Tirai yang Terbuka

Ada dorongan yang entah dari mana datangnya, ia memberanikan diri untuk mencium bibir ranum Kanaya. Melihat adegan itu, sang sutradara merasa takjub, matanya membulat dengan mulut terbuka. Ia segera bangkit dari duduknya. Sedangkan Yugi seakan lebih menginginkan Kanaya, ia mencumbu lembut bibir menggemaskan itu, membuat Kanaya yang semula terbelalak itu menutupkan kedua matanya, merasakan ia melayang diantara permainan cinta tersalur begitu saja. Mungkin Yugi tak dapat mengatakan betapa cintanya ia pada gadis itu. Namun kesempatan adegan kali ini, seolah memberikan lampu hijau padanya, untuk menunjukan betapa besar rasa cintanya pada Kanaya.

Tubuh Kanaya bergetar, seluruh tangannya didera dingin dan menggigil. Yugi memperdalam ciumannya, ia menekan tengkuk Kanaya lebih dalam lagi. Yugi menarik tubuh Kanaya lebih erat dengannya. Ia melepaskan ciumannya, menyatukan kening itu pada kening Kanaya. Kedua tangannya menahan wajah Kanaya untuk tetap berada di sana.

Yugi menutup mata, "I love you, Kanaya. I love you." Deru nafas itu semakin memburu seolah Yugi baru saja mendaki puncak gunung yang tinggi.

Kanaya bingung, antara kenyataan dan sekedar adegan ia tidak terlalu faham dengan sikap Yugi padanya kali ini. Hingga terdengan seruan "CUT!" dari mulut tersambung toak itu. Togar bertepuk tangan di sertai para crew di ruangan itu. Kanaya masih tertegun di atas ranjang itu ketika Yugi tertawa dan ikut riuh dengan yang lainnya. Mau tidak mau, Kanaya ikut tertawa pula. Menyadari jika apa yang dilakukan Yugi terhadapnya itu hanyalah keperluan pekerjaan semata. Ya, ia harus profesional. Kanaya menekan perasaannya, ia buru-buru pergi ke toilet, membasuh wajah pada wastafel, menghadapkan wajah sendu itu pada cermin lebar di hadapannya.

Air mata Kanaya menetes, kenapa semuanya tampak begitu nyata? Pelukan itu, ciuman dan cumbuan itu, oh... kata-kata yang Yugi keluarkan dari mulutnya juga terdengar begitu berbisa dan dapat mempengaruhinya sejauh itu. Dada Kanaya naik turun, ia bersandar sambil menopang tubuh di atas wastafel itu. Kanaya mendongak, buru-buru ia menyeka air matanya ketika seseorang masuk ke sana.

"Eh, ngapain?" Niken memoles make up pada wajahnya.

"Cuci muka, Mbak." Menunduk.

"Habis ini ada scene berikutnya. Jangan lupa harus lebih romantis lagi ya, biar lebih laku lagi filmnya."

"Oh, iya." Menunduk.

Sesaat Niken membubuhkan pemerah wajah pada pipinya. "Kamu udah selayaknya sewa asisten lho, Nay. Kamu gak bisa buat handle semuanya. Sama Yugi juga, kalian gak bisa kerja sendiri."

"Iya, nanti aku pikirin lagi Mbak."

"Yasudah, ditunggu di luar, buat pengbilan gambar scene berikutnya ya."

"Iya."

Tak banyak bicara. Kanaya kembali membasuh wajahnya, mengeringkan pula dengan handuk kecil yang memang sudah tersedian di sana. Ia kembali keluar, menyaksikan Yugi yang dikerumuni para gadis-gadis remaja penggemarnya. Kanaya tersenyum pahit. Ya, itulah resiko dalam pekerjaannya. Mengingat peran yang begitu sensitif, ia dan Yugi bisa saja terlibat cinta lokasi. Tapi.. mereka tetap harus profesional.

Yugi melambaikan tangan sambil tersenyum. Rupanya itu adalah komunitas para penggemar yang memang sengaja menjodohkan mereka di dunia media sosial. "YUKA" nama konyol mereka adalah Yugi & Kanaya yang sengaja dijadikan singkatan.

Para penggemar itu bersorak tatkala Kanaya berjalan dengan mantap ke arah mereka. Mereka langsung menarik Kanaya untuk disandingkan dengan Yugi, membuat Yugi dan Kanaya menjadi kikuk dibuatnya.

"Kakak berdua, cocok deh kalo pacaran," celetuk seseorang diantara mereka.

"Kami hanya rekan, lagi pula Mbak Naya sudah punya pacar," jawab Yugi.

Seolah itu menjadi balas dendam antara Yugi yang berharap Kanaya mengakui dirinya sebagai jekasih ketika launching film waktu itu. Dan ini sukses membuat Kanaya berlagak tertawa renyah meski terkesan dipaksakan.

"Yeah... padahal kita semua udah menamakan 'YUKA'. Yang artinya Yugi dan Kanaya. Kita semua ngefans banget lho sama Kakak berdua, bahkan kita berharap Kakak berdua pacaran." Seseorang berkeluh sedih.

"Kalian jangan kecewa dulu," ujar Kanaya. "Kita kan gak tahu jodoh ke depannya seperti gimana. Yang penting, sekarang kita berdua harus berkarya dulu, torehkan prestasi sebanyak-banyaknya untuk membuat kalian bangga." Kanaya menoleh pada Yugi yang sama tersenyum.

Oh, Kanaya... seandainya itu memang benar___Yugi.

Oh, Yugi.. seandainya kau mengerti apa yang aku maksud___Kanaya.

"Oke, semuanya kembali bersiap ya..." seru sang sutradara, membuat para penggemar itu berhambur keluar ruangan.

Kedua bola mata Yugi memandang lekat ke arah Kanaya yang terkesan biasa saja ketika Yugi mengakui jika mereka hanyalah rekan. Seolah membuktikan jika memang benar, Kanaya tak sedikitpun memiliki perasaan terhadapnya. Ya, ia menyibak rambut gondrongnya, mengusap wajahnya. Menarik Kanaya untuk kembali berbaring dengannya di tempat tidur mewah yang semula ia dan Kanaya mengambil gambar di sana.

...

"Kalian gak ada niat buat pacaran?"

Pertanyaan yang dilontarkan Niken sontak membuat Kanaya dan Yugi tersendak berbarengan ketika mereka bertiga makan malam di sebuah restoran selepas pulang dari tempat syuting. