"Apa aku berhalusinasi?" tanyanya di dalam hati.
Si Nenek pun mencoba mengabaikan suara tangisan itu. Namun tangisan tersebut terdengar lebih lama dari sebelumnya.
"Tapi, kenapa suaranya terdengar begitu nyata? Duh Gusti Pangeran Agung, hamba tahu bahwa hamba sangat menginginkan keturunan, dan Engkau belum menghendakinya," adunya di dalam hati.
"Hamba mohon, jangan Engkau biarkan hamba menggila karena obsesi dunia hamba yang hanya sesaat, biarkanlah hamba berbakti kepada suami hamba hingga akhir hayat hamba!" lanjutnya.
Sekali lagi si Nenek berkonsentrasi untuk memasak. Namun, ia tidak bisa menghilangkan suara tangisan bayi itu dari pendengarannya seberapa pun keras ia mencoba.
Hingga akhirnya sampai pada suatu titik dimana si Nenek benar-benar tidak bisa membiarkan suara yang mengusik hatinya itu. Ia pun meletakkan pisau dapur yang ia gunakan untuk membersihkan sisik ikan. Ia letakkan ikan ke dalam wadah besek anyaman bambu, lalu ia tinggalkan ikan dan pisaunya begitu saja.
Ia mencoba menengok ke bawah kolong dipan, meja, dan segala kolong yang ada. Ia buka almari, dandang, ember, gentong, dan segala benda beruang yang mungkin bisa digunakan sebagai tempat penyimpanan. Namun hasilnya nihil. Ia tidak bisa menemukan sosok bayi yang ia cari.
"Kira-kira dimana ya?"
Si Nenek berputar-putar mengitari area dapur, memikirkan tempat dimana bayi itu kemungkinan berada.
"Ah!" sentaknya saat sebuah pemikiran terlintas di kepalanya.
Si Nenek mendongak, ia memicingkan mata, mengamati kayu-kayu penyangga atap yang berjajar rapi. Matanya dengan jeli menelusuri lajur demi lajur.
"Mana mungkin ada di atas saka atau paga. Memangnya bayi tikus curut yang suka berlarian di atap apa?!"
Si Nenek pun menghentikan tindakannya saat menyadari bahwa tindakannya itu sia-sia.
Si Nenek benar-benar dibuat bingung memikirkan asal suara tangisan tersebut. Lantas, ia pun berlari ke kamar untuk membangunkan suaminya.
"Ki, Aki bangun!"
"Eng...apaan...sih, Nini? Aki baru tidur ini, jangan ganggu...," gumam si Kakek dengan malas.
"Ada bayi, Ki. Ada bayi," ucap si Nenek seraya menggoyangkan tubuh si Kakek dengan pelan.
"Bayi siapa? Nggak penting ah. Hm...ngantuk," balas si Kakek masih dengan malas.
"Hissh, Aki! Dengerin baik-baik dong! Ada bayi nangis di rumah kita. Nini sudah nyari kemana-mana tapi nggak ketemu," jelas si Nenek.
"Nini berhalusinasi kali," ucap si Kakek masih memejamkan mata.
Rasa mengantuk yang melanda tidak bisa ia tahan. Kesadarannya pun setengah melayang. Ia hanya membalas ucapan si Nenek sekenanya saja.
"Nini berhalusi ikan," jawab kesal si Nenek.
"Nggaklah. Nini nggak lagi berhalusinasi. Beneran ada suara orok nangis di rumah kita," sambung si Nenek meluruskan kalimatnya.
"Hm...bayinya peta semalam ketinggalan kali," balas si Kakek sekenanya lagi.
"Masak iyya peta semalem tega ninggal bayinya? Nggak mungkinlah, Ki! Kalaupun ada, pasti sudah lenyap ditelan mantra pembersih semalam," ujar si Nenek.
"Hm...bayinya mbak Kunti kali ketinggalan," terka si Kakek dengan asal lagi.
"Iiiiih. Si Aki ini denger nggak sih!? Mbak Kunti itu kan juga makhluk astral, pastilah kena pembersihan kita juga," ucap si Nenek semakin geregetan terhadap kakek yang enggan untuk bangun.
"Bayinya mbak Sun...ehm...mbak Sun kan bisa jadi manusia kalau ditancepin paku di ubun-ubunnya...."
"Ini malah merembet bawa-bawa sundel bolong. Hadeh," si Nenek geleng-geleng, laluu menghela napas.
Si Kakek benar-benar sedang dalam kondisi tidak bisa diajak kompromi.
"...mmm...Nini goreng kopi ya? Aromanya sampai sini...," gumam si Kakek dalam tidurnya.
"Iya, di alam mimpi Aki!" gerutu si Nenek.
Si Nenek pun mendengus kesal, ia bersedekap sambil memanyunkan bibirnya. Lalu, ia mengendus-endus saat ia sepintas mencium aroma yang dimaksud si Kakek.
"ASTOGE KEDELAI!" sentak si Nenek saat mengingat sesuatu.
Ia segera berlari kembali ke dapur. Sesampainya di dapur, tahu yang ia goreng telah hangus menjadi abu. Api membakar wajan penggorengan di atas kompor.
"Duh Gusti, sampai lupa kalau lagi masak!"
Dalam kepanikan si Nenek mengambil karung goni. Kemudian ia celup karung itu ke dalam air hingga benar-benar basah, lalu ia gunakan untuk memadamkan api.
"Fyuh. Untung nggak kebakaran," kata si Nenek bernapas lega karena karung yang ia lempar berhasil memadamkan api.
Ia berjalan mendekat, melihat dua wajan yang berada di atas kompor. Bukan hanya tahunya saja yang gosong, tapi sayur nangka muda yang ia buat pun turut gosong.
"Yah...sayur kuah nangka mudaku jadi sayur nangka panggang deh."
Si Nenek mencoba mencicipi sayur nangkanya.
"Hm...masih bisa dimakan meski ada sedikit rasa gosongnya dan kuahnya sudah lenyap," batinnya.
Kali ini ia pastikan kompor sudah mati sebelum ia tinggal. Kemudian, ia kembali menunaikan hajatnya untuk mencari si Bayi.
Beberapa kali ia berkeliling rumah, tapi tidak kunjung menemukan si Bayi. Ia pun memasang telinga baik-baik untuk mendeteksi asal muasal suara.
Setelah beberapa percobaan akhirnya si Nenek menyadari sesuatu. Suaranya akan semakin memudar bila ia pergi ke belakang rumah. Pun sebaliknya saat ia pergi ke halaman depan rumah.
Pandangan si Nenek mengitari halaman luasnya yang lengang. Tidak ada apa-apa di sana. Ia pun kembali berkonsentrasi. Ia berjalan mengikuti suara itu sambil memejamkan mata.
"Aduh !"
Langkah si Nenek terhenti saat tubuhnya menabrak sesuatu. Ia membuka mata dan mendongak.
"Pohon pisang...."
Ia pegang pohon yang ia tabrak itu. Suara tangisan bayi itu terdengar sangat jelas dari sana.
"Apa mungkin...."
Si Nenek langsung bersujud menempelkan daun telinga ke tanah saat berpikir mungkin saja bayi itu terkubur di tanah.
"Hm...bukan dari sini."
Si Nenek kembali berdiri. Kali ini ia menempelkan daun telinganya ke gedhebok pisang yang ada di hadapannya. Dari sana ia bisa mendengar dengan keras suara itu. Ia juga bisa merasakan getaran lemah karena suara itu.
"Aki, Akiiiiii, ketemu, Kiiiii, Akiiii!" teriak bahagia si Nenek.
Ia berlari masuk ke dalam rumah kembali.
"AKIII BANGUN!" dengan suara lantang si Nenek berteriak di dekat telinga si Kakek seraya menjewer daun telinganya.
Si Kakek seketika membuka matanya yang masih terasa berat, jatungnya berdegub dengan kencang. Kejutan itu membuat tubuh si Kakek lemas.
"Duh Nini. Gendhang telinga Aki nggak ada serepannya ini. Jangan dirusak dengan suara nyaring Nini!" kata si Kakek dengan nada lemas dan tersengal-sengal.
"Ampuni hamba ya Gusti! Hamba telah membangunkan suami hamba dengan cara seperti ini," ucap si Nenek di dalam hati.
"Pohon pisang kita bisa nangis, Ki!" katanya lagi dengan suara keras seraya tersenyum.
"Mana ada pohon bisa nangis," sanggah si Kakek tidak percaya.
"Makanya Aki bangun, ayo ikut Nini!"
Si Nenek meraih tangan si Kakek, memaksa si Kakek bangkit dari ranjangnya.
"Eh, Nini!"
Si Kakek pun terpaksa berjalan tanpa alas kaki mengikuti seretan si Nenek.
Sesampainya di halaman depan rumah, keduanya berdiri di depan pohon pisang. Si Kakek mengamati pohon pisang tersebut dengan seksama, dan memasang telinga baik-baik.
"Mana? Nggak ada suara apa-apa gitu loh?" ucap si Kakek seraya menoleh ke arah si Nenek.
"Tadi beneran nangis kok! Dan suara tangisannya terdengar seperti suara tangisan bayi," jawab si Nenek.
Bagaimanapun si Kakek mengamati pohon pisang tersebut, yang terlihat hanyalah pohon pisang biasa dengan buah pisang yang sudah masak dan jantung pisang emas. Tergantung bersandingan di pucuk pohon. Tidak terdengar apa-apa dari sana.
Pandangan si Kakek pun berubah menjadi pandangan simpati terhadap si Nenek. Ia paham betul bagaimana perasaan si Nenek. Karena sampai saat ini keinginan mereka untuk menimang buah hati tidak juga terwujud.
"Yang sabar ya! Aki tahu Nini sangat mengharapkan ba--," ucap si Kakek terpotong.
Suara bayi itu kembali terdengar. Si Kakek pun kembali menatap pohon pisang tersebut.
"Ni, po...po...pohon pi...pisangnya nangis?" tanya si Kakek terbata-bata seraya menunjuk pohon pisang tersebut dan bolak-balik menoleh ke arah nenek serta pohon pisang secara bergantian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Rusliadi Rusli
waw...
2023-02-01
0
Marconah💕
mungkin didlem pohonnya ada bayi
2021-06-08
0
Sis Fauzi
lima likes dan lima bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 comment dan favorit buat kamu Thor ❤️ feedback DIBALIK EMOTICON CINTA dan RICH PRANAJA PEWARIS TIRTANALA 🙏
2021-04-04
0