Perintah Papa

Nara bangun dari tidurnya, perutnya terasa perih dan itu membuat dirinya tidak nyaman. Ia berjalan dengan pelan keluar dari kamar berjalan menuju dapur.

Walau sudah menikah, dirinya dan Alan sama sekali tidak pernah sekamar. Ia sendiri di kamar ini, kamar yangi dekat dengan tangga dapur, yang luasnya cukup untuk dirinya sendiri dengan adanya kamar mandi di dalam. Dari semua ketidak nyamanan di hidup ini, Ia bersyukur memiliki baby di dalam perut ibu yang menjadi alasan ia hidup.

Nara mengelus perutnya dengan pelan, dirinya dapat merasa pergerakan dari baby di dalam perutnya. “Sabar ya sayang, ayo kita buat susu dulu buat baby,” ujar Nara mengajak interaksi dengan baby di dalam perutnya.

Semua orang sudah tidur di rumah ini, lampu bahkan sudah dimatikan. Jam juga sudah menunjukan pukul satu malam, Ia terbangun dari tidurnya.

Nara menjijitkan kakinya, mengambil susu yang berada di atas rak tinggi. Nara terdiam, bagaimana dirinya bisa lupa bahwa susu sudah habis dari tadi siang. Bagaimana dirinya bisa mendapatkan susu kembali? Apa dia harus meminta kepada Alan? .

“Sayang, maaf ibu belum bisa kasih kamu susu. Susunya sudah habis sayang dan Ibu belum beli, kita minum air putih dulu aja ya biar kenyang nanti kalo Ibu sudah ada uang kita langsung beli susunya,”ujar Nara dengan pelan kepada janin hidup di dalam perutnya.

Nara menunduk pelan, bagaimana dirinya bisa mendapatkan uang. Ia yakin Alan tidak akan mengizinkan untuk kerja namun dirinya juga ragu meminta uang kepada Alan.

“Bagaimana aku bisa mempunyai uang? vitamin baby juga udah habis,” lirih Nara memikirkan bagaimana nasibnya

Nara berjalan menuju arah kulkas dan membukanya, menemukan kue brownies yang manis sangat menggugah selera. Ia hendak mengambil namun seketika sadar dan menarik kembali tanganya kembali.

“Baby, sekarang lihat-lihat dulu aja ya, Ibu belum mampu beli nanti kalo Ibu ada uang Ibu janji akan membeli kue yang adek mau,” ucap Nara dengan lembut sembari mengusap perutnya dengan lembut.

Ia tidak bisa mengambil sembarang makanan yang ada di kulkas, karena dirinya sadar Ia tidak memiliki hak di sini. Nara tau kue itu milik Alan sendiri, namun dirinya tidak berani mengambil milik suaminya itu.

Ia pernah sekali mengambil makanan milik Alan tanpa izin dan ternyata kue itu akan dibawa oleh Alan untuk Kakanya, Senja dan dirinya sudah me

makanya pada saat itu. Nara ingat sekali bagaimana Alan sangat marah kepada dirinya dan bahkan tanpa sadar membentak karena kue yang sudah Ia makan itu sengaja suaminya simpan khusus untuk Senja sebagai kue ulang tahun.

“Anak ibu, kita tidur aja lagi ya. Semoga besok Ibu menemukan cara buat beli susu baby,” ujar Nara dengan senyum tipisnya kepada baby di dalam perutnya. Ini semua sudah menjadi kebiasaanya, selalu mengajak interaksi dengan baby agar dirinya tidak merasa sendiri.

Nara masuk kembali ke dalam kamarnya dan tidak lupa mematikan lampu dapur.

Dibalik punggung rapuh Nara ada sepasang mata tajam yang memperhatikan wanita itu secara diam. Alan menyaksikan semuanya, mulai dari Nara mengatakan susu hamilnya sudah habis dan juga kue yang ada di kulkas.

Alan sadar selama ini Nara sama sekali tidak pernah meminta sesuatu kepadanya bahkan Ia jarang mendengar suara Nara secara langsung karena wanita itu akan memilih untuk menghindarinya, menjawabnya dengan singkat dan lebih banyak menggunakan bahasa tubuh.

Alan berjalan menuju rak tempat dimana susu Nara letakkan tadi dan membukanya. “Benar, susunya sudah habis,” ujar Alan datar yang kemudian membuang kotak susu tersebut ke dalam sampah.

Dirinya berjalan menuju kulkas dan membukanya dengan kasar, Ia melihat kue yang dipegang oleh Nara tadi dengan datar. Ia memisahkan kue yang ada di kulkas tadi ke dalam kulkas kecil tempat para pembantu dan berjalan kembali menuju lantai atas, kamar tidurnya.

Semuanya Nara lakukan seperti biasanya, bahkan setelat apapun dirinya tidur Nara akan tetap bangun pagi membantu Bi Rena untuk memasak sarapan pagi keluarga Sanjaya.

Nara membantu menyusun dengan rapi, semua anggota satu persatu mulai turun ke bawah, tempat ruang makan bersama termasuk dengan Alan yang sudah turun dengan tas kantor dan baju formal bersama IPad di tanganya.

