ti-”
“Iya saya suaminya,” ujar Alan dengan cepat.
Alan menoleh ke arah Nara dengan pandangan tidak suka. Nara semakin terkejut mendengar perkataan Alan, kenapa Alan tiba tiba mengatakan iya? Bukankah Alan ingin merahasiakanya?
“Wah ternyata Papa dedek bayi tampan juga ya,” ujar Dokter Ria bercanda berusaha mencairkan suasana
“O-oke baiklah, Nara apa ada keluhan mual atau bagaimana?” tanya Dokter Ria kepada Nara berusaha memancing mengulik keluhan wanita tersebut.
“Eum, iya dokter Nara tidak bisa makan makanan enak terkadang apapun makanan yang Nara makan langsung saya muntahkan Dokter, apa itu tidak apa-apa, dok?” tanya Nara dengan ragu kepada Dokter Ria.
“Lalu apakah ada sakit kaki atau punggung yang dialami?”
Nara menganggukan kepalanya, “Ada Dok, kadang saya gampang capek padahal sewaktu bulan pertama atau kedua saya masih bisa kerja beberes rumah atau bahkan beraktifitas apapun. Kaki saya juga gampang lelah,” ujar Nara mengerucutkan bibirnya sedih kepada sang Dokter.
Dokter Ria menganggukan kepalanya, dirinya berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Nara. Ia melihat kaki Nara sejenak dan memeriksanya, semua itu tidak lepas dari pandangan Alan.
“Wajar kehamilan anda yang sudah masuk ke bulan enam adalah hal wajar mengalami pembengkakan pada kaki ataupun tangan-” ujar Dokter Ria kepada Nara
Kemudian Dokter Ria melihat ke arah Alan dan mengatakan, “Ibu hamil memiliki hormon yang tidak stabil hal yang disebabkan oleh bayi di dalam perut, jadi jika Nara meminta sesuatu hal yang Ia inginkan atau ngidam, tolong anda penuhkan selagi bukan hal yang negatif kemudian pembengkakan yang di alami oleh Nara bisa anda redakan dengan rendam air hangat atau pijat pelan pada area yang lelah atau bengkak,” ujar panjang Dokter Ria dengan detail kepada Alan. Sorot matanya seolah menuntut menyampaikan kepada Alan bahwa pria itu harus memahami apa yang Ia jelaskan.
Alan hanya diam mendengar semua penjelasan dari Dokter yang bername tag Ria itu. Ia memperhatikan bagaimana Dokter Ria memeriksa berat badan dan tekanan darah Nara sembari menceklis di buku yang dibawa oleh Nara.
“Apa mau memeriksa baby di dalam perut? “
Mendengar pertanyaan Dokter Ria sontak membuat Nara menganggukan kepalanya dengan antusias. “Mau Dokter, mau lihat baby di dalam perut,” ujar Nara dengan riang.
Dokter Ria terkekeh pelan mendengar antusias dari Nara, Ia kemudian meminta Nara untuk berbaring di brankar khusus yang langsung dilaksanakan oleh Nara.
“Baik Nara, apa sudah siap Nak melihat baby?” tanya Dokter Ria kepada Nara.
Nara menganggukan kepalanya, saking semangatnya Ia bahkan tanpa sadar mengacuhkan Alan yang berdiri kaku di ujung brankar.
Dokter kemudian mengoleskan gel khusus kepada perut Nara dan juga ke alat transducer. Dokter Ria menggerakan transducer di perut Nara, alat tersebut mengirimkan gelombang pada rahim dan janin, gelombang yang dihasilkan kembali ke mesin yang diubah menjadi gambar di monitor kecil yang menampilkan seperti gambar visual janin di dalam perut.
“Wah baby terlihat aktif ya, lihat dia sedang bergerak aktif makan,” ujar Dokter Ria dengan senyum lebarnya.
Dokter Ria menoleh ke belakang melihat pria yang bersama Nara tadi tampak melihat dari kejauhan, “Tuan dapat maju dan berdiri di samping Nara Saya akan melihatkan lebih detail keadaan baby di dalam,” ujar Dokter kepada Alan.
Alan mengangguk kaku, kakinya bahkan tanpa sadar mengikuti perintah yang diberikan oleh Dokter dan duduk di samping tempat tidur Nara. Ia melihat bagaimana perut besar Nara yang diatasnya alat yang digunakan oleh Dokter. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah monitor.
“Wah lihat bagaimana aktifnya dia, kondisi fisiknya terbilang normal namun anda perlu makan yang banyak ya dan minum susu serta vitamin yang saya berikan,” ujar Dokter kepada Nara.
Mata Alan tidak lepas dari monitor melihat gambar janin yang bergerak itu, semua itu nampak oleh Nara bagaimana fokusnya Alan melihat ke arah monitor.
“Apa mau dengar detak jantung baby?” ujar Dokter kepada Nara dan juga Alan.
Nara belum menjawab namun Alan menganggukan kepalanya dan mengatakan dengan cepat, “Iya Dok,” ujar Alan
Dokter Ria tersenyum tipis melihat pria yang bersama Nara nampak penasaran dengan janin di monitor. Ia menekan sesuatu hingga terdengar bunyi
deg deg deg
“Apa kalian mendengarnya? itu adalah bunyi denyut jantung baby sun,” ujar Dokter Ria
Alan terdiam, Ia tidak pernah mendengar detak jantung yang mana membuat detak jantungnya juga berdebar. Matanya tak lepas dari janin yang bergerak aktif di monitor, ia terpana bagaimana janin itu membuatnya hidup.
Ia tidak pernah sehidup ini, seolah semua penat dan masalahnya hilang mendengar bunyi jantung janin tersebut. Sebanyak apapun musik jazz ataupun musik dunia malam Ia dengarkan namun tidak ada yang membuatnya sedebar ini saat mendengar detak jantung janin kacang ini.
“baby sun?” tanya Alan dengan nada binggungnya.
“It-”
“Baby sun adalah panggilan kesayangan Nara kepada janin yang sedang aktif ini,” ujar Dokter Ria yang langsung memotong ucapan Nara yang hendak membantah itu.
Alan menoleh ke arah Nara seolah menunggu penjelasan dari wanita tersebut. “A-aku memberikan namanya saja-” ujar Nara dengan ragu
Alan masih diam, dia masih menatap Nara menanti, “Sun itu artinya matahari. Ia adalah alasan aku hidup, ia yang menerangiku agar tetap membuka mata disetiap paginya. Jika tidak ada baby mungkin aku lebih baik tidak ada di dunia ini,” ujar Nara dengan lirih.
Alan terdiam mendengar perkataan Nara, hatinya seolah berdenyut perih mendengar wanita yang sedang berbaring di tempat tidur itu. Ia tidak menyangka, janin yang datang akan dari kesalahan dirinya menjadi alasan hidup wanita di depannya. Janin yang ia kira sebagai penghancur hidupnya ternyata menjadi alasan hidup Nara.
Ia juga merasa hidup, merasa lebih berdebar saat mendengarnya.
Kenapa ia selalu fokus kepada rasa sakitnya sedangkan ia tidak melihat bagaimana frustasi wanita di depanya. Matanya seketika menajam saat mengingat kata Nara yang lebih baik menghilang dari bumi.
Ia seolah tidak menerima, dadanya lebih perih mendengarnya. Seolah ada luka kecil yang terkena garam.
“Apa mau melihat gender baby?” tanya Dokter kepada Nara dan Alan.
Alan menganggukan kepalanya dengan cepat namun Nara ragu, Ia menggelengkan kepalanya dan mengatakan, “Tidak Dokter, biar ini menjadi kejutan saja di kelahirannya.” Ia tidak tahu Alan menyukai anaknya gender apa, ia tidak mau Alan membenci baby setelah tau gendernya yang tidak sesuai dengan pria itu. Sudah cukup dengan ketidak pedulian Alan selama ini kepada baby, Ia tidak mau menambah dengan kebencian.
Alan hendak membuka suaranya mendengar penolakan Nara namun terpotong saat Dokter mengatakan, “Baiklah, anda sudah dapat kembali duduk di meja,” ujar Dokter Ria sembari membersihkan gel yang masih ada sisa di perut Nara dan menutup baju Nara seperti semula.
Nara nampak kesusahan untuk duduk namun langsung Alan bantu agar wanita itu dapat duduk dengan baik.
“Ini foto check up baby. Ini vitamin yang kamu harus minum rutin Nara dan ini list makanan yang sehat buat kamu,” ujar Dokter memberikan sebuah foto dan juga buku serta selembar kertas yang berisi resep vitamin yang diambil di apotek.
Nara hendak mengambilnya namun terhenti saat tangan besar maskulin Alan yang cepat mengambil foto check up perkembangan baby itu. Nara menoleh ke arah Alan dan menatapnya dengan bingung, “Kenapa Kaka ambil? sini biar Nara ajja yang simpan,” ujar Nara kepada Alan.
Alan mengangkat alisnya dengan cuek, “Ini buat saya, lagian ini cuman foto aja,” ujar Alan dengan cuek
Nara menatap Alan dengan tidak suka, Ia tahu itu hanya foto saja namun itu berharga baginya. Ia sengaja menyimpan foto USG saat dinyatakan hamil hingga memasuki bulan ke enam sebagai sebuah core memori yang Ia simpan.
“Iya di kamu foto tapi itu berharga buat aku. Aku mau menyimpannya sebagai koleksiku, aku sudah mengumpulkan dari awal kehamilan,” ujar Nara dengan nada tidak suka
Matanya menatap tidak suka mendengar perkataan Nara. Ia iri bagaimana bisa Nara memiliki foto janin kacang ini sedari awal hamil sedangkan Ia tidak dapat satupun dan sekarang ia juga tidak boleh memilikinya?
“Tidak,” ujar Alan dengan singkat mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Nara semakin tidak terima, ia hendak menjawab perkataan Alan namun di hentikan oleh Dokter
“Sudah sudah, Ini saya sudah mencetaknya satu lagi. Anda berdua bisa memilikinya satu-satu,” ujar Dokter mengeluarkan foto yang sama di balik mejanya.
“Jika boleh tahu nama anda siapa? saya baru pertama kali melihat suami Nara. Ia selalu bilang anda sibuk,” ujar Dokter kepada Dokter
“Saya Alan” ujar Alan singkat
“Alan? saya merasa familiar dengan anda,” ujar Dokter Ria dengan pelan.
“Saya Alan Ravindra Sanjaya, saya juga tahu anda Dokter. Suami Anda adalah rekan kerja saya,”
“Ini nomor saya Dokter, hubungi saya jika ada keluhan apapun mengenai Nara,” ujar Alan memberikan nomor pribadinya yang sudah Ia tulis di kertas saat Dokter dan Nara berbicara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments