*Episode 15

"Mas Arya. Semua ini ... kamu yang mengaturnya?"

"Yah. Tentu saja. Apa kamu suka?"

"Hm. Yah. Aku suka. Terima kasih."

"Tidak perlu, Aya. Asal kamu suka, aku sudah sangat bahagia."

"Awalnya, ini adalah kejutan besar yang aku siapkan sebelum kita menikah. Aku ingin ratuku bahagia tinggal di istana yang aku buatkan. Tapi ... ah, sudahlah. Lupakan saja."

"Oh iya, apa kamu sudah memutuskan untuk tinggal di kamar mana, Aya?"

Zoya mengangguk pelan.

"Hm, aku mau tinggal di kamar itu saja," ucapnya seraya mengarahkan telunjuk ke kamar pojok yang ada di lantai dua.

Mata Arya pun langsung tertuju ke arah yang Zoya maksudkan. "Yang itu?"

"Ya. Bolehkah?"

"Tentu saja."

"Ah, karena kamu pilih kamar itu, bagaimana kalau aku tinggal di kamar sebelahnya? Kamar utama akan kita gunakan jika mama atau keluarga kamu datang berkunjung?"

"Maksudnya?"

"Ya ... gak mungkin kita akan tetap tinggal di kamar yang terpisah jika keluarga kita datang ke rumah 'kan, Aya?"

Zoya tidak langsung menjawab. Benaknya sedang mencerna apa yang Arya katakan. Dan, sesaat kemudian, benak itu membenarkan perkataan Arya.

"Iya ... benar juga. Baiklah."

Dan, begitulah kesepakatan kembali tercipta di antara mereka berdua. Pernikahan yang harusnya bahagia. Tapi sekarang malah sebaliknya. Bukan karena tidak saling cinta pada awalnya, melainkan, karena hati yang sebelumnya sudah terluka terlalu sulit untuk diobati kembali.

Mereka menikah bak pasangan yang tidak saling kenal, bersatu karena paksaan dari orang tua. Padahal, awalnya mereka adalah pasangan yang saling jatuh cinta. Sama-sama berniat untuk membangun rumah tangga yang bahagia. Sayangnya, tragedi sebelum pernikahsn malah merusaknya.

Keduanya menaiki tangga yang sama untuk mencapai lantai dua. Namun, langsung terpisah setelah anak tangga berakhir. Mereka pergi menuju kamar masing-masing.

Berat buat Arya, tapi sedikit lega buat Zoya. Karena permintaannya kali ini masih Arya penuhi. Walau sebelumnya, Arya terlihat sangat ingin tinggal di satu kamar yang sama. Bahkan, sudah berkata kalau mereka harus tinggal di kamar yang sama meski dia sudah berjanji untuk tidak meminta haknya sebagai suami.

'Maaf, mas Arya. Terlalu berat untuk aku tinggal di kamar yang sama denganmu. Hatiku tidak menginginkan hal itu. Rasanya, aku sangat tidak nyaman.' Zoya berucap dalam hati sambil terus melangkah.

'Aya. Akan aku berikan kamu banyak kebebasan untuk memisahkan diri dariku. Tapi, aku tidak akan pernah menyerah untuk membuat hatimu jatuh cinta padaku lagi. Aku percaya, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Kau pasti akan kembali jadi milikku lagi.' Hati Arya pula berkata.

....

Hari-hari berlalu dengan tenang. Keduanya cukup dekat meski tidak sebagai pasangan. Karena Zoya masih tetap tidak bisa menerima kenyataan masa lalu Arya yang sudah memiliki anak dengan wanita lain.

Ingin dia membuka hati, lalu memberikan maaf buat Arya. Setelahnya, membangun hubungan dengan dasar cinta lagi seperti sebelumnya. Sayang, selalu saja, sesaat setelah pikiran itu muncul, benaknya langsung menolak dengan cara memutar kembali ingatan saat Arya bersama Kinan.

Hal tersebut langsung membunuh niat untuk mberikan Arya kesempatan. Perasaan takut pun langsung menyerang. Takut jika masa lalu Arya datang di saat keluarganya sudah bahagia. Takut jika suatu hari nanti, saat dia sudah bahagia bersama Arya, lalu mereka punya anak. Anak Arya mendadak muncul dengan alasan apapun. Karena darah Arya yang mengalir dalam diri anak tersebut, tidak mungkin untuk dihilangkan, bukan? Meski wanita itu tidak menikah. Tapi anak Arya tetaplah anaknya.

"Zoya."

