*Episode 9

Arya pun langsung meraih tangan sang mama. "Mama sayang, percayalah. Papa pasti juga sedang bahagia sekarang. Dia pasti bisa melihat kebahagiaan yang saat ini sedang kita rasakan. Jadi, mama ku yang cantik ini tidak perlu bersedih hati. Hari ini kan adalah hari bahagia kita, Ma."

Wajah sedih seketika berubah bahagia. Senyum kecil langsung terlukis bersama anggukan pelan yang sang mama tunjukkan.

"Yah, mama rasa begitu, Arya. Karena sejatinya, papa tetap hidup dalam ingatan dan perasaan mama. Mama yakin kalau dia juga bisa melihat kebahagiaan kita saat ini."

Arya pun langsung mengangguk mantap.

"Benar sekali."

"Aduh, kok malah jadi ngomongin hal yang beginian kita nya. Ayo gerak sekarang. Jangan buat calon mantu mama menunggu lama."

Merekapun langsung meninggalkan tempat mereka berdiri sebelumnya. Keluar dari rumah menuju mobil yang sudah disiapkan. Sapaan dan pujian Arya terima. Setelahnya, merekapun meninggalkan rumah menuju kediaman Zoya, tempat di mana akad nikah itu akan diadakan.

Berkendara selama beberapa saat, akhirnya mobil tiba juga di tempat tujuan. Perasaan Arya yang sebelumnya gugup, kini semakin di buat gugup saja ketika mobil yang dia tumpangi berhenti.

Perasaan Arya sedang bercampur aduk sekarang. Rasa bahagia, rasa takut, juga rasa cemas. Bagaimana tidak? Sejak kejadian itu, dia tidak lagi bisa menghubungi Zoya. Satu kalipun tidak ada komunikasi yang terjadi setelah masa lalunya Zoya ketahui.

Zoya memutuskan kontak dengannya. Zoya menghindari dirinya saat dia ingin bertemu dengan cara mendatangi rumah calon istrinya itu. Dengan segala cara, Arya berusaha. Tapi Zoya terlalu kekeh untuk tidak ingin bertemu.

Walau begitu, pernikahan ini tetap terjadi. Arya yakin, Zoya pasti tidak akan bahagia dengan pernikahan ini. Arya juga takut, kalau-kalau, Zoya benar-benar akan mengacaukan pernikahan mereka karena gadis itu tidak menyukainya lagi.

"Arya."

"Kok malah diam?"

"Ah, mama. Aku ... gugup."

Sang mama tersenyum lebar. Satu tangan langsung menepuk pundak anaknya dengan pelan. "Ya wajar. Namanya juga mau nikah. Mau bertatap muka dengan si pujaan hati. Wajarlah gugup."

"Tapi, Ar. Jika kamu terus diam di sini. Maka pernikahan ini tidak akan terlaksana, tau?"

"Sudah. Ayo gerak sekarang. Masuk! Kita pasti sudah di tunggu."

Arya langsung mengangguk pelan. Meskipun kakinya bergerak. Namun, perasaan gugup yang sedang menyapa hati tetap tidak berkurang. Malahan, semakin kaki melangkah, semakin besar pula lah rasa gugup itu dia rasakan.

'Tuhan. Lancarkanlah semuanya. Jangan biarkan sedikitpun masalah menghampiri pernikahan ini. Aku terlalu takut sekarang,' ucap Arya dalam hati.

Sambutan dari tuan rumah langsung terlihat. Senyum manis sepasang suami istri yang menyambut calon menantunya. Kedua mama pun langsung berpelukan. Dua keluarga yang memang sudah sangat dekat. Tidak ada kecanggungan sedikitpun yang tercipta.

Masuk ke dalam rumah, mata Arya menyapu dengan liar seluruh tamu undangan. Rasa takut kembali hadir. Benaknya tiba-tiba memikirkan hal yang tidak ingin sedikitpun terjadi di pernikahannya itu.

'Bagaimana kalau Zoya tiba-tiba mengatakan kalau dia tidak ingin menikah dengan ku secara tiba-tiba di depan semua tamu ini?'

'Tuhan, dunia ku pasti akan hancur seketika. Aku tidak ingin hal itu terjadi. Aku tidak ingin Zoya merusak pernikahan ini. Terlebih, aku sangat amat tidak ingin Zoya pergi meninggalkan aku. Jangan hampakan hatiku, ya Tuhan.'

