Legenda Mas Pisang
Di tahun yang tidak diketahui kapan pastinya, hiduplah sepasang nenek dan kakek yang menjalani hari-harinya dengan sangat bahagia. Kendati mereka tidak juga memiliki keturunan di usianya yang semakin uzur. Bukannya tidak menginginkan keturunan, namun memang seperti itulah garis kehidupan yang harus mereka lalui.
Tidak kurang usaha yang mereka lakukan untuk mendapatkan keturunan. Bertapa di bawah air terjun, minum ramuan herbal, membaca buku tentang cara cepat memiliki anak, berdo'a, bahkan sesekali hal-hal berbau klenik pun mereka lakukan. Tapi, semuanya tidak membuahkan hasil.
Hal tersebut tidak mengurangi kebahagiaan mereka, karena mereka selalu mensyukuri hidup mereka. Mereka menghabiskan waktu dengan bercocok tanam bersama di sawah dan ladang yang ada di depan rumah mereka, melakukan hal-hal sederhana untuk saling berbagi kasih.
Di suatu pagi yang cerah nan hangat, sang Kakek berpamitan kepada sang Nenek untuk pergi turun gunung.
"Nini, Aki pergi menjual hasil ladang kita dulu ya, Nini baik-baik di rumah!" pamitnya dengan suara lembut penuh kasih sayang.
"Aki juga. Nggak apa-apa pulang nggak bawa uang, yang penting Aki pulang bawa nyawa," ucap si Nenek sedikit tersedu.
Mereka sudah melakukan rutinitas seperti ini selama puluhan tahun bersama-sama. Namun, si Nenek tetap saja merasa sedih saat ia harus melepas kepergian sang Kakek.
"Pasti, Nini! Aki akan membawa raga Aki bersama nyawa Aki kembali ke pelukan Nini!"
Si Kakek tersenyum menunjukkan deretan giginya yang masih kokoh, meskipun kulitnya sudah kusam dan keriput. Ia acungkan dua jempol tangannya dengan penuh percaya diri untuk meyakinkan istri tercintanya.
"Kalau perlu, nih Aki tambah satu jempol lagi biar Nini semakin yakin hehehe," ucapnya seraya melepaskan sandal jepit yang ia pakai, lalu mengangkat kakinya untuk menunjukkan jempol kakinya kepada si Nenek.
"Hahaha. Aki ini ada-ada saja!" kata si Nenek tersenyum geli dengan kelakuan siKakek.
"Pokoknya Nini percaya saja ya sama Aki! Nggak cuma nyawa Aki saja yang akan pulang. Entar Nini nggak bisa peluk Aki lagi kalau cuma nyawa Aki saja yang pulang."
"Iya-iya. Bawa pulang nyawa utuh dengan raganya ya, biar Nini bisa cubit hidung pesek Aki ini!" balas si Nenek seraya mencubit hidung kakek dengan gemas.
"Eh...eh...eh!" si Kakek kehilangan keseimbangan lalu terjatuh ke tanah.
"Hihihihihihihi!"
Si Nenek tertawa melengking ala-ala Kuntilanak saat melihat suaminya terjatuh.
"Adudududuh. Untung nggak encok ini pinggang. Nini ini, orang jatuh bukannya ditolongin, malah diketawain!" keluh si Kakek seraya mengelus-elus pinggangnya.
"Mana ketawanya kayak Mbak Kunti pula. Serem ah Nini! Mending Aki cepetan berangkat," lanjutnya bergidik ngeri.
"Masih cantikan Nini kali daripada Mbak Kunti. Nih lihat! Imut, kan?" kata si Nenek seraya memegang pipinya yang sudah kempot.
"Tahu ah, Nini!"
Si Kakek berdiri, lalu berlari kecil ke arah gerobak kayu yang penuh dengan karung-karung berisi beras dan palawija.
"Ayo Ireng, kita berangkat!" ajak si Kakek kepada kuda penarik kereta gerobaknya.
Si Kuda hitam legam, bermata merah yang sedang asyik menikmati rumput segar di depannya itu pun meringkik terkejut mendengar suara kakek, lantas lari tunggang langgang meninggalkan sang Kakek.
"Loh, eh?! Tungguuuuuu Ireeeeeng, woooiii Ireeeeeng, aku belum naik ini!" teriak si Kakek berlari mengejar kudanya seraya melambai-lambaikan tangannya.
Dari depan halaman rumah si Nenek menyaksikan suaminya yang pergi semakin menjauh.
Sementara itu, si Kakek masih berusaha mengejar kudanya yang berlari membawa hasil panennya. Kuda tersebut masih bisa berlari dengan kencang, meskipun ia membawa beban yang cukup berat.
Di tengah pengejaran, tiba-tiba segerombolan kancil berlari melintang, menghalangi jalan sang Kakek.
"Aduh. Kenapa tiba-tiba kawanan kancil ini lewat sih? Mana banyak banget pula!" gerutu si Kakek berlari di tempat dengan gelisah.
Ia khawatir akan kehilangan kuda beserta hasil panennya yang terlihat semakin menjauh.
"Kok nggak habis-habis sih?" gerutunya lagi dengan tidak sabar.
Ia melihat ke arah datangnya kawanan hewan itu, dan ia tidak menemukan tanda-tanda parade kancil berlarian itu akan segera berakhir.
Akhirnya, ia putuskan berlari ke samping, melompat dari pohon ke pohon bak seekor tupai untuk melanjutkan pengejaran.
Hari masih sangat pagi, tapi si Kakek sudah diajak olah raga oleh kuda peliharaannya.
"Dasar Kuda tidak tahu diri! Masak orang tua dibikin ngos-ngosan kayak gini? Awas ya! Kalau pulang nanti kugembleng kamu sama pelajaran etika, sekalian aku skors nggak boleh makan!" gumam si Kakek kesal.
Kuda itu masih terus berlari melewati segerombolan orang yang berkumpul di jalan setapak bawah gunung.
Si Kakek yang berada jauh di belakang pun semakin mendekat ke arah gerombolan itu.
"Bagus! Tadi gerombolan hewan, sekarang gerombolan manusia. Semoga kali ini aku bisa lewat dengan mudah!" harap si Kakek di dalam hati.
Dari kejauhan ia sempat mendengar orang-orang tersebut mengumpat saat kuda si Kakek menerobos tanpa permisi.
Semakin mendekat, si Kakek pun semakin bisa mendengar dengan jelas pembicaraan mereka.
"Serahkan emas itu pada kami!" kata salah seorang pria seraya mengulurkan tangan kanannya.
"Itu adalah milik tuan kami. Cepat kembalikan!" kata pria lainnya seraya menghunuskan mata pedang ke pipi wanita berbaju putih.
"Aku tidak akan pernah menyerahkan benih itu kepada kalian!" tolak si Wanita.
"Cepat katakan dimana kau menyembunyikannya!" pekik pria yang memegangi wanita itu seraya menjambak rambut panjangnya.
"Aaaaah!" jerit kesakitan si Wanita yang spontan memejamkan mata.
"Tuan kalian itu pencuri. Aku tidak akan menyerah untuk memperjuangkan apa yang menjadi milikku!" dengan tegas wanita tersebut masih berpegang teguh pada pendiriannya.
"Jangan banyak bicara! Benih emas itu sudah menjadi milik tuan kami!" bentak pria lainnya lagi.
Si Kakek mengamati kejadian tersebut dari atas salah satu pohon rindang berada tidak jauh dari lokasi mereka. Merasa tidak tega dengan wanita yang ditindas, si Kakek pun memutuskan untuk ikut campur.
Si Kakek melompat turun, lalu berjalan mendekat.
