Tampak keragu-raguan di wajah Lemi, ia mencoba mengingat pesan leluhurnya, ia ingat betul bahwa bintang timur adalah bintang penunjuk yang akan membantu menemukan langkah bagi semua vampir yang tersesat. Namun syarat berat yang diajukan sang bintang timur terasa tak masuk akal baginya.
“Apakah dia juga salah satu Kalkon?” batin Lemi merasa curiga.
Namun suara nyaring menggantung di udara kembali terdengar seakan mampu membaca kekhawatiran Lemi, “Di dunia ini, tak ada yang cuma-cuma! Kamu meminta bantuan nyawa, maka jiwa pula yang harus kamu persembahkan!”
DEG!
Kebingungan semakin melanda batin Lemi, ia tujukan pandang pada tubuh mungil yang tergeletak di atas altar, diam dan tak bergerak.
“Keputusanku adalah penentu kehidupanmu, Raise Lee, tapi kenapa ini sangat berat.”
Lemi masih berpikir dan menimbang, jika ia serahkan sisa jiwanya sekarang, siapa yang akan menjaga bayi itu hingga dewasa, namun jika ia terima syarat berat untuk perjalanan jauh, selama ia pergi siapa juga yang akan menjaga Raise Lee yang tertidur?
Lemi berjalan mendekati Raise Lee, menatapnya lekat-lekat, “Setidaknya Bibi harus hidup untuk melihatmu bangun.” gumamnya kemudian.
Lemi berbalik kembali, dengan mantap akhirnya ia memilih, “Aku terima syarat keduamu! Jaga bayi yang tengah tertidur dengan sihir bidukmu agar tak ada lagi Kalkon yang mengambilnya, namun aku sendiri yang akan menenggelamkan kastil ini, jadi kamu hanya berhak mengambil sebagian jiwaku saja, setelah sebagian yang lain telah kamu ambil sebelumnya!” tawar Lemi tegas dengan penekanan.
Angin berdesir di sekitar ruangan itu membuat beberapa benda yang tertata rapi di atas altar bergetar. Lemi bangkit mengedarkan pandangnya, bersiaga dengan semua kemungkinan yang mungkin saja tak tertebak.
Setelahnya, kembali terdengar suara diantara hembusan angin dibarengi dengan munculnya awan lain yang lebih pekat, mulai mengitari tubuh Lemi, “Kesepakatan kita laksanakan!”
Lemi merasakan tubuhnya bergetar hebat, napasnya terasa cerkekik oleh gumpalan-gumpalan awan yang berputar cepat di sekelilingnya. Pandangannya berangsur kabur, rasanya ada kekuatan besar yang memaksa keluar sebagian dari jiwanya.
“Arrrghkkk …! teriak keras Lemi.
Kedua tangannya terkepal, dengan mata membulat menahan sakit yang begitu hebat, semakin cepat pusaran angin, serasa semakin mencabik-cabik sekujur tubuhnya, hingga angin dan awan pekat itu menghilang, Lemi jatuh luruh ke lantai tak sadarkan diri.
Ruangan yang tadinya berisik, seketika menjadi tenang dan lengang. Hanya terlihat buku-buku yang berserakan di lantai, tubuh Lemi yang luruh diam tak bergerak, serta Raise Lee yang tertidur lelap di atas altar dengan segala ritualnya.
KLAK!
Pedang leluhur yang disiapkan Lemi terlihat bergerak seakan ada seseorang yang kembali memasukkan ke dalam sarungnya. Suasana kembali tenang dan sunyi.
“Ah!” Perlahan Lemi tersadar, diraihnya kepala dengan tangan kanan lalu dipijatnya, ia merasakan berat dan ada rasa tertekan di kening dan beberapa bagian tubuhnya, “Apa semua telah berakhir?” gumamnya.
Lemi berusaha bangkit dengan berpegangan pada kisi-kisi altar, lalu membenarkan posisi pakaiannya.
“Semua masih lengkap pada tempatnya,” ujarnya setelah memeriksa kelengkapan di atas altar itu. “Ah! Lilinnya menyala? Apa itu artinya sihir perlindungan telah bekerja?”
