...****************...
"Brengsek.... Sialan." Danil tak berhenti mengumpat pada lelaki yang sudah menikahi wanita pujaannya.
Kadang ia meracau tidak jelas lalu menangis histeris. Amel baru pertama kali melihat bosnya begitu patah hati. Padahal dulu pas sahabatnya melangsungkan pernikahan ia malah terlihat tegar bahkan rela menjadi saksi dari pihak mempelai istri. Dan sekarang kenapa lelaki itu bisa sehancur ini?
Sebenarnya memang bukan salah suaminya Ara, Danil saja yang keras kepala. Suami mana yang rela istrinya di ganggu oleh lelaki lain. Sudah tentu lelaki itu akan bersikap dingin.
"Ara sudah janji padaku, jika ia akan menceraikan lelaki itu. Ara tidak mungkin mencintainya. Lelaki itu pembohong, dia sudah membohongi kita semua. Kau lihat tadi kan? Lelaki itu tidak bodoh dia hanya berpura-pura saja. Dasar brengsek!" Danil masih meracau dan menumpahkan semua kekesalannya.
Amel bingung harus berbuat apa, jika harus mengendarai mobil bosnya tentu saja ia tidak bisa. Dan ia tidak bisa meninggalkan bosnya begitu saja.
Malam semakin larut, bar kecil yang tidak terlalu ramai itu pun berangsur sepi. Hanya ada beberapa orang yang tersisa disana. Termasuk Amel dan juga bosnya.
"Bagaimana aku membawa si bos pulang?" Amel mendengus kesal. "Merepotkan sekali lelaki ini. Dasar payah!" umpat Amel sambil memukul lengan bosnya. Kapan lagi dia bisa menyiksa bos nya seperti itu? Jadi sekalian saja melampiaskan kejengkelannya selama ini bukan?
"Apa aku cari orang yang bisa menyetir saja ya, untuk aku sewa sebagai supir pengganti?" Amel bergumam sendiri sambil menggaruk keningnya yang tidak gatal.
"Tapi aku tidak tahu dimana rumah si bos." Amel mendengus kesal, bersamaan dengan helaan nafasnya yang terdengar kasar.
Di tengah kebingungan Amel yang harus membawa pulang kemana bosnya itu. Danil yang sudah mabuk berat tiba-tiba saja menjatuhkan kepalanya di pangkuan Amel, mulutnya masih saja meracau tak jelas. Ia bahkan menggenggam tangan Amel dengan begitu erat.
"Aku mencintaimu Ara, kenapa kau jahat sekali?" Kalimat yang terdengar samar itu menjadi kata-kata terakhir Danil sebelum ia hanyut ke dalam dunia mimpi. Danil tertidur di pangkuan Amel.
"Eh.... Kenapa dia tidur disini? Bos bangun!" Amel menepuk-nepuk pipi bosnya berkali-kali tapi tak berpengaruh sedikitpun pada lelaki itu.
"Arrrggghhh.... Menyebalkan! Harusnya aku tinggalkan saja dia dari tadi." Amel mengerang frustasi sambil mengacak rambutnya sendiri.
Amel menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia tatap wajah lelaki yang kini sedang patah hati itu dengan teliti. Entah kenapa melihat raut wajah Danil yang begitu damai saat menggapai mimpi, bibir Amel malah tersenyum sendiri. Setidaknya dia senang, untuk sejenak bosnya bisa melupakan kisah asmaranya yang bertepuk sebelah tangan.
Sejurus kemudian Amel kembali tegang, raut wajahnya pun jadi muram. Kemana dia akan membawa bosnya pulang. Sedangkan rumah bosnya saja dia tidak tahu. Tidak mungkin dia meninggalkan bosnya sendiri. Apalagi kalau harus membawanya ke rumah kontrakannya itu lebih tidak mungkin. Apa kata orang nanti?
"Berpikir Amel.... Berpikir!" Amel memejamkan matanya sejenak lalu ia teringat dengan seorang temannya yang bisa menyetir mobil.
"Ah, Dino kan bisa nyetir. Aku suruh saja dia kesini." Tanpa ragu lagi Amel langsung mengambil ponsel miliknya dari dalam tas. Ia sedikit kesusahan karena satu tangannya di genggam erat oleh bosnya yang sedang mabuk berat.
Amel menghubungi Dino dengan cepat, beberapa kali dia menghubungkan panggilan teleponnya tapi belum juga mendapat jawaban. Pantas saja waktu sudah menunjukkan tengah malam. Mungkin Dino juga sudah melayang ke dalam dunia khayalan.
Hingga panggilan ke sepuluh akhirnya Dino mengangkat panggilan teleponnya. Terdengar suara serak dan malas di seberang telepon sana. "Ada apa?" tanyanya.
"Din, kamu bisa bantu aku sekarang. Si bos mabuk berat nih. Aku gak bisa bawa dia pulang. Kamu kesini ya! Bawa mobil dia sekalian orangnya ke rumah kamu!" Amel langsung berbicara panjang lebar tidak memberikan waktu untuk Dino mencerna ucapannya dulu.
Dino yang baru sadar, sepertinya masih belum paham. Hingga Amel harus menjelaskan lagi dengan pelan-pelan.
"Kamu udah ngerti belum? Cepat datang kesini!" Emosi Amel mulai meninggi, ia kesal sekali karena temannya itu sulit sekali untuk mengerti.
Amel mengakhiri panggilannya setelah Dino mengatakan 'iya'. Tak lupa Amel memberikan informasi dimana lokasinya sekarang pada temannya.
Kelakuan Danil mulai tidak tahu diri, dalam tidurnya ia masih saja membuat Amel emosi. Lelaki itu sepertinya mengira jika paha Amel adalah bantal ternyaman nya di rumah. Sehingga ia malah sengaja menyurukkan kepalanya ke perut Amel mencari posisi ternyaman untuk tidurnya.
Amel sedikit kikuk, baru pertama kalinya ada lelaki yang tidur di pangkuannya seperti itu. Rasa geli yang di rasakannya akibat gesekan kepala Danil yang menyentuh perutnya tak membuatnya jadi tertawa. Ia malah merasakan gelayar yang berbeda. Perasaan aneh yang membuat detak jantungnya berirama tak senada.
Amel menatap Danil dengan tatapan sendu, entah kenapa tangannya malah terangkat untuk mengelus puncak kepala bosnya dengan lembut. Amel begitu kasihan terhadap kisah cinta bosnya yang terbilang kusut.
"Haruskah aku mencarikan gadis lain untukmu bos? Ara bukan wanita yang bisa kamu kejar lagi. Dia sudah punya suami. Sampai kapan kamu akan menyiksa diri seperti ini?" Amel memberikan wejangan pada orang yang hilang kesadaran. Sampai mulutnya berbusa pun Danil tidak akan bisa mendengarnya.
Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya Dino datang juga ke lokasi yang di berikan oleh Amel. Karena bar itu tidak terlalu luas. Hingga dengan mudahnya Dino menemukan mereka.
"Mel, itu si bos kenapa?" Dino bertanya tanpa permisi, membuat Amel tersentak dan langsung menarik tangannya dari kepala Danil dengan sedikit grogi.
"Ngagetin aja sih!" sentak Amel mengalihkan rasa canggung nya. "Kan aku sudah bilang tadi si bos mabuk masih di tanya lagi?" imbuh Amel dengan nada khas cempreng nya.
Dino masih bengong di tempatnya, banyak pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya. Kenapa Amel bisa berada di tempat seperti ini bersama dengan bos mereka? Lalu hal yang membuatnya semakin curiga Dino melihat Danil sedang tidur di pangkuan Amel. Apa mereka memiliki hubungan?
"Kenapa bengong? Ayo bantu angkat!" seruan Amel membuyarkan kebingungan Dino.
