Handi Trilaksana nama Ayahnya anak-anakku. Bang Handi anak ketiga dari lima bersaudara dengan dua ibu. Sewaktu Bang Handi di kelas lima SD, Ibunya meninggal dunia. Bang Handi anak terakhir dari ibu yang pertama. Karena ibunya meninggal, maka Bang Handi dan kedua kakaknya terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah sendiri sampai Abah mereka menikah lagi satu tahun kemudian.
Dari pernikahan kedua Abah, mendapatkan dua orang anak. Jadi Bang Handi kecil sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah karena harus membantu ibu sambung mereka menjaga dua orang adik.
Saat lulus SMA, giliran Abah yang meninggalkan mereka semua. Sejak saat itu Bang Handi mulai mencari kerja dan tidak memikirkan kuliahnya lagi. Bang Handi takut membebani Ibu sambung dan kakak tertuanya. Karena masih ada dua orang adik lagi yang masih membutuhkan biaya sekolah.
Gigih mencari kerja pada saat itu. Tapi namanya jiwa muda, uang yang di dapat hanya digunakan untuk kesenangan sendiri. Tidak pernah terpikir untuk menabung demi masa depan. Untunglah di saat pekan olahraga nasional mewakili propinsi, Bang Handi berhasil meraih medali emas dan mendapatkan bonus uang dan rumah dari pemerintah. Uang bonus di gunakannya untuk membeli sebuah mobil dan rumah masih tetap ada sampai sekarang, sedangkan mobil sudah dijual ketika kami akan menikah.
Bang Handi juga di beri kesempatan untuk menjadi tenaga honorer di kementerian olahraga.
Sebenarnya kehidupan keluarganya Bang Handi cukup berada. Mendiang Abahnya memiliki usaha kapal dan sawit. Seluruh usaha itu di warisi oleh kakak tertua mereka yang memang pada saat itu sudah menikah. Bang Handi tipe yang cuek dengan harta, dia tidak pernah memperebutkan harta yang di tinggalkan oleh Abah mereka. Tidak pernah menuntut apa apa. Usaha Abahnya pada saat itu memang sudah di kelola oleh sang kakak sebelum Abah meninggal dan bertambah maju. Bang Handi hanya menurut saja apa pun kata sang kakak.
"Di beri uang aku terima, tidak di beri aku diam. Tapi aku tidak akan menadahkan tanganku"
Bang Handi selalu berkata begitu jika ada orang yang menjadi kompor untuk menuntut haknya atas usaha Abah.
"Usaha Abah maju karena Kak Hanif. Bukan karena aku. Bersyukur kita masih di beri setiap tahunnya menjelang idul fitri"
Itulah yang dikatakannya padaku jika aku mulai mengungkit usaha Abah. Aku pun kembali terdiam.
Itulah suamiku.
Pernah suatu saat, Bang Handi di tipu teman kerjanya. Sejumlah uang di modalkan untuk usaha tapi uang itu di bawa lari padahal saat itu aku hamil anak ketiga.
Ketika aku marah karena uang tersebut bisa buat persalinanku, Bang Handi hanya tersenyum sambil berkata
"Mungkin dia lebih perlu uang itu bu"
Aku langsung membelalakan mataku.
Apa dipikirnya aku tidak perlu uang??
Aku hanya bisa menarik nafas dengan kesal.
Masalah keikhlasan, suamiku memang patut di acungkan jempol.
Satu-satunya hal yang membuat Bang Handi marah adalah jika ada yang mengganggu keluarganya. Bang Handi tidak pernah ikut campur urusan orang lain, jadi jika orang lain yang membicarakan aku dan anak-anak, maka Bang Handi akan marah.
Ketika itu para tetangga membicarakan kehamilanku yang di luar nikah. Bang Handi langsung ikut duduk bersama ibu-ibu penggosip itu.
"Ibu-ibu, apa untungnya bagi ibu-ibu semua membahas kehamilan Yanti?apa ada manfaatnya? malah menambah dosa."
"Kamu siapa?"
Ibu-ibu tetangga rumah kami memang belum mengenal Bang Handi.
Bang Handi langsung berdiri dan memperkenalkan diri.
"Saya Handi, suaminya Yanti. Saya dan Yanti memang berbuat kesalahan. Kami yang menanggung dosanya. Kenapa ibu-ibu bersusah payah untuk ikut menanggung dosa bersama kami? seharusnya ibu-ibu menjadikan kesalahan kami ini untuk menjaga anak-anak ibu semua di rumah jangan sampai berbuat dosa seperti kami. Terima kasih karena ibu-ibu sudah perhatian pada kami."
Bang Handi membungkuk seperti orang jepang memberi hormat, dan langsung pergi meninggalkan ibu-ibu yang kembali menambah gosipan mereka akibat perbuatan Bang Handi tadi.
Bang Handi memang langka. Kehilangan ibu di saat masih kecil membuatnya begitu menyayangiku dan anak kami Azwa. Kami berdua di rumah seperti dewi jika ada Bang Handi.
Kesalahan sebelum pernikahan yang kami buat membuat kami menyadari bahwa tidak semuanya bisa di tempuh dengan cara instan. Tapi kadang kala ada sesuatu yang memang memerlukan cara instan.
"Jika kamu tidak hamil, apa kita akan menikah? Ini cara terinstan mendapatkan restu orang tuamu"
Sambil tertawa Bang Handi sering kali menggangguku dengan kenangan masa lalu itu. Lagi-lagi aku hanya bisa menanggapinya dengan memberikan pukulan atau cubitan di perutnya.
Bang Handi bukan manusia yang sempurna tapi bagiku Bang Handi adalah suami yang sempurna.
---------------
Jangan lupa vote,like dan komennya yaa
LOVE YOU 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Umibilqis Umibilqis
gitu ya... gk ada yang sempurna... kitalah yang menjadikan sempurna... Love you hubby.😘😘😘
2020-08-28
1