"Weleh-weleh. Tuan-tuan ini kalau punya masalah, sebaiknya selesaikan dengan jalur diskusi! Jangan asal main kekerasan, apalagi ngeroyok wanita! Benar-benar perilaku yang tidak patut dicontoh!" celetuk si Kakek diakhiri dengan decak prihatin.
Semua orang pun langsung menoleh ke arah si Kakek.
"Bukan urusanmu!" bentak salah seorang pria.
"Siapa kau?" tanya pria lainnya.
"Hm. Siapa ya? Menurut kalian aku ini siapa?" si Kakek melipat tangan lalu sedikit menunduk dan menunjuk jidatnya sendiri dengan jari telunjuk tangan kanannya, bergaya bak orang sedang berpikir.
"Hey, Tua Bangka pikun! Kami tidak punya urusan denganmu, sebaiknya kau pergi sebelum kami berubah pikiran!" ucap salah seorang pria.
"Aku juga tidak punya urusan dengan kalian. Tapi kalian akan berurusan denganku bila kalian melanjutkan penindasan ini. Karena akulah si Tukang rusuh urusan orang lain yang kebetulan lewat. Pastinya dalam kebaikan. Hehehe," balas si Kakek.
"Kuhabisi kau, pengganggu!" teriak seorang pria seraya menghunuskan pedang ke arah si Kakek.
Si Kakek menggeser posisinya beberapa langkah untuk menghindar.
Pria tersebut mengayunkan pedangnya ke arah menghindarnya sang Kakek. Mata pedang yang tajam terus mengejar si Kakek yang terus saja menghindar.
Dengan gesit sang Kakek langsung berpindah ke belakang pria tersebut.
"Jurus tapak cengel, nih rasakan!" si Kakek yang tidak bersenjata langsung memukul tengkuk pria tersebut dengan telapak tangannya.
Si Pria langsung melotot saat menerima pukulan tersebut, dan ia pun terjatuh ke tanah tidak sadarkan diri.
Melihat rekannya terjatuh, pria lainnya pun mulai mengangkat senjata untuk menyerang si Kakek.
"Hyaaaa!" teriak pria pembawa tombak.
"Hap ! Ototototototo nyaris saja...."
Si Kakek melompat untuk menghindari hunusan tombak tersebut. Gerakan si Pengguna tombak itu lebih lincah dari gerakan pria pengguna pedang sebelumnya.
Dengan pola yang sama si Pria terus menyerang membabi buta.
Si Kakek pun terus bergeser ke sana-kemari sambil sesekali melompat untuk menghindar.
Kali ini kakek melompat lalu mendarat di atas tombak yang dihunuskan kepadanya. Kemudian ia berlari cepat menyusuri tombak, dan menendang kepala pemegang tombak hingga terjatuh.
"Tidakkah kalian diajari untuk bersikap santun terhadap orang yang lebih tua?" si Kakek mendarat dengan sempurna setelah melepaskan tendangan.
Pria tersebut bangkit lagi dan mulai menyerang kembali. Satu per satu pria yang menyaksikan pun juga ikut menyerang.
"Gawat!" batin kakek mulai khawatir.
Kini lebih dari sepuluh orang menyerangnya secara bersamaan. Tubuh tua rentanya pastilah kewalahan menghadapi serbuan ini.
Di sisi lain, ia tidak ingin menghabiskan banyak waktu untuk menghadapi mereka. Karena ia masih harus mencari kudanya.
"Apa boleh buat. Tidak ada cara lain. Aku harus melakukan itu," gumam si Kakek di dalam hati seraya menghela napas.
Setelah itu, si Kakek menenangkan pikirannya dan mulai merapalkan mantra.
Seketika angin yang sangat kencang melewati mereka dalam beberapa detik. Dan dalam sekejap mata, segerombolan pria berjumlah lebih dari dua puluh orang itu lenyap tidak berbekas.
Hanya tertinggal sang Kakek, wanita yang ditolongnya, dan seekor kuda tidak jauh dari si Wanita.