"Ah.... Iya." Dino langsung membantu mengangkat Danil dan memapah nya menuju mobil. Dia akan bertanya lain waktu bukankah di restoran mereka masih bisa bertemu.
"Din, kamu kesini naik apa?" tanya Amel setelah mereka berhasil membawa Danil dan memasukkan nya ke dalam mobil miliknya.
Dino yang baru saja menutup pintu belakang mobil setelah membaringkan bosnya di dalam sana kemudian menoleh pada Amel yang berdiri di belakangnya.
"Aku bawa motor. Ini sudah malam angkutan umum sudah jarang." jawab Dino sedikit tegang, karena tadi di telepon gadis di hadapannya ini menyuruhnya untuk naik angkutan umum saja. Agar dia bisa membawa mobil atasannya.
Amel sejenak terdiam, dia memang jarang naik motor. Tapi setidaknya dia dulu pernah mengendarai kendaraan itu saat dirinya masih sekolah. Jika ayahnya sedang tidur gadis itu suka mencuri kesempatan untuk belajar. Di bantu oleh teman-temannya dia sedikit bisa sekarang.
"Motormu aku bawa saja. Besok aku antarkan ke rumahmu!"
"Memangnya bisa?"
"Bi–Bisa."
Dino mengerutkan keningnya, mendengar jawaban Amel yang terdengar ragu entah kenapa dia jadi takut.
"Yakin?" tanya Dino lagi.
"Kamu tidak percaya padaku?" Kedua mata Amel melotot tajam dengan kedua tangannya yang dia simpan di atas pinggang.
Membuat nyali Dino menciut takut, gadis ini selalu saja bisa membuat hatinya mengkerut.
"Ya sudah, nih kuncinya! Awas ya kalau kenapa-kenapa!" seru Dino seraya memberikan kunci motornya.
"Cerewet." seru Amel sambil menyahut kunci dari tangan Dino. "Urusin tuh si bos! Nanti kalau besok dia bangun. Bilang saja kalau kamu gak sengaja nemuin kita. Terus aku pulang duluan. Dan aku titipin dia sama kamu." tambah Amel lagi.
"Kenapa gitu? Aku gak mau bohong." seru Dino, keningnya berkerut dalam tidak mengerti kenapa Amel harus berbohong.
Amel berdecak, "Kamu tidak bohong memang bener kan aku titipin si bos ke kamu. Dia gak akan nanya macam-macam kok. Bilang aja begitu!" seru Amel dengan sok tahu, memangnya dia tahu Danil akan bicara apa setelah sadar.
"Tapi aku khawatir kamu bawa motor malam-malam sendirian. Kamu kan perempuan." seru Dino yang juga tidak tenang jika membiarkan Amel membawa motornya sendirian di tengah malam.
"Terus gimana? Kamu mau motor ini di tinggal disini?"
Dino sejenak berpikir, kalau harus meninggalkan motornya di tempat umum seperti itu dia juga khawatir. Bisa-bisa motornya hilang di gondol maling.
"Gak gitu juga sih!" seru Dino sedikit ragu. "Aku ngikutin kamu aja deh sampai kontrakan kamu dari belakang. Kalau gitu kan motor sama kamunya bisa aman." Dino memberikan saran yang saling menguntungkan. Mau tidak mau Amel juga harus nurut, karena sebenarnya dia juga takut.
***
Bersambung....
Jangan lupa like, favorit, rate 5 bintang sama komentar nya ya nak - anak. Dukungan kalian sangat amih butuhkan. Terimakasih.
Follow igeh amih ya @amih_amy
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
zien
aku hadir disini dan memberimu like 👍
mampir juga di novelku JODOHKU YANG LUAR BIASA 😊
mari kita saling mendukung karya kita 👍😘
2021-03-02
0
Retina Bocahe Klinthink
🤣🤣🤣🤣🤣
2021-01-04
0
Intanksm98
gemes sama Dino.
2020-10-05
0