Seharian sang Kakek mencari kudanya yang kabur entah kemana. Ia bahkan bertanya kepada orang-orang di pasar dan orang-orang yang lalu lalang di sepanjang jalan yang ia lalui. Akan tetapi, ia masih saja belum bisa menemukan titik temu.
"Ireng!" teriaknya memanggil nama si Kuda.
Sang Kakek mengedarkan pandangan ke segala arah mencari sosok kuda hitam itu.
"Ireng, yuhu Ireng!" teriaknya lagi sambil terus berjalan.
Sejenak sang Kakek menghentikan langkahnya. Ia menatap langit yang mulai menguning.
"Sudah mau malam. Akang Syamsu saja sudah siap-siap ganti shift sama Mbak Wulan. Mending pulang sjalah," gumam si Kakek di dalam hati.
Kakek pun berbalik arah. Ia berlari kencang menyusuri jalan pulang. Sebisa mungkin ia ingin sampai rumah sebelum gelap. Karena melewati hutan saat malam itu merepotkan.
Setelah berlari cukup lama, akhirnya kakek berhasil sampai rumah sebelum hari benar-benar gelap.
Nini, Akipulang!" teriak si Kakek dengan napas tersengal-sengal.
Mendengar suara si Kakek, si Nenek pun membukakan pintu rumah.
"Selamat datang kembali, Aki!" sambut si Nenek dengan senyuman lembut.
"Maaf ya, Nini. Aki gagal bawa uang hari ini," kata si Kakek dengan sedih.
"Nggak apa-apa. Seorang istri yang baik tidak akan menanyakan berapa penghasilan suaminya saat kembali ke rumah," hibur si Nenek dengan nada lembut.
"Aki bisa pulang dengan selamat saja Nini sudah bersyukur," lanjutnya tersenyum bahaagia.
"Aki beruntung sekali punya istri sebaik Nini," si Kakek langsung memeluk si Nenek.
"Nini juga beruntung mempunyai suami sesetia dan sebaik Aki."
Mereka saling membalas pelukan dan saling memberikan ketenangan. Mencurahkan perhatian tanpa merasa sungkan. Itulah bumbu yang menjadi pupuk keharmonisan hubungan mereka berdua.
"Oh iya! Tadi Aki dapat pokok pisang dari seorang wanita cantik banget kayak bidadari," ucap si Kakek seraya melepaskan pelukan.
"Ini dia!" lanjut si Kakek menunjukkan pokok pisang emas yang ia tenteng.
Wajah kalem si Nenek langsung berubah muram setelah mendengar kata wanita cantik dari mulut si Kakek.
Menyadari hal tersebut, si Kakek pun bertanya, "Nini kenapa? Sakit? Kok mukanya jadi kusut gitu?"
"Aki kepincut sama tuh wanita cantik ya?" tanya si Nenek dengan nada kesal.
"Nini nggak usah cemburu seperti itu! Meskipun di luar sana banyak wanita cantik, tapi yang tercantik di hati Aki hanyalah Nini seorang," ujar si Kakek tersenyum manis.
"Bagus deh kalau begitu."
Si Nenek tersenyum kembali, lalu melanjutkan kalimatnya, "Sekarang Aki istirahat makan dulu, terus mandi!"
"Tapi ini bakal pohon pisangnya gimana?"
"Ditanam besok saja. Aki pasti capek. Sekarang sini pokoknya biar Nini simpan!" pinta si Nenek.
Kakek pun memberikan pokok pisang tersebut kepada istrinya. Kemudian nenek membawanya ke dapur. Ia meletakkan pokok pisang tersebut ke atas dipan tempat ditaruhnya perkakas.
Setelah meletakkan pokok pisang, nenek kembali ke meja makan dengan membawa sebaskom air untuk cuci tangan.
Di sana terlihhat kakek yang sudah duduk meluruskan kakinya di atas tikar yang digelar.
"Hari ini Nini masak apa?" tanya si Kakek saat melihat si Nenek kembali.
"Nini cuma menggoreng ikan bagong sama bikin sambal terasi, sambal bawang, sambal balado, sambal orek, sambal ijo, sambal matah, sambal tomat, sambal terong, sambal teri, sambal kecap, sambal pecel, sambal petis. Hm...apa lagi ya?" balas si Nenek.
Nenek meletakkan baskom ke atas meja, lalu membuka tudung saji. Ia mengambil piring dan duduk di sebelah suaminya.
"Wih banyak bener sambalnya? Kita mau makan sambal nih? Harusnya lauknya yang banyakan, bukan sambalnya! Nini mah kebalik. Lauknya satu, sambalnya sejagad raya dibikin."
Kakek menceburkan kedua tangannya ke dalam baskom berisi air seraya menatap deretan sambal yang berjajar rapi di atas meja. Setelah itu ia mengeringkan tangannya dengan serbet yang terletak tidak jauh dari baskom air.
"Mau bagaimana lagi? Tadi Nini bingung. Daripada kelamaan mikir, ya Nini bikin saja semuanya. Hehehe," jelas si Nenek.
"Ampun deh, Nini."
Si Kakek hanya bisa menepuk jidat dan menggeleng-gelengkan kepala mendengarkan pemikiran si Nenek.
"Aki mau makan apa?" tawar si Nenek seraya menaruh secentong nasi ke atas piring.
"Sambal bawang saja," jawab si Kakek.
"Cuma pakai sambal, nggak pakai ikan?" tanya si Nenek seraya mengambilkan sambal yang dimaksud.
"Ya pakai ikan dong, Nini! Maksudnya sambalnya sambal bawang saja!" jawab si Kakek geregetan.
