"Mianhae bu, saya terlambat."
"Siapa lagi nih?" Bisik-bisik 2 orang yang duduk di depan.
"Perkenalkan, ini anak baru juga."
"Apa dia anak baru juga?" Bertanya-tanya kecil dalam benak.
"Annyeong haseo. Dwi Hardiansyah imnidda,"
"Ternyata ia bernama Dwi Hardiansyah," Benak ini berkompromi.
"Im from Indonesia. Hi..."
Benar bukan? Dia bukanlah asal dari kota ini. Negara yang sama.
"Aduh dekat..." Batin ku.
Guru pun mengizinkan kami duduk di bangku yang kosong.
Awal mula yang bagus. Teman yang berperawakan sawo matang dan cukup tampan itu menjadi awal interaksi ku dengan seseorang saat ini, tentang kepribadian maupun tempat tinggal masing-masing dari kami. Mungkin saja dekat dengan tempat tinggalku.
Medan, Bandar Khalifah! Hah, tempat kelahiran ku. Benar saja ia tinggal di sana? Dekat sekali tampaknya, hanya saja berbeda beberapa kilometer saja dari tempat tinggalku. Ia di sini, mencoba lebih jauh, agar tampak lebih mandiri. rumahnya tak jauh dari sekolah kami. Masih sangat pagi, bayangan saja belum sampai setengah tiang, para guru saat ini sedang rapat. Aku ingin perkenalan ini lebih lama lagi, mungkin saja dapat menjadikan mereka yang tadinya merendahkan ku dan menatap sinis akhirnya menjadi teman terbaik. Aku inginkan itu.
Menunggu tanpa kepastian itu sulit dan bahkan membuat kesal saja. Supir yang sejak tadi ditunggu, bahkan mentari sudah melampaui setengah tiang. Air yang asin ini terus saja membasahi seragam. Teriknya matahari sampai membakar kulit ini. Huu... Panas!
"Yuk naik Ra!" Sahutan itu terlihat oleh mata.
"Maksud mu?"
"Sudah, kau mau ku antar atau gak?" Sifat dingin itu kembali lagi. Padahal hari sudah mulai panas.
"Bukannya rumah mu dekat dari sini Wi?"
"AYO CEPAT! SUDAH PANAS NI!" Ia sudah terlihat kesal saja.
"Ok... Ok," Aku takut ia akan meledak-ledak.
Aku pun dibonceng di depan. Sepeda BMX itu menyakini akan teriknya siang ini. Angin sepoi-sepoi masih terbangi daun-daun yang gugur dari rantingnya. Ia sangat lelah tampak dari air muka itu. Waktu Dzuhur pun masuk. Sungguh pas, di sebelah toko mas ada mushola. Berhenti agar mendirikan shalat lohor saat ini. Setelah selesai dan ditutup dengan salam dan doa. Kami pun melanjutkan perjalan yang sangat melelahkan ini tiba-tiba terdengar bunyi perut memanggil agar diisi oleh makanan. Ia langsung malu dan menampilkan wajah lapar sayupnya itu. Langsung saja tanpa banyak waktu, syukur diseberang ada warung. Kami mampir untuk mengeyangkan perut sekejap. Dengan lahap dan cekatannya ia menyantap makanan tersebut.
"Dwi!" Sahutku.
"Apa?" Jawaban tak peduli itu.
"Di sisi bibirmu ada..." Terpotong oleh sahutan kasar darinya.
"Sudah lupakan saja!"
"Anu..." Tak sabar melihanya, ku ambil sebutir nasi di sisi bibirnya tersebut.
"Mianhae." Ujarku.
"Hmm..." Wajahnya mendekat kehadapanku. Aku pun tertunduk malu.
"L.E.B.A.Y!" Ia menghapus kepalaku dengan lembut. Dan tersenyum manis membuat ku meleleh seketika.
Apa yang ku lakukan? Allah akan murka. Jika aku seperti ini. Awal yang membuat bimbang. Ku ketahui manusia tidak akan merasakan jika ini yang disebut namanya..... AKHH!!! AKU GILA!!! Kewajaran sudah di atas ambang-ambang kepercayaan, bahwa aku sudah gila. Biarkan semua luapan amarah, cerita dan pujian bercampur baur. Tapi ini semua menjadikan diri seorang Zahra pupus akan Dwi yang pesona.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Catur Priyati
awal yg bagus...akankah berlanjut
2020-08-06
0
Zhanshi04
malu malu malu
2020-06-28
0