Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Maaf banyak typo's bertebaran dan kesalahan dalam penulisan di bawah ini!
********❤❤❤❤*********
Ridwan mengetuk pintu Ndalem dengan sopan. Setelah mengucap salam 2 kali akhirnya ada sahutan dari dalam. Dengan senyum ramah dia menyapa Garwo (sigaraning nyowo dalam arti bahasa Indonesia pasangan sejati, jodoh dan sebagainya) Abah Zailani. Ridwan menyatukan kedua tangan mengganti salaman.
Ummi Fatimah tersenyum melihat Ridwan yang sangat sopan. Dia mempersilakan masuk ke dalam. Setitik memori membuat ia ingat Suaminya pernah bilang mau menjodohkan putri keempat mereka dengan kang asrama inti. Apa jangan-jangan pria tadi yang hendak jadi mantu?
Abah Zailani datang menemui Ridwan sembari tersenyum tipis. Dia sangat senang melihat pria asal Irak datang tepat waktu. Ia duduk di sofa dan saat Ridwan mau duduk di lantai tentu menghalangi. Abah Zailani menyalami Ridwan kemudian menepuk puncak kepala sebelum anak Sholeh beranjak.
Ridwan menyalami Abah Zailani dengan mencium punggung tangan lalu merasa senang mendapat tepukan pelan dipuncak kepalanya. Dia kembali ke tempat duduk sembari menunduk sebagai rasa sopanya. Ia tidak akan menanyakan perihal kenapa di panggil kemari. Bu Nyai Garwo dari Abah Zailani datang membawakan segelas kopi dan camilan. Sungguh Ridwan sangat malu merasa tidak sopan.
"Seharusnya tidak perlu repot, Bu Nyai."
"Apa yang repot, Nak. Lagian Ummi dan Abah tidak merasa direpotkan. Namanya siapa, Nak?"
"Syukron kasir, Bu Nyai. Nama saya Muhammad Alfiyan Nur Ridwan."
Ummi Fatimah tersenyum melihat Ridwan begitu terdidik atas sikap sopan santunnya. Dari gerak-gerik serta raut wajah ia paham seberapa baik pria di depannya. Pantas saja Suaminya memilih pria ini jadi pendamping Annisa.
"Afwan. Ayo di minum, pasti haus," ujar Abah Zailani sembari tersenyum.
Ridwan dengan sopan mengaguk menuruti perkataan Abah Zailani. Sebelum minum ia mengucap Bismillah lalu menyeruput pelan. Sebenarnya ini manis dan Ridwan tidak suka manis. Sedikit susah payah ia teguk wedang kopi agar mereka senang.
Abah Zailani dan Ummi Fatimah tersenyum melihat Ridwan. Wajah rupawan di padu sikap baiknya membuat mereka suka. Tidak salah memilih menantu bukan? Semoga saja pria ini mau menjadi menantu mereka.
Cukup lama mereka diam tanpa ada suara. Ridwan masih betah menunduk sopan. Dia masih penasaran kenapa di panggil ke Ndalem? Rasanya detak jantung Ridwan berdegup kencang.
"Kang Alfiyan di asrama sudah berapa tahun?" tanya Ummi Fatimah mengawali.
"Saya baru sebentar di sini, Bu Nyai," sahut Ridwan.
"Sebentar asal niat insya Allah ilmu bermanfaat. Apa sudah lulus Diniyah? Apa masih menjadi Mahasiswa?"
Antahlah Ummi Fatimah terasa ingin mengorek kepribadian pria di depannya. Sebenarnya dia sangat tahu tentang pria ini dari Suaminya. Sebagai Ummi sudah sepantasnya ia mengetahui langsung seluk beluk calon menantunya. Lagian Annisa adalah putri kesayangan Ummi Fatimah walau nakal bin bandel.
Ridwan menunduk merasa kurang pantas berada di antara mereka. Dia tidak mungkin menyombongkan diri. Karena semua prestasi hanya anugerah serta titipin Allah. Sebagai hamba hanya perlu bersyukur atas kelebihan atau kekurangan. Ridwan juga enggan mengatakan segala kelebihan semata titipan Allah.
"Alhamdulillah saya sudah lulus dan sudah menjadi penghuni asrama pengurus. Saya baru lulus tahun lalu Bu Nyai, Alhamdulillah."
"Alhamdulillah."
Abah Zailani menepuk tangan Istrinya agar berhenti bertanya macam-macam pada Ridwan. Dia akan mulai serius setelah basa-basi sebentar. Ia berdehem sebentar supaya situasi menjadi lebih ringan. Tidak lama Abah Zailani tersenyum sewaktu Istrinya mengukir senyum teduh.
"Kang Alfiyan, maksud Abah memanggil ada sesuatu yang menjangal di hati kami. Kami berniat meminta bantuan, apa bisa?"
Ridwan menyengit mendengar perkataan Abah Zailani. Ada gerangan apa seorang Kiai besar asal Indonesia meminta bantuan terhadap dirinya? Kalau begini ia merasa segan tidak mampu berkutik. Ridwan jadi salah tingkah sehingga memilih menunggu seraya menunduk.