"Astagfirullah." Zoya berucap sambil menyentuh dadanya. Karena terus melamun, dia langsung terkejut dengan panggilan yang datang secara tiba-tiba barusan.

"Lho, kok kaget sih?" Arya berucap sambil mengambil posisi duduk di samping Zoya.

"Kaget? Nggak kok. Gak kaget."

"Nggak? Barusan itu? Apa?"

"Cuma sedikit terkejut," jawab Zoya asal tanpa menoleh.

Arya malah tersenyum manis.

"Yah, sama aja itu namanya, nona. Kaget dengan terkejut itu sama."

"Siapa bilang? Nggak kok. Gak sama. Beda tuh."

"Ha? Beda? Di mana bedanya? Coba jelaskan!"

"Ya beda dari-- " Ucapan Zoya langsung tertahankan. Karena setelah berucap kata dari, wanita itu langsung memalingkan wajahnya ke arah Arya. Saat itulah, pandangan mereka beradu. Pandangan mereka sangat amat dekat satu sama lain. Yang seketika langsung membuat jantung Zoya berdegup dengan kencang.

Beberapa detik saling tatap, akhirnya Zoya sadar. Dia langsung mengalihkan pandangannya dari Arya. "A-- aku ... mau ke-- "

"Tunggu dulu, Aya." Arya berucap sambil menahan tangan Zoya. "Aku punya sesuatu untukmu."

Lalu, setangkai tulip pria itu keluarkan.

"Untukmu."

Mata Zoya langsung terfokus pada bunga kesukaannya. Di daerah ini cukup sulit untuk menemukan bunga tersebut. Tapi sekarang, Arya punya bunga itu. Dari mana dia mendapatkannya?

"Tulip?"

"Yah. Tulip kesukaanmu."

"Kamu ... mendapatkannya dari mana?"

"Rahasia."

"Ha? Lho, kok main rahasiaan segala sih."

"Ya haruslah. Harus aku rahasiakan dari mu. Jika tidak, besoknya, aku tidak lagi bisa bikin kejutan buat kamu. Karena aku yakin, kamu pasti akan mencari di mana tempat tulip itu berada. Bukankah dengan begitu, sumber kejutan ku akan hilang?"

Tanpa sadar, bibir Zoya terangkat. Seperti sebelumnya, saat dia masih belum tahu masa lalu Arya, begitulah hatinya merasa hangat. Pria itu ternyata masih sama. Masih bisa membuatnya bahagia.

Senyum manis yang Zoya perlihatkan, meskipun singkat dan kecil. Tapi itu cukup membuat perasaan Arya sangat bahagia. Sungguh, dia merasa sangat senang.

'Aku ... ya Tuhan, ini bukan mimpi. Zoya tersenyum lagi.' Hati Arya bicara dengan mata penuh rasa syukur akan apa yang saat ini sedang ia lihat.

Perlahan tapi pasti, perasaan Zoya sedikit diperbarui. Pertimbangan demi pertimbangan terus saja dia lakukan. Sepanjang itu pula, usaha Arya untuk membuat sang istri yakin akan cintanya terus berlanjut.

Arya cukup romantis. Meski Zoya masih bersikap dingin, tapi dia tidak kunjung menyerah. Selalu dia lakukan semuanya dengan setulus hati. Mulai dari perhatian, kasih sayang, juga cinta yang tidak sedikitpun memudar. Arya benar-benar konsisten dalam usahanya untuk membuat hati Zoya bahagia.

Arya selalu membawakan makanan kesukaan Zoya. Memperhatikan waktu makan di saat kesibukan yang sedang dia jalani adalah kebiasaan yang selalu Arya lakukan. Dan, tak lupa pula, semua kesukaan Zoya selalu dia ingat. Bahkan, setiap ada menu baru di restoran miliknya, Zoya adalah orang yang tidak akan pernah dia lupakan untuk mencoba makanan tersebut.

Singkatnya, Arya sangat perhatian pada istrinya itu. Meski hubungan mereka masih hambar, tapi Arya tetap tidak menyerah. Karena itu, rasa takut yang ada dalam hati Zoya semakin menipis. Keyakinan pula yang saat ini bertambah besar. Di tambah lagi dengan ucapan dari kakak dan kedua orang tuanya, mungkin, keputusan untuk kembali memberikan hati pada Arya akan segera dia ambil.

Terpopuler

Comments

Patrick Khan

Patrick Khan

. ah zoya gampang luluh..😂😂

2025-01-06

0

Patrick Khan

Patrick Khan

. ah zoya gampang luluh..😂😂

2025-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!