Ramadhan kali ini benar-benar berbeda. Aku sudah menikah dan mempunyai anak. Menyiapkan buka puasa dan sahur setiap hari bersama Mama. Aku melaksanakan tarawih di rumah sendiri karena Azwa yang masih kecil, kadang kala aku juga tidak tarawih tapi ikut tidur bersama Azwa. Sedangkan Bang Handi bertugas mengawal bapak sholat tarawih bersama Kakaf. Yang anehnya di tarawih kali ini, Mama tidak ingin tarawih bersama bapak di mesjid dekat rumah. Tapi mama memilih tarawih di mesjid Raya besar di kotaku yang lumayan jauh dari rumah.
"Kalau tidak ada yang mau antar, mama naik taksi saja"
Selalu begitu kata-kata mama setiap ingin berangkat tarawih. Akhirnya setiap hari selesai sholat maghrib, Bang Handi atau Kakaf mengantar Mama ke mesjid naik motor biar cepat, dan pulangnya kami jemput naik mobil beramai ramai. Aku dan azwa selalu ikut menjemput mama tarawih. Kalaupun Kakaf yang menjemput, aku pun selalu ikut. Kadang kami semua termasuk bapak ikut menjemput mama.
Mesjid Raya tempat mama ikut tarawih memang lebih lama waktunya karena selalu ada ceramah setelah sholat isya dan sholatnya pun 21 rakaat. Beda dengan mesjid dekat rumah tempat bapak sholat, hanya delapan rakaat sehingga lebih cepat pulangnya.
Pernah suatu waktu, hujan turun dari sore. Mama tetap bersikeras untuk sholat di Mesjid Raya walaupun bapak meminta untuk sholat di rumah saja. Akhirnya Bang Handi mengantar mama naik mobil. Karena hujan, jalanan di kotaku banyak yang tergenang banjir. Waktu isya sudah masuk, baru Bang Handi dan Mama sampai di Mesjid Raya.
Bang Handi pun memutuskan untuk sholat di Mesjid Raya, tidak kembali pulang kerumah.
Dan hasilnya adalah, setelah delapan rakaat. Bang Handi kembali ke mobil untuk tidur sambil menunggu mama selesai sholat tarawih.
"Lama sholatnya bu, ketiduran aku. Mending tidur di mobil"
Bang Handi membawa cerita ketika pulang kerumah.
"Mama tahan ya, Aku aja gak tahan"
Aku cuma tersenyum.
"Makanya Bapak sekarang sholat di mesjid sini saja. Dulu juga bapak ke mesjid raya. Sekarang sudah gak tahan duduk lama kata bapak".
"Aku yang masih muda aja gak tahan"
"Abang apa sih yang tahannya?"
"Tahan lama-lama di atas badan kamu"
Aku melempar bantal kecil milik Azwa ke arah Bang Handi yang langsung membalasku dengan menerjang kemudian memelukku.
"Dingin bu, boleh ya cari kehangatan"
Bang Handi mempererat pelukannya padaku sambil tangannya masuk kedalam baju tidurku.
"De, Handi"
Suara Kakaf yang mengetok pintu memanggil kami membatalkan niat Bang Handi. Bang Handi pun beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu.
"Kakak beli martabak, ayo temanin makan"
Tanpa basa basi kakaf meminta Bang handi keluar kamar. Tak lama kemudian kudengar suara kakak nomor tigaku datang. Mengetok pintu kamarku dan langsung membukanya.
"Azwa tidur de?"
Kak Andi, kakak nomor tigaku memunculkan kepalanya di pintu kamarku.
"Sudah, kakak sama siapa datangnya?"
"Sendiri, di panggil mama"
"Kenapa? dapat jatah bulanan?"
"Tahu aja kan? kakak ke atas dulu ya"
Aku mengangguk seiring Kak Andi yang menutup pintu kamarku. Kakakku nomor tiga ini hanya bekerja freelance. Membantu orang-orang untuk mengurus surat-surat seperti akte kelahiran, akte kematian, sertifikat tanah dan lain sebagainya, termasuk surat perceraian kakaf kemaren, Kak Andi juga yang mengurusnya. Surat Nikah ku pun kak Andi yang meloloskannya atas bantuan orang dalam.
Waktu Azwa baru lahir, tanpa kuminta Kak Andi langsung membuatkan Akte kelahiran untuk Azwa.
Bapak sudah meminta Kak Andi untuk membantu Bapak lagi di lapangan. Tapi Bapak dan Kak Andi seperti utara dan selatan yang tidak akan pernah bertemu ujungnya atau seperti tom dan jerry yang tidak pernah akur dan sependapat.
Kak Andi yang selalu di bela Mama walaupun berkelahi denganku memilih untuk mundur membantu bapak dari pada perang terus dengan bapak. Dan beginilah akhirnya, Mama lah yang selalu menjadi tameng Kak Andi di depan bapak. Dan Mama pula lah tempat Kak Andi menadahkan tangan bila tidak ada uang.
"Bu, dipanggil Kakan"
Bang Handi membuka pintu kamar dan memanggilku. Aku pun beranjak dan memberikan beberapa ganjalan bantal dan guling agar Azwa tidak bisa bergerak jauh.
Karena panggilanku terhadap Kakaf, akhirnya panggilan terhadap kakakku ku singkat semua. Kakal, Kakan, Kalfi, cuma mendiang Kak Didi kupanggil Kandi. Yang artinya Kanda Didi.
Aku melangkah ke ruang tamu.
Ketika melihatku, Kakan langsung memintaku duduk di sampingnya.