"Insya Allah, saya akan membantu sekiranya saya mampu. Memang Abah dan Bu Nyai meminta bantuan apa?"
"Begini, Abah punya Putri yang terkesan sangat nakal. Nakal dalam artian tidak suka di kengkang, suka seenaknya sendiri, tidak mau mendengar kami dan suka bermain bersama teman-temannya. Putri Abah belum lulus masih kurang 1 tahun wisuda. Menurut Kang Alfiyan jodoh Putri Abah harus pria seperti apa?"
Abah Zailani dan Ummi Fatimah harap cemas mendengar jawaban Ridwan. Semoga saja sesuai ekspetasi mereka yang sangat ingin pria ini. Mereka tersenyum saat Ridwan mendongak menatap mereka. Bisa di lihat betapa rupawan pria di depannya. Mata besar dengan manik hazel terasa memikat untuk di pandang.
Ridwan menatap Abah dan Bu Nyai penuh arti. Mata teduhnya perlahan menyipit karena tersenyum. Lesung pipi di warisi Uminya terasa menggemaskan. Dia berharap jawaban ini tidak membuat mereka salah mengartikan. Ridwan harap semoga Bu Nyai dan Abah memaklumi apa yang menjadi jawaban.
"Saya beri saran untuk sedikit membimbing Ning yang terkesan nakal. Abah dan Bu Nyai harus lebih perhatian pada, Ning. Sejatinya Ning hanya membutuhkan perhatian lebih serta kasih sayang. Jangan terlalu keras karena Ning tipe gadis yang lembut. Jika keras maka semakin menjadi, coba halusi dan luangkan waktu lebih lama. Ning juga harus ada pembimbing agar mendapat pengetahuan lebih luas. Soal jodoh saya hanya berpendapat dari sisi pikiran saya. Pria itu harus memiliki sikap : baik, ramah, santun, sabar, penyayang dan tegas. Dengan pria seperti itu maka Ning akan menjadi pribadi yang lebih baik. Sikap penyayang di balik budi pekerti yang luhur akan menjadi Imam yang baik. Biasanya mereka akan memberikan segala kebahagiaan serta kasih sayang padanya. Ada kalanya mereka tegas secara bersamaan jika Istrinya di luar kendali. Biasanya setelah itu sang pria akan meminta maaf atas tindakan menghardik Istrinya. Jadi, jodoh yang tepat untuk Ning harus memiliki budi pekerti yang baik, penyayang dan bisa tegas secara bersamaan. Sekali lagi maaf saya terlalu banyak bicara."
Ridwan merasa bersalah telah mencetuskan pendapatnya. Apa yang di pikirkan Abah Zailani tentang dirinya yang sok pintar? Semoga saja Abah dan Bu Nyai mau memaklumi kata-kata kurang sopan. Kalau begini Ridwan merasa berdosa akan kelancangan sewaktu bicara.
Abah Zailani dan Ummi Fatimah tersenyum mendengar jawaban Ridwan. Tidak salah mereka memilih calon menantu. Bahkan tanpa sengaja Ridwan menyebutkan diri sendiri untuk jadi kandidat secara tidak langsung. Mereka tersenyum bangga pada pria berprestasi ini.
Mereka akan menjawab tanpa membahas rasa tidak enak Ridwan. Sejatinya semua jawaban pria itu benar adanya. Mungkin karena terlalu sibuk membuat. Abah Zailani dan Ummi Fatimah kurang perhatian pada Annisa.
"Itu pria yang paling tepat untuk Putri kami. Lalu bagaimana jika Ning menikah dengan pria itu? Apa pria itu bisa memaklumi pernikahan secara private? Soalnya putri Abah belum lulus dan baru lulus 1 tahun kemudian. Setelah lulus maka resepsi pernikahan akan di langsungkan di sini. Abah ingin membuat Nduk menjadi pribadi yang lembut. Abah ingin pria itu nanti menjadi penuntun Ning menuju jalan-Nya Allah."
"Soal itu sepertinya bisa di bicarakan, Abah. Kalau demi kepentingan Insya Allah bisa di private rumah tangga mereka. Sekalian menjadi guru dan saling mengenal lebih dalam. Aamiin, semoga saja pria itu mampu menjadi imam serta ladang amal Ning menuju Syurga-Nya Allah, Aamiin."
"Aamiin ya Allah, bagaimana Tole Alfiyan mau menjadi pendamping Putri, Abah?"
Ridwan tersentak mendengar perkataan Abah Zailani. Dia mengerjap beberapa kali untuk menetralkan pikiran. Apa ia salah dengar sehingga terasa ambigu? Karena gugup Ridwan berdehem pelan untuk menetralkan semua.
"Maksud Abah bagaimana? Maaf saya kurang fokus akan tadi. Sekali lagi maaf atas tindakan kurang sopan saya."
"Jangan terlalu meminta maaf, Le. Jadi begini apa Nak Alfiyan bersedia menjadi Imam untuk Putri saya? Apa Nak Alfiyan bersedia menuntun Nduk Annisa menuju jalan yang benar? Abah berharap Nak Alfiyan mau menjadi Imam untuk Nduk Anisa. Abah berharap Nak Alfiyan mampu menuntun Nduk Annisa menjadi wanita shalehah penghuni Surga-Nya."