Si Nenek pun tertawa. Seusai melayani suaminya, si Nenek mengambil makanan untuk dirinya sendiri, dan mereka pun makan bersama.
Setelah makan bersama, mereka pun bersantai sejenak. Kakek menceritakan bagaimana ia bisa mendapatkan pokok pisang tersebut hingga ia kehilangan jejak perginya sang Kuda yang membawa hasil panen mereka.
Malam pun ditutup dengan kisah sang Kakek. Keesokan paginya, mereka berdua berkeliling di sekitar rumah untuk mencari tempat yang cocok untuk menanam pohon pisang.
Setelah mengitari rumah, dan berdiskusi dengan seksama, akhirnya mereka memutuskan untuk menanamnya di depan rumah saja. Hal tersebut dilakukan supaya mereka bisa mengamati pertumbuhannya setiap hari dengan mudah.
"Nini ambil pokoknya dulu ya!" pamit si Nenek, lalu berlari memasuki rumah.
"Iya," balas si Kakek.
Kakek mengambil cangkul, lalu mulai menggali lubang untuk menanam anak pisang.
"Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam. Menanam pisang di depan rumah...," dengan riang si Kakek mencangkul seraya bernyanyi.
Nenek kembali dengan membawa anak pisang. Ia menunggu kakek selesai menggali di sebelahnya.
"Yosh. Akhirnya selesai juga!"
Si Kakek menyingkirkan cangkulnya.
"Ini anak pohon pisangnya, Ki," kata si Nenek seraya menyerahkan anak pohon pisang kepada kakek.
Kakek menerimanya, ia langsung menanamnya di lubang yang ia buat, lalu ia naik dari lubang dangkal tersebut begitu selesai.
Kedua nenek dan kakek itu duduk di pinggir lubang tersebut. Mereka tersenyum mengamati pohon kecil yang mereka tanam tersebut.
"Semoga bisa tumbuh subur ya, Ki!" ucap si Nenek.
Kakek mengangguk setuju dengan ucapan si Nenek.
Hal kecil nan sederhana tersebut mampu memberikan kebahagiaan yang sangat berarti.
Saat mereka sedang memandang pohon kecil itu dengan khidmat, tiba-tiba terdengar suara ringkikan kuda.
"Woa semele kete!" Umpat si Kakek terkejut.
Ia hampir saja menindih pohon pisang yang baru ia tanam karena terkejut. Kalau saja ia telat merentangkan tangan untuk menyangga tubuh, pastilah ia sudah terjatuh ke dalam lubang dan menghancurkan pohon tersebut.
"Kuda Sempol, jangan tiba-tiba mengejutkan orang dong!" dengan kesal si Kakek mencoba berdiri.
"Ireng!" ucap nenek menatap Kuda yang ada di belakang si Kakek.
"Oh, ternyata kau toh, Ireng? Tahu jalan pulang juga kau kuda tak tahu diri," tutur si Kakek memarahi si Kuda seraya berdiri.
Si Kuda hanya meringkik, lalu menjilat muka si Kakek.
"Hahahaha," si Nenek tertawa menyaksikannya.
"Hentikan! Muka ganteng sudah cuci muka gini main dijilat saja. Aku nggak butuh bantuanmu buat cuci muka!"
Si Kakek menjauhkan kepala si Kuda darinya.
"Kujadiin sempol beneran baru tahu kau!" lanjutnya lagi masih dengan nada kesal.
Si Kuda hanya menanggapi dengan ringkikan lagi.
"Ralat. Sepertinya sate kuda jauh lebih enak," kata si Kakek tersenyum licik kepada si Kuda.
Kali ini si Kuda meringkik dan menggeleng-gelengkan kepala hingga moncongnya membentur hidung si Kakek.
Spontan si Kakek memegang hidungnya dan mengaduh kesakitan.
"Hati-hati dong, Ireng! Nanti hidung pesek Aki bisa tambah tenggelam gara-gara kamu seruduk," ucap si Nenek.
"Nasib, nasib. Kemarin nyium tanah, hari ini diseruduk Ireng," decak si Kakek meratapi kesialannya.
"Ngomong-ngomong, kita kok sampai nggak sadar Ireng datang bawa gerobak ya?" tanya si Nenek.
Ia berjalan mendekati Ireng.
"Mungkin kita dihipnotis sama itu anak pohon pisang," canda si Kakek.
"Tapi baguslah dia pulang. Jadi kita nggak rugi, dan masih bisa menjual hasil panen kita besok," lanjutnya.
"Tapi gerobaknya kosong gitu loh, apa yang mau dijual?" tanya si Nenek lagi yang melihat gerobak tanpa muatan itu.
"Apa?!" sentak Kakek terkejut.
Ia turut menengok ke gerobak yang sudah kosong.
"Kau kemanakan hasil panennya? Terjatuh, dirampok, kau makan...."
Si Kakek terus menceramahi kuda yang tidak bisa berbicara itu. Karena ia hanya pulang membawa diri bersama gerobak kosong.
Ya. Ireng adalah kuda setia peliharaan sang Kakek dan Nenek. Kemanapun ia pergi, ia selalu bisa menemukan jalan pulangnya menuju tempat kakek dan nenek itu beradAa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Sodini
lucu , cuma nama pemeran kok gak ada
2022-12-18
1
★Merepotkan~
Seorang istri yang baik tidak akan pernah menyebut dirinya orang baik, ini sama halnya dengan munafik. Yah sayangnya gadis polos seperti itu sudah punah dari dunia ini🌲🎉
2021-05-04
0
Sis Fauzi
inspiratif, bagus ceritanya 👍
2021-04-04
0