"Sini de, kakak kangen sama kamu"
"Bilang sama kak Mia buatkan kue kesukaan ade ya kak"
Aku duduk di samping KakAn sambil mencomot terang bulan.
"Kenapa gak bilang ada terang bulan, Tadi bilangnya cuma martabak"
"Kakan yang bawa terang bulan. Kakaf cuma beli martabak"
"Makanya kamu kakak panggil. Karena kakak tahu kamu suka terang bulan"
Kak Andi mencowel kepalaku dengan telunjuknya.
"Kak Andi ngajakin buka puasa tu de, kan biasanya kamu koordinatornya"
"Dimana? di rumah aja yaa? susah bawa Azwa kalo makan diluar. Mama juga pasti marah kalo gak tarawih"
"Gak seru lah de, di luar ajalah. Kakaf mau tuh jadi donaturnya"
"Alah, paling juga buntut-buntutnya bapak yang bayarin"
"Gak, kali ini kita deposit duluan sebelum bapak bayar. Kak Alif juga mau ikut sumbangan"
"Yang sumbangan siapa aja nih? ade gak usah ya, kan paling bontot"
Aku mengerling manja pada kedua kakakku. Bang Handi hanya diam mendengarkan saja.
"Kamu tanya mama dulu nanti de, mau gak buka puasa di luar"
"Iya, nanti ade tanya mama dulu. Ade masuk ya, takut azwa nangis gak dengar"
"Kakak tangiskan ya" Kak Andi bergerak untuk berdiri.
Aku bergegas berlari ke dalam kamar dan segera mengunci pintu. Kudengar suara tawa mereka bertiga.
Esoknya aku bertanya pada mama.
"Ma, kakak-kakak ngajak buka puasa di luar. Mama mau?"
"Gak mau. mama gak mau bolong tarawih. Ini tarawih terakhir mama"
"Kok terakhir sih ma."
Mama hanya diam saja.
"Jadi, buka puasanya di rumah aja ma?"
"Kalo mau kita makan setelah mama pulang tarawih"
"Iya dah, nanti ade kasih tau kakak-kakak. Titip Azwa ya ma, itu masih tidur sama ayahnya. Agak siang baru ayahnya berangkat"
Mama mengangguk. Aku pun mencium tangan mama dan kedua pipi beliau. Mama mengantarku sampai motorku keluar dari pagar rumah.
#########
Setelah kesepakatan bersama, kami memilih sebuah rumah makan seafood untuk kami makan bersama. Dua hari sebelumnya aku sudah reservasi tempat. Bahkan aku sudah mengedarkan daftar menu ke semua anggota keluarga. Sudah menjadi kebiasaan di dalam keluarga, kalo aku lah yang menjadi koordinator setiap acara keluarga kami.
Malam ini aku lebih dulu datang bersama Bang Handi dan Bapak. Sedangkan Kakaf bertugas menjemput mama tarawih dan langsung menuju tempat kami makan bersama. Begitu mama datang, Bapak langsung memimpin doa dan kami pun makan dalam candaan khas keluarga kami.
Dan tahun ini Kak Afrizal lah yang menjadi bahan bullyan kami. Karena mama bilang ingin menikahkan Kakaf dengan anak teman mama yang lulusan pesantren. Tapi Kakaf hanya diam saja.
"Mumpung mama masih hidup. Kalo mama gak ada, siapa yang urusin hidup kamu?"
"Ada ade" Kak Afrizal menunjukku dengan dagunya.
"Ademu punya keluarga sendiri. Gak bisa ngurusin kamu terus. Ademu juga harus ngurus bapakmu"
Aku memandang mama. Kenapa mama dari kemarin selalu memberi kesan kalo mama akan pergi?
Ah, mungkin itu hanya perasaanku saja.
"Mama mau jodohkan sama siapa?"
Kak Alif bertanya pada mama.
"Anaknya Haji Ridho. Baru keluar dari pesantren"
"Ma, gak salah?" Aku bertanya dengan nada terkejut.
"Kenapa? Badannya bau? mulutnya juga?"
"Tuh mama tahu sendiri" Aku sedikit tertawa.
"Nanti mama belikan tawas biar gak bau lagi. Mama kasih pasta gigi yang bagus biar mulutnya gak bau. Atau nanti mama bawa ke dokter khusus mulut"
"Niat banget sih ma, Kakaf aja gak doyan"
Aku tetap membantah mama.
"Kamu mau terus-terusan ngurusin kakakmu?"
"Gak pa-pa. Daripada ade gak ikhlas Kakaf nikah ma anaknya Haji Ridho"
Mama mau kembali bersuara. Tapi terhenti karena bapak yang lebih dulu bersuara.
"Sudah, apa sih yang di ributkan. Biar izal cari sendiri jodohnya. Gak usah di jodoh-jodoh kan"
Kak Afrizal langsung berdiri dan membungkuk hormat pada bapak.
"Bapak memang ter the best. Izal suka itu pak"
"Jadi, kalo istrinya selingkuh lagi bukan salah kita"
Bapak kembali bersuara yang disambut dengan suara tawa kak Alif, Kak Andi dan Kak Alfian. Sedangkan aku langsung tersedak makanan yang kumakan. Bang Handi langsung memberikanku air putih.
"Ter the best nya izal tarik lagi pak"
Kakaf langsung duduk kembali di kursinya dengan wajah di lipat seribu.
Aku tersenyum melihat mereka semua. Inilah keluargaku. Hampir saja aku kehilangan mereka semua karena kesalahan yang kubuat. Untunglah mereka tetap merangkulku kembali dan menjadikanku bagian dari keluarga ini lagi.
Jangan lupa vote, like dan komennya yaa
LOVE YOU 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments