Pagi itu, sang Kakek telah pergi ke sawah untuk menanam bibit kubis dan memanen tomat yang telah siap panen. Sementara si Nenek masih di rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Saat sedang menyapu halaman rumah, ia melihat beberapa ekor ayam mencoba mematuk-matuk anak pohon pisang yang ditanam di hari sebelumnya.
"Heeeeeey ayam nakal, jangan makan pohonnya, hush hush pergi sana!" usir si Nenek dengan mengayun-ayunkan sapu korek yang ia pegang.
Para ayam pun berkokok seraya terbang ke sembarang arah untuk menghindari serangan si Nenek.
"Sana cari makan di tempat lain, dan jangan kembali ke sini!" pekik si Nenek.
"Awas ya kalau masih ngeyel, kalian nggak akan dapat jatah makan siang dan malam hari ini!" lanjutnya mengancam dengan tatapan mata tajam.
Para ayam pun pergi menjauh sebelum kemarahan si Nenek naik ke level berikutnya. Para ayam itu cukup bijak dalam mengambil keputusan. Ya, daripada harus kelaparan, lebih baik menjauh.
"Tahu diri juga ternyata, kalian Ayam-ayam badung!" ucap si Nenek berkacak pinggang.
Ia mengamati sekeliling, lalu berteriak memanggil kudanya.
"Ireng uuuuuu Ireng kuda paling ganteng!"
Mendengar panggilan itu si Kuda langsung berlari mendekat. Ia meringkik ceria di hadapan si Nenek.
"Kamu jaga anak pohon pisang ini, jangan sampai dimakan binatang liar ya!" perintah si Nenek.
Si Kuda pun menjawab dengan anggukan dan ringkikan.
"Bagus. Kuda pintar!" pujinya seraya mengelus-elus kening si Kuda dengan lembut.
Setelah itu si Nenek pergi ke samping rumah tempat penyimpanan kayu.
Dengan sok gagah Ireng berjalan mengitari lubang tempat tertanamnya pohon pisang. Bahkan ia juga berjalan dengan gaya yang sedikit dibuat-buat.
Di tempat penyimpanan kayu, si Nenek memilah-milah kayu yang tidak terlalu besar. Ia membawa kayu-kayu tersebut ke dekat pohon pisang. Lalu ia kembali ke gudang untuk mengambil golok, tali, dan beberapa perlengkapan yang mungkin ia butuhkan.
Ia memotong kayu-kayu tersebut sama panjjang, lalu mengikatkan satu sama lain membentuk pagar.
"Untung aku suka membantu Aki bertukang. Jadi bisa bikin pagar kan. Hehe," kata si Nenek bangga dengan dirinya sendiri.
Begitu selesai, ia langsung memasang pagar mengitari pohon pisang yang baru mulai hidup itu.
"Nah. Lumayan cakep juga," si Nenek tersenyum puas dengan hasil kerjanya.
"Sekarang waktunya mengirim makanan ke Aki," ucapnya seraya berlalu pergi, tidak lupa ia bereskan peralatannya dan ia kembalikan ke tempat semula.
Hari demi hari bibit pohon pisang itu tumbuh semakin besar. Bibit tersebut tumbuh menjadi pohon pisang yang sangat besar dalam kurun waktu satu bulan.
Tidak ada hal aneh yang terlihat kecuali pohon pisang yang tumbuh subur. Daun hijaunya yang lebar tumbuh dengan lebat, pucuk pohon pisang tersebut pun mulai menampakkan jantung pisang kecil yang menjadi bakal buah pisang kedepannya.
Suatu hari, kakek dan nenek duduk bersantai di depan rumah mereka, menikmati hangatnya mentari senja di tengah angin sepoi pegunungan yang berhembus. Pemandangan kala itu sangatlah indah.
Sepasang kakek dan nenek itu membangun rumahnya di atas dataran air terjun. Di sebelah timur mengalir sungai berair dingin, sementara di arah sebaliknya mengalir sungai berair panas.
Kedua sungai itu bersatu membentuk air terjun hangat yang mengalir mulai dari halaman belakang rumah mereka.
Suara gemerisik air itu menambah suasana alam semakin asri. Ketenangan alam yang tidak sunyi sangatlah bagus untuk terapi jiwa.
Jauh di barat terlihat lingkaran tebing berongga di atas Bubungan awan putih. Cahaya senja yang menyilaukan menerobos masuk melalui lubang tersebut, membuat hamparan awan putih menguning keemasan. Pucuk-pucuk gunung menyembul ke atas dari hamparan awan tersebut.
"Seperti melihat jalan menuju surga ya, Ni?" ucap si Kakek mengawali pembicaraan kala itu.
"Iya kalau benar surga, kalau portal menuju dimensi lain bagaimana?" timpal si Nenek.
"Ya nggak apa-apa. Kita kan cuma menikmatinya," balas si Kakek.
Mereka pun kembali mengagumi keindahan alam dengan khidmat. Kemudian si Nenek menyandarkan kepalanya ke bahu sang Kakek.
"Nini ngantuk?" tanya si Kakek seraya menoleh ke arah si Nenek.
Saat itulah matanya berpapasan dengan cahaya yang sangat menyilaukan. Dengan penasaran, mata sang Kakek pun mencari arah asal pantulan cahaya tersebut.
"Nggak kok. Cuma mau manja-manjaan saja sama Aki," balas si Nenek..
Mata kakek membulat menyaksikan sesuatu di depannya. Rasa kagum dan heran berbaur menjadi satu.
"Nini, Nini, Nini bangun, Nini!" dengan penuh semangat si Kakek berkata seraya menggoyang-goyangkan tubuh si Nenek.
"Apaan sih, Aki? Kan sudah Nini bilang kalau Nini nggak tidur," dengan kesal si Nenek berkata.
"Itu Ni, itu coba lihat!" kata si Kakek seraya memegang pipi nenek dengan kedua tangannya. Lalu ia membuat si Nenek memandang ke arah pohon pisang.
"Ontongnya ada dua?"
Si Nenek berdecak kagum atas apa yang ia saksikan.
"Iya, Ontongnya dua," angguk setuju si Kakek.
"Ki, tolomng kucek mata Nini dong, Ki!" pinta si Nenek.
"Hah, untuk apa?" tanya si Kakek tidak mengerti seraya memiringkan kepala.
"Ya kali aja mata Nini ini masih rembes karena ngantuk. Atau jangan-jangan Nini ini mulai rabun senja? Hah ? Waduh. Bagaimana ini, Aki?" si Nenek mulai panik tidak jelas.
"Nanti Nini malah ngerepotin Aki. Nanti Nini tidak bisa melayani Aki lagi. Huaaa," lanjutnya semakin panik karena takut tidak bisa berbakti lagi kepada suaminya karena keterbatasan yang ia miliki.
"Hish. Nini yang tenang dong!" hardik si Kakek.
"Itu ontongnya memang ada dua. Satu berwarna ungu, dan satunya lagi berwarna emas mengkilat," lanjutnya.
"Oh benarkah? Nini baru pertama kali ini melihat phohon pisang berontong dua," ujar si Nenek.
"Sama. Sepertinya kita memiliki pohon pisang berbuah kembar," ujar si Kakek.
Keduanya pun tersenyum melihat pohon pisang berjantung ganda itu. Sebuah keunikan yang baru mereka sadari.
*****
Empat bulan berlalu sejak pertama kali pohon pisang tersebut tertanam di halaman kakek dan nenek.
"Ki, Aki bangun, Ki!"
Si Nenek mencoba membangunkan suaminya karena merasa risih dengan suara gemuruh yang sangat keras malam itu. Ditambah dengan gempa yang terjadi cukup sering, benar-benar membuat si Nenek merasa terganggu dan tidak bisa memejamkan mata dengan tenang.
"Ng...apaan sih, Ni? Masih gelap ini," dengan malas si Kakek menanggapi si Nenek.
"Aki denger nggak sih? Nggak biasanya loh rumah kita seberisik ini. Apalagi di tengah malam begini," ujar si Nenek.
"Ng...."
Si Kakek mengucek matanya. Kemudian ia mencoba mendengarkan dengan seksama. Memang terdengar suara geraman dan raungan yang saling bersahut-sahutan.
Tiba-tiba terdengar pekikan suara yang sangat nyaring disertai getaran yang sangat hebat.
"Waaa kutil kuntilanak badak bengkak," sontak si Nenek memeluk si Kakek dengan erat karena terkejut.
Suara dan getaran itu pun berhasil menyadarkan sepenuhnya si Kakek.
"Wadaw. Cumpleng kupingku," si Kakek menutup telinganya karena tidak tahan dengan suara yang memekakkan telinga itu.
"Masak ia ada perang di halaman rumah kita?" lanjutnya bergumam keheranan.
Keduanya pun saling pandang.
"Bagaimana kalau kita cek saja keluar?" usul si Nenek.
Keduanya saling pandang lagi. Si Nenek masih menunggu keputusan si Kakek tanpa melepaskan pandangannya darinya.
"Baiklah, ayo!" dengan mantab kakek menjawab.
Mereka berdua pun mulai berjalan keluar kamar. Si Nenek memeluk erat lengan si Kakek.
"Kita bubarkan para pengganggu itu. Seenaknya saja membuat keributan di rumah orang," gerutu si Kakek sepanjang jalan.
Sesampainya di pintu utama rumah, si Kakek pun dengan perlahan membuka pitu. Betapa terkejutnya mereka saat menyaksikan apa yang berada di luar rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Sis Fauzi
semangat up Thor ❤️ suka'bgt kisahnya 👍
2021-04-04
0
Faray glad
🤣🤣🤣🤣🤣
Cumpleng kupingku 🤦🤦🤦
2021-03-02
0
🏵️ Haksara 🏵️
Pas baca pertama kali kukira Ot*ng, ternyata Ontong alias jantung pisang 😂
2021-02-27
4