2. Permata yang cacat

LIBURAN nampaknya hanya kalimat kiasan untuk mempermanis sebuah kegiatan ke pantai, mencicipi makanan tradisional, dan sekiranya apa lagi hal menarik dari perjalanan ke sebuah daerah wisata. Jika pada kenyataannya, ia harus tetap membuka benda elektronik berbentuk persegi panjang yang semuanya berisi pekerjaan. Maka dapat disimpulkan, liburan hanya sebuah rekaan dari WFH (Work From Home) yang kemudian diubah terlihat lebih memberikan efek kesenangan yaitu (Work From Hotel).

Sepulang dari pantai tadi, Dikha tak pernah lagi keluar dari kamar hotelnya. Satu setengah jam lebih ia habiskan untuk duduk di depan layar laptop, menyelesaikan pekerjaan. Beruntung, tadi ia sudah makan malam lebih cepat.

Pukul delapan kurang sepuluh menit, Dikha merampungkan pekerjaannya. Laptop itu ditutup dan disimpannya kemudian merebahkan tubuh memberikan sebuah relaksasi. Ia mengambil handphonenya. Dan mendapati sebuah bukti transaksi yang ia lakukan sore tadi, dengan seorang perempuan. Dikha bangun mengubah posisinya menjadi duduk.

Tangan kirinya ia kepalkan lalu diletakkan di depan mulutnya sembari berfikir. "Apakah perempuan itu akan benar-benar datang?" atau pikirannya yang lain mengatakan. "Untuk apa dia datang? Uang sudah masuk ke rekeningnya dan itu tidak bisa ditarik." Bahkan jika ia di posisi perempuan itu, tentu saja dirinya akan memilih yang paling mudah. Membawa uang itu kabur tanpa melakukan apapun.

Namun Dikha tersenyum puas. Karena apapun yang terjadi, dia akan tetap menang. Pertama, jika perempuan itu membawa uangnya kabur, maka ia telah membeli kejujuran dari perempuan tersebut. Dan yang kedua, jika perempuan itu datang untuk menyerahkan diri atas nominal seratus juta itu, maka ia telah membeli harga dirinya. Berapa tak begitu berharganya nominal tersebut baginya. Bahkan ia pernah membelikan mantan pacarnya sebuah tas mahal yang lebih dari nominal tersebut.

Larut dalam terka pikirannya, pintu kamarnya terdengar diketuk. Dikha melirik jam pada layar handphone yang menunjukkan pukul delapan tepat. Ia pun berjalan membuka pintu kamar hotel. Sebelum pintu terbuka penuh, dari bawah ia melihat sepatu datar kemudian perlahan naik dengan pakaian yang cukup lebar dan berhenti di wajah perempuan berkerudung.

Dikha, tak percaya akan hal ini. Namun perempuan itu benar-benar datang kepadanya. Dan tentunya semua orang akan paham dengan apa yang dapat dilakukan seorang pria dan perempuan dewasa di kamar hotel. Langsung saja Dikha mempersilahkannya masuk. Langkah perempuan itu sama sekali tidak ragu seolah ia sudah bertekad kuat sebelum benar-benar tiba di sini.

Pintu kamar itu ditutupnya kembali. Hal pertama yang perempuan itu lakukan adalah meletakkan tasnya di meja. Entah apa isinya Dikha tak tahu.

"Aku tak ingin bercinta sepagi ini ..." tukas Dikha. Pukul delapan masih begitu cepat baginya.

"Lalu apa yang ingin Anda lakukan?" mereka saling menatap. Dikha mencari sedikit saja bagian dari tubuh perempuan itu yang dapat membangkitkan jiwa kelaki-lakiannya, namun tak ia temukan. Ah, sekalipun malam ini akan berakhir dengan sebuah penyesalan baginya, ia akan tetap mendoktrin diri bahwa ia membeli sebuah harga diri.

"Menonton film mungkin?" tawar Dikha. Perempuan itu setuju.

"Kalau begitu, saya akan berganti pakaian."

Dikha mengangguk. "Aku akan menyiapkan filmnya. Kau ingin genre apa? Film dewasa?"