Lemi segera membereskan ruangan itu kembali ke tatanan semula, dengan susah payah ia menata kembali buku-buku ke dalam rak, lalu menyapunya dengan sedikit tenaga, ia tidak bisa lagi menggunakan sihir, ia tahu karena tujuh puluh lima persen energi sihirnya telah terhisap oleh sang bintang timur.
“Baiklah, saatnya penghancuran kastil ini, Raise Lee … maafkan Bibi terpaksa harus meruntuhkan tempat ini, tidurlah lelap Sayang. Bibi harap kamu terbangun nanti saat seluruh kemampuan Bibi telah kembali, dan kita bertemu lagi sebagai keluarga.”
Begitu sesak dan pilu batin Lemi berperang dengan kenyataan bahwa sihir Kalkon memang tak mudah untuk dipatahkan. Namun tak ada jalan lain baginya untuk menyelamatkan bayi Raise Lee, keturunan terakhir dari garis keluarga mereka.
Dengan lunglai Lemi berjalan keluar kastil, ia berdiri di halaman membelakangi kastilnya yang megah itu. Dengan satu hentakan sihir terakhirnya, Lemi merobohkan kastil peninggalan leluhurnya itu. Batinnya kembali meronta, air mata deras membanjiri wajahnya yang telah banyak terluka sejak bertarung melawan Kalkon.
“Tidurlah, Bibi harus ke Utara mencari penawar untuk seluruh kekuatan ini, bangunlah nanti di saat Bibi sudah kembali!”
Lemi melesat meninggalkan tempat itu, memulai perjalanan baru untuk waktu yang tidak bisa dia tafsirkan berapa lama. Namun tanpa disadarinya satu lilin di atas altar padam karena hentakan udara yang masuk karena kastil itu roboh, menyisakan ruang bawah tanah tempat Raise Lee terbaring.
Waktu pun berlalu, hari berganti, tahun pun bergulir. Jaman telah berubah dan semakin modern. Entah bagaimana perjalan yang dilakukan Lemi, namun hingga dua ratus tahun berlalu, ia tak kunjung kembali.
.
.
DUA RATUS TAHUN KEMUDIAN DI JAMAN MODERN …
Kekacauan tengah terjadi di sebuah kantor polisi, beberapa orang dengan wajah lebam, dengan kedua tangan terborgol di belakang, duduk bersila menghadap ke tembok.
“Semua sudah tertangkap? Dimana petugas Tyo?!” seru Radh dengan langkah tergesa.
“Petugas Tyo masih mengejar dua pelaku lain ke hutan, Ketua!” sahut Claudy, prajurit berseragam lengkap dengan senjata siap di tangan.
“Aku akan menyusulnya!” Ananta, sang detektif cantik bak model itu menyela, mengibaskan jaket kulitnya ke udara, lalu memakainya.
Sementara itu pria matang berusia dua puluh delapan tahun, yang hanya mengenakan celana jeans dan kaos itu tengah mengendap-endap, matanya lurus menelisik sebuah gubuk di antara rerimbunan semak tinggi di depannya. “Tunggu mereka bergerak, baru kita muncul!” ujarnya.
“Baiklah, aku rasa merokok sebentar tak masalah,” sahut rekannya.
Secara reflek, si pria berbadan padat itu berniat menampar rekannya, “Jangan bodoh! Kamu mau mereka mencium bau asap rokokmu!”
Sialnya ketika ia hendak kembali ke posisinya, tangannya tergores oleh ujung batang semak yang sedikit runcing, darah segar menetes membasahi tanah di bawahnya.
Di saat yang sama, beberapa orang yang mereka intai, keluar dari gubuk, dua diantaranya terlihat menyiramkan cairan dari sebuah dirigen ke sekitar gubuk itu.
“Bensin!” seru dua petugas polisi yang bersembunyi itu seraya berbisik.
“Kita bergerak sekarang!”
...****************...
To be continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
🌞MentariSenja🌞
cerkekik??? bhs mana ya bang???
atau tercekik?🤭
2025-01-09
0
🌞MentariSenja🌞
perjalan???
2025-01-09
0