Harapan demi harapan, wajah sedih yang Arya perlihatkan. Lalu, sebuah tangan langsung menyentuh pundak Arya dengan lembut.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Suara pelan langsung terdengar. Arya langsung menoleh. Di sampingnya, ada papa Zoya yang sedang merangkul pundaknya. Belum sempat Arya menjawab, orang tua itu malah kembali berucap. "Jangan cemas. Semua akan baik-baik saja. Tapi setelah ini, kamu harus berusaha dengan sangat keras untuk meyakinkan dia bahwa kamu sungguh mencintainya, Arya."

Kata-kata itu seakan embun yang hadir di saat dahaga melanda. Seketika, semangat Arya langsung kembali membara. Senyum kecil di susuk anggukan pelan langsung terlihat.

"Papa tenang saja. Akan aku lakukan semua yang terbaik sebisa aku, Pa. Percaya padaku, aku pasti akan berusaha sekeras mungkin."

Papa Zoya sedikit mengukir senyum. Setelahnya, mereka duduk ke tempat yang sudah disiapkan. Setelah penghulu datang, kedua mama langsung menjemput Zoya di kamarnya.

Sementara itu, di kamar, Zoya masih berada di depan cermin. Menatap lekat wajahnya yang sudah di hias dengan indahnya oleh penata rias.

Cantik. Sangat cantik. Kebaya putih yang melekat di tubuhnya berpadu indah dengan aksesoris yang terpasang dengan indah pula di atas kepala. Polesan make-up pengantin yang terlihat sempurna. Sungguh menambah indahnya dirinya Zoya saat ini.

Sayang, semua itu tidak ada artinya bagi Zoya. Karena hatinya yang sudah hancur dan tidak lagi ingin menikah, rasanya, dia ingin sekali merusak apa yang saat ini sedang dia pakai.

"Zoya."

"Mama masuk sekarang ya," ucap sang mama dengan lembut.

Zoya tidak menjawab. Tapi sang mama langsung membuka pintu. Saat melihat sang mama datang bersama dengan calon mertua, Zoya berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Karena dia tidak ingin sang calon mertua tahu kalau saat ini, dirinya tidak setuju untuk menikah.

"Wah, cantiknya." Puji mama Arya sambil tersenyum lebar.

Zoya membalas senyum itu dengan susah payah. Sang mama yang tahu akan apa yang anaknya rasakan langsung mengalihkan perhatian agar calon besannya tidak menyadari apa yang saat ini sedang terjadi.

"Zoya terlalu gugup, mbak. Tau gak, berkali-kali keringetan. Jadinya, berkali-kali pula penata rias harus menambahkan bedak pada wajahnya."

"Ish, wajar lho, Sin. Arya aja gugup pake banget. Mau datang ke sini aja melamun berulang kali. Aku harus bangunkan dia berulang kali dari lamunannya itu lho kamu tahu?"

"Dasar anak-anak. Hm."

"Ah, iya. Kok malah ngobrol lama. Ayo kita bawa Zoya turun," ucap mama Zoya dengan wajah bahagianya.

Zoya hanya bisa pasrah. Nyatanya, setelah hari ini, dia akan tetap bersandiwara sebagai orang yang bahagia. Derita hari yang dia rasakan, hanya dirinya sendiri yang akan tahu.

Yah, demi menikah hari ini, papanya bahkan rela mau mengorbankan nyawanya sendiri. Malu? Alasannya karena malu. Tapi, Zoya tidak bisa menyangkal akan hal itu. Jika pernikahan dibatalkan, orang tuanya memang akan menanggung malu yang besar.

Biarlah. Pernikahan ini akan dia jadikan sebagai bakti untuk membalas jasa orang tuanya selama ini pada dirinya. Walau dia harus mengorbankan hati, Zoya akan tetap melakukannya. Setelah niat untuk melarikan diri gagal. Zoya sadar, kalau dirinya tidak bisa menyakiti hati kedua orang tuanya. Karena tanpa mereka, Zoya tidak akan pernah ada.

Zoya menurut dengan patuh saat kedua mama menggandeng lengannya untuk turun. Sebenar lagi, sebentar saja lagi, status dirinya akan berubah. Dia akan jadi istri dari pria yang tidak lagi ia cintai. Sungguh sangat di sayangkan. Pernikahan bahagia yang selama ini dia harapkan, ternyata hanya sebatas mimpi saja.

Terpopuler

Comments

Patrick Khan

Patrick Khan

. sabar zoya ini ujian😤😤

2025-01-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!