Ridwan terdiam seribu bahasa tanpa kata. Dia menunduk dalam menyembunyikan rasa terkejut. Sungguh bukan mau menolak ini begitu sulit. Dirinya baru memasuki 25 tahun dan belum bisa mencari uang secara benar dan kini harus menanggung anak orang. Walau Ridwan paham pekerjaan selalu ada, tetapi belum bisa melangkah lebih jauh. Lagian belum mengenal gadis itu, lalu apa yang harus Ridwan lakukan?
Dengan tersenyum manis Ridwan akan bertanya kenapa bisa Abah menginginkan ia sebagai menantu, "buka lancang atau bagaimana apa pantas saya menjadi menantu, Abah dan Bu Nyai? Saya banyak kekurangan dan bukan pria baik-baik. Saya hanya hamba Allah penuh dosa tidak memiliki keahlian menonjol. Apa yang Abah lihat dari pria penuh kekurangan seperti saya?"
Abah Zainal tersenyum mendengar pertanyaan Ridwan. Dia menatap Istrinya Fatimah sembari tersenyum teduh. Ia tidak punya banyak kata untuk menjawab pertanyaan itu. Sejatinya Ridwan sangat tahu apa jawaban yang akurat pada diri sendiri.
Ummi Fatimah hanya bisa berharap cemas soal calon menantunya. Dia yakin pria ini bisa menjadi Imam untuk Annisa terkesan bandel. Semoga saja Ridwan mau menerima perjodohan ini.
"Sangat pantas karena Abah sendiri yang memilih Nak Alfiyan menjadi menantu kami. Jangan merendahkan diri karena kami tahu tentang, Nak Alfiyan. Abah salut pada akhlak dan budi pekerti Nak Alfiyan yang baik. Nak Alfiyan begitu sopan santun menjaga etika yang patut di jaga. Sikap dan semua tentang Nak Alfiyan membuat Abah yakin bahwa pria di depan kami adalah jodoh yang dikirim Allah untuk Nduk Anisa. Apa sekarang Nak Alfiyan bersedia menerima khitbah kami?"
Ridwan terdiam tanpa mampu menjawab perkataan Abah Zailani. Dia menunduk sebentar lalu tersenyum ramah pada mereka. Dengan sopan ia meminta waktu agar membicarakan pada kedua orang tuanya. Ridwan berharap setelah shalat Istikharah serta meminta pendapat pada Umi, Ayah dan Abinya maka semua permasalahan terjawab.
****
Annisa baru pulang dari aula tampak berbinar terang. Dia begitu senang Hamdan ceramah begitu bijak penuh makna. Suami idaman di kirim Allah untuknya. Hingga sebuah kecelakaan terjadi ketika Annisa tanpa sengaja menginjak roknya sendiri.
Sejatinya Annisa adalah gadis ceroboh yang sangat nakal. Dia mengaduh kesakitan ketika tersungkur di tanak. Cukup bersyukur karena ini bukan di lantai. Annisa jengkel kenapa roknya nakal sekali membuatnya jatuh?
Ridwan menyengit melihat Mbak nyunsep di tanah. Tunggu sepertinya ia kenal dengan Mbak ini. Oh dia ingat ini Mbak asrama jatuh sembari menarik celananya. Ceroboh sekali gadis kecil ini sampai pusing.
Annisa meringis ngilu saat telapak tangannya berdarah. Hingga sebuah sapu tangan warna putih terulur di depannya. Dia mendongak menatap siapa yang memberi sapu tangan. Bukanya ini Kang tadi yang tidak sengaja menjadi korban kecerobohan?
"Mbak tenang sapu tangan saya higenis. Lain kali hati-hati jangan ceroboh. Gunakan itu untuk membalut luka, Mbak."
Ridwan tersenyum tipis setelah sapu tangan pindah tangan. Dia berlalu tanpa menengok ke belakang. Pikirannya tertuju pada percakapan bersama Abah dan Bu Nyai. Semoga saja semua terjawab melalui shalat Istikharah. Besok Insya Allah akan meminta saran Kedua orang tuanya.
Annisa masih menggenggam sapu tangan Ridwan. Dia tatap punggung pria tegap itu penuh makna. Antah kenapa jantungnya berdegup kencang. Sudahlah Annisa malas memikirkan itu semua.
******
Maaf absurd wkwkwkkw.
Ikuti kisah mereka ya Say!
Salam cinta
Rose_Crystal 030199
28*08*20
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Amora
baiklah ...
2024-06-28
0
Ruby Talabiu
masa udah gede masih injak rok sendiri ahhahah dasar ini thor pintar nulis nya wkwkwkkw
2020-11-22
0
👑 Mellysa 💣
Aduh...Annisa ceroboh amat ya jadi cewek. Untung jodohmu Mas Ridwan yg pasti akan sabar menghadapi sikap tengilmu itu. 😂😂😂😂😂
2020-10-09
13