Perempuan itu menggeleng lembut namun penuh ketegasan. "Jangan itu. Saya tidak suka horor dan jenis film dewasa. Tapi saya suka thriller." ucapannya di tutup dengan senyuman sebelum ia masuk ke kamar mandi.

Dikha pun memutuskan menyiapkan film thriller Hollywood. Tak butuh waktu lama Tv LED itu akan menampilkan sebuah film hanya dengan menekan tombol pada remote. Namun perempuan masih belum selesai. Dikha tidak merasakan sensasi apapun. Karena ia kerap menjumpai perempuan-perempuan cantik. Akan tetapi, kalimat itu ditariknya sesaat setelah pintu kamar mandi terbuka.

Bagai melihat sebuah permata dalam wujud manusia, perempuan itu nampak bersinar dalam remangnya lampu yang sengaja Dikha matikan. Perempuan itu ternyata memiliki lekuk tubuh yang indah dibalik pakaian longgarnya. Lingerie berwarna burgundy itu membuat kulit natural beige-nya terlihat lebih menyala. Kakinya yang jenjang, tubuhnya yang ramping, dan rambut panjangnya membuat Dikha seketika terkesiap.

Perlahan ... Perempuan itu mengambil posisi duduk di sofa disampingnya. "Durasi film-nya dua jam lebih." perempuan itu mengangguk dan tombol pada remote pun ditekannya.

Film itu dimulai. Perempuan itu melipat kedua lengannya bersiap menikmati film tersebut bersama Dikha. Menit demi menit berlalu dilalui Dikha dengan perasan yang tak tenang. Jiwa kelaki-lakiannya meronta. Ia sering melirik kearah perempuan itu saat adegan tembak menembak dan suara peluru yang beruntun melatar belakangi suasana film. Suara peluru itu sama halnya dengan suara jantungnya yang berdetak lebih cepat.

Berbanding terbalik dengan perempuan itu yang fokus pada film. Adegan tembak menembak dan kucuran darah itu tak membuatnya terusik sama sekali. Bahkan ia tetap pada posisi semula dengan duduk tenang dan melipat kedua lengan di depan dada.

Akh ... Tubuh Dikha memanas. Namun ia tak kunjung gegabah. Meski jiwa kelaki-lakiannya memberi tahu bahwa ia tengah merasa lapar, ia mencoba mengikatnya dan menahan sebisa mungkin. Walau setiap pendar cahaya tv mengenai wajah perempuan itu, menyorot pada leher, dada, dan kemolekan pahanya, Dikha tetap berdiri pada keyakinannya. Menahan semua itu.

Kelaparan yang terburu-buru hanya akan membawanya pada sebuah keserakahan. Maka ia pun memutuskan untuk menunggu hingga mencapai titik didih dari kelaparannya.

Sampai tibalah kalimat 'The End' pada film tersebut dan memunculkan nama-nama dari tim yang memproduksinya, Dikha segera mematikan dan tanpa ba-bi-bu menyergap leher perempuan itu dengan bibirnya. Perempuan itu sempat tersentak, namun buru-buru menyesuaikan diri.

Dikha menaikkan tubuh perempuan itu agar menindihnya. Ia beralih melakukan sebuah ciuman yang panas. Perempuan itu tak diam saja. Ia berusaha mengimbangi meski terasa sedikit kaku. Hal itu membuat Dikha merasa gerah hingga harus menanggalkan kaosnya yang diliputi keringat. AC di dalam kamar itu serasa tak ada harga dirinya.

Dikha pun memeluk tubuh perempuan itu dan mengangkatnya lalu membawanya ke ranjang. Tubuh perempuan itu direbahkannya dengan sangat lembut sembari berkata. "Aku tak tahu namamu. Bagaimana bisa kita bercinta tanpa mengetahui nama masing-masing?" Dikha mendekatkan mulutnya di telinga perempuan itu sembari berbisik. "Namaku Pradikha Mahananda."

"Anda benar-benar ingin mengetahui nama saya? Pertemuan kita hanya untuk malam ini. Tak ada gunanya saling mengetahui nama."

"Kita bisa mengulang pertemuan malam ini." Dikha mengelus belikat perempuan itu kemudian perlahan menuju leher dan naik ke telinga.

"Sayangnya saya tidak ingin!" Dikha nampak terdiam. Perempuan itu menyadari arti diam itu lalu mencoba mencairkan suasana. "Permata. Namaku permata." Dikha tersenyum puas lalu melanjutkan kegiatannya. Mereka saling membelai dan kulit mereka beradu hembusan nafas yang bergemuruh, hanyut dalam gelora yang panas, membuncah dan mendidih.

Pakaian sama-sama ditanggalkan hingga tak ada lagi kain penghalang. Mereka benar-benar saling berbagi tubuh. Tergerus dalam sebuah gelombang yang tak mampu didefinisikan, karena yang tersisa hanyalah sebuah kenikmatan. Pertanyaannya, benarkah ini semua adalah kenikmatan? Jika memang benar, lalu kenikmatan seperti apa?

Ketika lapar, seseorang akan merasakan sebuah kenikmatan sesaat setelah menikmati sebuah hidangan dalam suapan pertama. Lalu suapan-suapan berikutnya akan mengurangi rasa kenikmatan itu sendiri. Kemudian jika rasa lapar itu terpuaskan dan berganti rasa kenyang, maka jika suapan itu terus menerus berlanjut, maka bukan lagi kenikmatan yang dirasakan. Melainkan sebuah siksa. Dan siksa itu didapat karena buah hasil dari keserakahan.

Tak peduli seberapa serakahnya kedua manusia itu malan ini, intinya mereka ingin menghabiskan porsi kenikmatan itu bersama. Mereka berbagi erangan, lenguhan, derit panjang dari sebuah ranjang hingga mereka mencapai titik kepuasan atas rasa lapar. Tak ada yang lapar sebelah. Mereka sama-sama terpuaskan. Entah itu sang perempuan yang merasakan kenikmatan pertamanya, dan sang pria yang sudah pernah merasakan kenikmatan namun kali ini ia mendapat kenikmatan yang berbeda.

Mereka pun luluh di atas ranjang tersebut. Dapat disimpulkan, keduanya sampai di titik kekenyangan. Keduanya terengah lelah. Pergumulan itu begitu dahsyat. Sampai si sang pria menyadari bahwa ia telah memecahkan rekor. Rekor untuk dirinya, dan diri si perempuan.

"Permata ... Kau berdarah." tukas Dikha terkejut. Perempuan itu mengangguk masih dengan menengahi nafasnya yang belum teratur.

"Saya tak begitu cantik. Tapi paling tidak, nominal yang Anda berikan itu bisa menukar sebuah cawan permata." Dikha tersenyum sambil mengecup kening perempuan itu, menyiratkan sebuah rasa bangga.

Setelah itu kelopak mata mereka terasa berat. Rasa letih membuat Dikha mau tak mau harus terpejam. Ia ingin kembali merasakan suapan-suapan itu. Namun tak bisa dipaksa. Ia sudah merasa kenyang. Jika memaksa, ia tak akan merasakan kenikmatan, melainkan siksa. Untuk itu ia memilih tidur sebentar untuk menurunkan kadar kekenyangannya, agar kembali merasa lapar dan merasakan suapan-suapan kenikmatan tadi.

Begitu terbangun, ia merasakan sebuah semangat. Sayangnya, hidangannya hilang tanpa meninggalkan jejak. Tas di atas meja juga tidak ada. Perempuan itu pergi tanpa pamit. Padahal ini masih pukul tiga dini hari. Seketika, matanya tertuju pada kertas di bawah handphone. Ada sebuah catatan.

"Saya pergi ... Dengan harapan, kita tidak bertemu di kemungkinan manapun. Jangan pernah Anda menganggap telah membeli harga diri dari sebuah permata. Karena saya tidak menjualnya. Saya sengaja membuangnya. Dan beruntungnya, Anda sukarela menghargainya."

^^^~Permata yang cacat^^^

Terpopuler

Comments

Sahiba

Sahiba

Dalem banget ya Thor? itu kenapa judulnya permata dalam goresan. karena dia memilih menjadi permata yang mencacati dirinya.

2025-04-18

1

prenjon

prenjon

sepertinya Thia benar-benar punya masalah yang besar ya?

2025-04-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!