Dua Tulang Rusuk
Namaku Ariyanti. Aku seorang ibu rumah tangga. Umurku sekarang 40 tahun. Tujuh belas tahun yang lalu, aku menikah dengan seorang laki-laki pilihanku sendiri bernama Handi. Kakak kelasku sewaktu di SMA dan seniorku di sebuah organisasi Olahraga.
Dari pernikahanku, aku memiliki tiga orang anak. Dua orang perempuan dan satu orang laki-laki.
Pernikahanku sama seperti orang-orang pada umumnya. Kadang kala aku pun beradu mulut dengan Bang Handi dan perang dingin selama beberapa hari. Tapi Bang Handi tipe laki-laki romantis. Selalu merayuku jika aku marah dan merajuk. Bang Handi pun tidak sungkan menciumku walaupun di depan anak-anak. Bang Handi selalu bilang untuk terbiasa bermesraan di depan anak-anak, menunjukkan kepada mereka bagaimana kedua orang tuanya saling menyayangi.
Kehidupan ekonomi kami mencukupi. Paling tidak kami tidak pernah kelaparan. Kebutuhan sekolah anak-anak pun tercukupi dengan baik. Dulunya Bang Handi tidak memiliki pekerjaan tetap. Apapun pekerjaan yang bisa di kerjakan akan di kerjakannya.
Karena ketidak pastian pekerjaan Bang Handi itulah dulunya mama tidak merestui kami. Tapi jodoh berkata lain. Aku tetap menikah dengan pilihanku. Aku dan Bang Handi berbuat kesalahan, aku hamil lebih dulu. Kami pun sempat menikah secara siri di kota lain dengan bantuan salah satu kakak laki-lakiku sebelum akhirnya kembali di nikahkan oleh Bapak.
Aku anak bungsu dari tujuh bersaudara. Seluruh keluarga menyayangiku dan memberlakukanku secara istimewa. Aku juga berhasil lulus kuliah dan bekerja di salah satu bank milik pemerintah daerah. Karenanya ketika aku berbuat kesalahan. Bapak, Mama dan kakak-kakakku kecewa padaku.
Tapi bagaimana pun juga, mereka tetap tidak tega melihatku tinggal di rumah sewaan kecil. Mereka memanggilku kembali pulang.
Aku tinggal bersama Bapak dan Mama di rumah besar kami. Bang Handi pun lambat laun bisa mereka terima karena memang Bang Handi orang yang mudah beradaptasi dan ringan tangan. Pekerjaan apapun yang ada dirumah ini di kerjakan Bang Handi dengan senang hati. Bang Handi bisa memasak, bisa cuci piring, bahkan cuci baju pun sering kali di lakukannya jika aku terlalu lelah sepulang bekerja.
Bang Handi juga bukan orang yang tidak tahu diri. Dia tetap bekerja, tetap memberiku nafkah setiap bulannya walaupun aku memiliki penghasilan sendiri.
Sewaktu awal menikah, Bang Handi hanya bekerja sebagai pelatih salah satu cabang olahraga karena memang pada saat itu akan diadakan even olahraga nasional. Bang Handi adalah mantan atlit, karenanya dia kembali di panggil untuk melatih. Walaupun honor yang di dapat tidak seberapa, tapi kami tetap bahagia. Aku tidak pernah merendahkan dirinya walaupun aku memiliki penghasilan yang lebih banyak.
Buah cinta kami yang pertama lahir enam belas tahun yang lalu. Bang Handi lah yang membantuku melakukan semua pekerjaan rumah, sampai membersihkan pakaian dan sarung setelah aku melahirkan yang penuh dengan darah. Aku beruntung memilikinya, sangat jarang laki-laki seperti itu. Dia pun telaten menjaga putri pertama kami yang kami beri nama Azwa.
Aku tetap bekerja setelah Azwa lahir. Bang Handi yang setelah Azwa lahir ku panggil Ayah mendapatkan pekerjaan tetap sebagai pegawai honor di Kantor Kementerian Olahraga. Azwa pun di jaga oleh Kakak iparku nomor lima, karena memang kakakku waktu itu belum memiliki anak walaupun sudah tujuh tahun menikah. Azwa sangat di sayang mereka. Bahkan Azwa sampai sekarang pun memanggil mereka dengan panggilan Papah dan Mamah.
Aku Tujuh bersaudara. Lima laki-laki dan dua perempuan. Anak nomor satu dan aku nomor tujuh yang perempuan. Tapi kakak pertama kami meninggal saat berumur tiga tahun karena jatuh dari kapal dan tenggelam. Saat itu Bapak masih bekerja mengangkut kayu dari pedalaman ke kota menggunakan kapal. Dan Mama beserta kakakku selalu ikut menemani kemana pun bapak pergi.
Karena kakak perempuan pertama sudah meninggal, jadilah aku anak perempuan satu-satunya yang selalu mereka jaga dari kecil. Ketika kesalahan fatal yang kubuat bersama Bang Handi di ketahui mereka semua, kelima kakak laki-lakiku mereka kecolongan. Bang Handi pun pada saat itu sempat babak belur di hajar mereka.
Ke Lima kakak laki-lakiku tidak semuanya juga berkelakuan baik, dan tidak semuanya juga yang berpenghasilan tetap. Malah masih ada yang menadahkan tangannya pada Bapak.
Karenanya aku selalu memberitahukan Bang Handi untuk tidak minder. Bahkan sekarang kelima kakak laki-lakiku kagum dan simpati pada Bang Handi. Karena Bang Handi selalu dapat meredam emosi dan jiwa manjaku. Bang Handi juga selalu cekatan membantuku dalam hal apapun. Tidak seperti mereka semua. Para laki-laki yang tidak perduli pekerjaan para wanita. Kakak-kakak iparku pun selalu berkata bahwa aku beruntung memiliki Bang Handi.
Ya, aku memang beruntung. Laki-laki yang menyayangiku, yang setiap malam selalu berkata Aku mencintaimu. Yang mengerti bagaimana diriku.
Karenanya aku tidak bisa membayangkan jika suatu saat aku dan Bang Handi dipisahkan oleh maut.
-----------------
Jangan lupa likenya yaa..
LOVE YOU 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mumut Sah
mampir ya
aku tunggu nih😁
2020-08-29
2