Chapter 4

Seoul, 1 Sept 2017

Picisan kata-kata ini menyebalkan saja. Ku buang dan megulangi kembali sampai menghabiskan banyak waktu. Aku binggung akan apa yang ku letakan di secarik kertas kosong ini. Bagaimana menyenangkan kakak lelaki tersayang? Sudah lama sekali kami tidak bertengkar. Bila kami sudah disatukan di dalam suatu ruangan oleh waktu yang tidak begitu lama, mungkin aku sudah habis dan terakhir ku hantam dengan rajukkan adik manja itulah jurus terhandal.

Banyak sekali sampah yang telah tersebar dimana-mana, sampai ke meja Dwi yang tepat berada di belakangku. Dwi pun datang dengan gaya cool mengasikan itu. Memperutukan banyaknya kertas berserakan.

"Siapa ini yang menghambur-hamburkan kertas?" Ku respon dengan senyum jaim.

"Oh..." Ia pun mengambil sebuah kertas yang tergeletak.

"Untuk Rahul?" Tanyanya kuat.

"Ya dia kakak ku," Ku perjelas lebih detail.

"Kakak atau pacar?" Ujarnya tak senang.

"Sepupu sih. Ongmong-ngomong apa ya yang ku berikan nanti Wi?"

"Tanya aja sama lalat yang berterbangan!" Ia meninggalkan kelas dengan air muka yang kesal.

Lupakan dia yang kesal, sekarang waktunya untuk menghabiskan kertas, dan menjadikan yang terbaik untuk kakak tercinta. Kali ini mengubah diriku untuk lebih nyaman dengan kakak yang satu ini. Karakter yang dimilikinya sungguh membuat kaum hawa semua naksir padanya. Berperawakan tampan dan sholeh. Jika dia bukan sepupuku, mungkin aku menyukainya lebih dari yang lain. Kami seperti adik dan kakak yang tak bisa dipisahkan. Tetapi setelah ada pernyataan antara keluarga tentang kedekatan kami seperti magnet, perjodohan dimulai. Menurut ku ini tidak terpercayakan. Aku sudah menganggapnya kakak tersayang. Tapi apa? Zaman Siti Nurbaya dimulai kembali, menurut ku ini tidak wajar.

🍁🍁🍁

Jam pulang sekolah pun tiba. Dari awal masuk, hanya saat tadi saja Dwi berbincang dengan ku. Parasnya yang manis kini tampak seperti singa saja. Tak terbiasa jam istirahat ia sendiri ke kantin tanpa mengganggu ku dan mengajak ku. Ia pun menghindar dan berkata dengan kasar. Apa yang terjadi dengannya? Aku tidak sanggup untuk terus diam. Mungkin ini salah ku telah mengotori daerah tempat duduknya.

"Ra yuk pulang bareng!" Ratap sorot mataku.

"Apa ini? Ia tak marah. Tapi? Ia tadi mempertontonkan keganasnnya. Angin apa yang membawanya berpindah," Melamunkan wajah itu.

"Ra, kok melamun. Hei ini udah senja nanti kau malam sampai rumah." Ia melambai-lambaikan tangannya.

"Eh... Mianhae Wi. Hmm... Yuk!" Balas ku.

Belum sempat naik, diseberang seorang lelaki memanggil namaku dengan sangat keras.

"ZAHRAAA!!!" Teriaknya,

"Mianhae Wi, aku sudah dijemput."

"Ya gak papa." Angguknya malas.

Dia yang mejemput ku. Perhatian iti teramat berharga hari ini. Rahul Ihsan AR. Kakak tersayang dan paling TOP di hati. Menggunakan sepeda motor dengan air muka yang menyejukan. Alangkah senangnya aku ia menjemput. Padahal baru saja pulang dari Busan, ada kompetisi Sains yang ia ikuti di sana. Tidak lupa kami membudayakan salam antar adik dan kakak yang sangat dikenal, atau pertanda ketika telah berjumpa. Melawan air muka yang penat, ia menampilkan seyuman itu dihadapan ku.

Seperti biasanya, apa yang telah menjadi tradisi berjumpa. Ia menghapus-hapus umbun-umbunku tanda kasih sayang itu amat berat. Kami pun menikmati indahnya senja, dibawah pepohonan yang sudah kering kerontang.

"Siapa tadi dek, pacarmu ya?" Tanyanya mengejutkan ku.

"Bukan kak cuma teman biasa," Ujar ku sambil menunjukan senyum kotak.

"Teman atau teman?"

"Ih... Kakak." Ujarku kesal dan mendaratkan tangan pelan ke pipi tirusnya itu.

"Au... Sakit tau," Ringisnya.

Pas saat azan Magrib berkumandang kami pun sampai di rumah. Sangat kaget dan memberi kesan tercengah akan semua.

Peeerrttt...

Bunyi terompet itu. Selamat ulang tahun! Ucapan dari bunda dan kedua orang tuanya. Aku tidak termasuk pembuat suprise kali ini. Bahkan aku pun juga tercengah ketika melangkakkan kaki ke dalam rumah. Ia langsung memeluk kedua orang tuanya dan terharu atas semua ini. Ia pun memotong kue bolu coklat kesukaannya, dan sebenarnya aku pemikat coklat juga.

Setelah menyantap kue satu potong, kami bergegas mengambil air wudhu dan shalat Magrib berjama'ah. Masyaallah suara yang merdu itu menyejukan hati ini. Ia yang menjadi imam kali ini. Ditutup oleh salam dan doa, ku panjatkan doa yang amat berarti ini kepada-Nya.

Di ruang makan

"Ongomong-ngomong bagaimana jawaban kalian atas perjodohan ini?" Tanya ibunya.

"Tunggu waktu yang tepat bu." Ucapnya ragu.

"Menurut Zahra?" Lanjut ibunya.

"Jika Allah berkehendak aku akan terima." Tertunduk.

"Sudah, mereka akan menitih karier dulu." Ujar ayahnya yang sangat benar. Bunda hanya tersenyum manyun.

Bosen mendengar ini semua. Aku pun menyendiri, sambil menunggu kakak ku itu, ada yang akan ku berikan untuknya. Tak berapa lama ia datang. Tampang yang tampan itu datang bersamaan malam yang indah, dan sinar terpancar ke wajah rupawannya itu.

"Mengapa dek, kok ke taman belakang larut begini? Nanti siang kan bisa?"

"Shtt... Diam saja!" menaruh jariku di bibir.

"Apaan sih dek?"

"Tada..." Ku memberikan sebuah bingkisan.

Ia tampak kegirangan. Meski hanya baju koko, peci dan Al-qur'an yang ku berikan untuknya. Tapi inilah yang dinantinya. Tak disengaja dia mendekap ku tanpa sadar. Aku hanya terpaku saat itu. Dan tiba ia melepaskannya, mencubit pipi ini dan kembali mengusap-usap umbun-umbunku.

"Terima kasih adekku sayang," Ujar manisnya.

🍁🍁🍁

Pagi yang kurang mendukung. Mendung dan retintikan hujan turun tidak begitu deras, tetapi angin sangat membawa suhu dingin ini hingga menusuk tulang. Pergi di bonceng kakak tercinta, sekalian ia menuju sekolahnya. Dinyatakan kami hanya berbeda beberapa bulan saja. Ia duluan yang terlahir barulah diriku kecil dan sangat membuat kakak kandungku senang melihatnya. Satu arah dengannya, sebab itu sekalian jalan.

Sampai di sekolah aku pun pamit dan menyalimnya dengan sopan, bukan seperti hari- hari biasa aku tampak kurang sopan akannnya. Ku menulusuri lorong yang cukup panjang. Banyak dari mereka yang menjadikan mata ini panas akan prilaku yang kurang senonong, bermesraan di sekolah, itu bukannya tempat umum? Di depan kelas mereka. Termasuk satu anak ini, siapa lagi kalau gak Dwi namanya. Ia duduk bersama lawan jenis yang cukup berperawakan menawan. Tapi, anak itu memakai rok yang sangat ketat di atas lutut, pantas saja dia nyaman di sana.

"Senyum dong jangan cemberut saja!" Ujarnya lembut, tidak seperti biasa yang dingin kepada ku.

Perempuan itu membalas dengan senyuman manisnya. Aku pun masuk dengan perasaan marah dan kesal. Ku banting daun pintu itu dangan sekuatnya, sehingga mereka kaget.

"Mengapa ini terjadi di diriku?" Ratapan ini memengaruhi air mata. Dan kali ini menjadikan ku sadar ada yang berbeda tentang perasaan ini terhadapnya. Ku mencari-cari bukti yang kuat tentang perasaan yang sebenarnya.

Terpopuler

Comments

Catur Priyati

Catur Priyati

kyknya zahra bimbang satu sisi dia mengagumi fan mengidolakan kakakanya yg rupawan fan menafsirkan perasaan sayang kpd kakaknya adalah cinta.tapi di sisi lain saat dwi bersama wanita lain dia merasa cemburu tanpa ia sadari ttg perasaannya....siip deh

2020-08-06

0

Zhanshi04

Zhanshi04

sedikit saran
ku hantam seharusnya kuhantam
begitu juga dengan partikel ku- lainnya

semangat berkarya

2020-06-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!