"Huft. Selesai juga," si Kakek menghela napas lega. Ia menyeka keringat di keningnya dengan tangannya.
"Tadi itu apa, kemana perginya mereka semua?" tanya si Wanita yang masih terduduk di tanah.
"Oh itu tadi namanya jurus abra ngaleh enggon," sahut si Kakek.
"Oh. Jurus macam apa itu?" tanya si Wanita lagi.
"Semacam jurus teleportasi. Jadi, mereka semua sudah pindah ke suatu tempat entah dimana, saya sendiri tidak tahu. Hahaha," balas si Kakek lagi seraya menggaruk kepalanya.
"Kenapa tidak memindahkan kita saja? Bukankah memindahkan lebih banyak orang membutuhkan lebih banyak energi?" tanya si Wanita lagi seraya mulai berdiri.
"Memang sih. Tapi kalau kita yang pindah nanti saya bisa kehilangan kuda saya. Saya kan sedang mengejar...."
Sejenak si Kakek menjeda kalimatnya karena ia teringat akan kuda dan gerobaknya yang sudah tidak terlihat lagi.
"Maaf ya Neng. Saya harus pergi. Semoga Eneng baik-baik saja!" dengan tergesa-gesa si Kakek berkata, lalu mulai berlari.
"Tunggu!" cegah si Wanita.
Namun, si Kakek tidak mendengarnya dan terus berlari.
Wanita itu pun mengambil cemeti miliknya, lalu mencambukkannya. Ujung cemeti berhasil melilit kaki kanan si Kakek. Kemudian wanita itu menarik cemetinya dengan kuat. Sehingga membuat kakek terjerembab ke tanah.
Mulut dan hidung kakek mencium tanah dengan keras, membuat hidung kakek yang pesek semakin pesek. Sungguh malang nasib kakek hari ini.
Setelah berhasil menghentikan langkah sang Kakek, wanita itu mengambil sesuatu dari kantong yang berada di pelana kudanya. Lalu, ia membawa benda itu mendekat ke arah si Kakek yang berusaha membersihkan tanah dari tubuhnya.
"Maaf ya, Kek! Saya tidak bermaksud melukai Kakek," ucap wanita muda itu seraya duduk berjongkok di sebelah si Kakek.
"Nggak apa. Lagian saya cuma nyium tanah, bukan nyium kulit durian. Jadi nggak masalah," kekeh si Kakek dengan santai.
Wanita muda itu pun tersenyum lalu berkata, "Saya hanya ingin memberikan ini sebagai rasa terima kasih saya. Karena Kakek sudah menolong saya."
Ia menyerahkan sesuatu berbentuk seperti tunas yang berwarna emas kepada sang Kakek.
Sang Kakek menerimanya lalu bertanya, "Apa ini?"
"Ini anak pisang. Rawatlah ini dengan baik untuk saya! Saya yakin buahnya kelak akan sangat bermanfaat bagi Kakek. Dan saya yakin Kakek bisa menjaganya hingga tumbuh besar," jawab si Wanita.
"Oh. Si Eneng tahu saja kalau saya suka bercocok tanam," si Kakek menatap pokok pisang di tangannya lalu memandang wanita di depannya.
Setelah diperhatikan, ternyata wanita yang ditolongnya memiliki paras yang sangat cantik. Si Kakek kagum dengan kecantikan dan keanggunan wanita tersebut.
"Kalau begitu, saya permisi dulu!" pamit si Wanita, lalu pergi menghampiri kudanya.
Si Kakek duduk termangu menatap kepergian si Wanita yang menunggangi kuda.
"Astaga raga naga jaga kali paga! Ireng. Kemana pula perginya tuh jaran?" sentak si Kakek saat ia ingat apa yang harus ia lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Paradista
semangat kak 💚
2021-11-28
0
Phoenix
Gue dah mampir Thoor...
2021-10-30
0
Mi§ Kim Taehyung 🐾
mengakak
semangat kak
2021-07-12
0