Nara mendongakkan kepala melihat Alan yang turun dari tangga yang juga melihat menuju arahnya. Mata mereka saling bertemu satu sama lain, Nara terdiam, melihat mata hitam kelam itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain berusaha fokus kepada tatanan makanan yang Ia susun di meja.

“Buatkan saya teh buat Papa kopi dan juga Alan,” ujar Dwi kepada Nara.

Nara menganggukan kepalanya, dirinya hendak berjalan namun langkahnya seketika berhenti mendengar seseorang menghalanginya.

“Mama apa-apaan si Ma, Nara itu lagi hamil malah kamu suruh-suruh. Bi Rena aja yang bikin.”

Nara mendongakkan kepalanya, jika kalian berpikir bahwa itu adalah suara Alan maka kalian salah. Pria itu asik dengan IPadnya sedangkan pria yang membelanya adalah Baskara Putro Sanjaya, kepala keluarga Sanjaya yang memegang tahta terbesar di dalam rumah ini.

Dwi melihat ke arah Baskara, suaminya,dengan pandangan tidak suka. Baskara memanggil Bi Rena untuk membuat makanan dan menyuruh Nara duduk di samping Alan agar makan bersama.

Nara menganggukan kepalanya dengan kamu dan canggung, dirinya tidak bisa menolak termasuk juga Mama mertuanya maupun juga Alan karena dirumah ini Baskaralah penguasanya.

Nara menoleh ke samping melihat Alan yang masih sibuk dengan IPadnya, merasa diperhatikan Alan menoleh ke arah samping melihat Nara yang memperhatikanya.

Nara memperhatikan bagaimana porsi makanan yang di ambil oleh Alan agar dirinya bisa tahu kapasitas dirinya untuk tidak mengambil makanan dengan porsi yang lebih dari suaminya.

Alan memperhatikan bagaimana Nara memperhatikan tanganya yang mengambil makananya. Ia berkerut bingung dan bertanya-tanya di dalam hati.

“Nara, kenapa kamu makannya sedikit sekali. Ambil yang banyak Nak, ada ayam dan juga ikan. Kamu harus makan banyak agar baby sehat di dalam perut kamu,” ujar Baskara melihat nasi di piring Nara terbilang sangat kecil.

Nara mendongakkan kepalanya, matanya berlinang menghadap ke arah Baskara dan mengatakan, “Apa boleh?” dengan suara getirnya.

Alan terdiam menoleh melihat Nara termasuk Dwi yang tersentak pelan mendengar suara getir Nara. Baskara mengerut bingung melihat respon menantunya yang tampak lirih. “Boleh apa Nak?” tanya Baskara kepada Nara dengan lembut.

Nara semakin jatuh, dirinya tidak bisa bahkan tanpa sadar menjatuhkan air matanya dan mengusapnya dengan cepat seolah berusaha agar Baskara tidak tahu bahwa air matanya sudah jatuh membasahi pipi. “Aku makan ayam dan ikan sekaligus? langsung dua?” tanya Nara

Baskara terbelalak, dirinya tidak pernah menyangka pertanyaan itu yang keluar dari mulut menantunya, apa selama ini dirinya tidak pernah memperhatikan menantunya? apa orang rumah ini tidak ada yang peduli dengan menantunya? Ia terlalu sibuk di luar dengan persidangan yang melelahkan sebagai perkejaanya.

“Tentu sayang, kamu bisa makan dengan banyak dan juga sayurnya. Makanlah Nak, tidak ada yang melarangmu,” ujar Baskara dengan senyum lirihnya.

Ia tidak menyangka melihat bagaimana menantunya tampak bahagia dengan makan ayam dan ikan sekaligus. Apa dirumah ini Ia tidak diberikan makan sepenuhnya? Batin Baskara.

Ia melihat ke arah Alan yang tampak masih memperhatikan Nara dalam lamunanya. Ia sadar ada yang tidak baik di dalam kehidupan anak dan menantunya termasuk dengan istrinya sendiri.

“Nara”

Nara mendongakkan kepalanya melihat ke arah Papa mertuanya.

“Kapan kamu check up hamil, Nak?” tanya Baskara dengan pelan.

Nara terdiam, dia berpikir sejenak kemudian terbelalak mengingat bahwa hari ini adalah waktu check up baby. Bagaimana dirinya bisa lupa?

“Oh iya hari ini,” ujar Nara sembari menepuk jidatnya terkejut mengingat bahwa sekarang jadwal cek kehamilanya.

Baskara terkekeh pelan melihat kelucuan Nara, dirinya kemudian melihat Alan yang masih sibuk melihat ke arah Nara.

“Alan kamu ambil libur hari ini, biar Papa handle. Kamu temani Nara check up bayi kalian, jangan tinggalkan Nara,” ujar Baskara dengan nada penuh perintahnya

Alan mengerutkan keningnya dan menatap Baskara tidak suka. “Tapi pa, dua hari persidangan aku,” ujar Alan dengan nada tidak terimanya.

“Papa yang handle sama asisten kamu,” ujar Baskara dengan penuh mutlak

Alan tidak bisa berkilah lagi mendengar nada perintah mutlak dari Papanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!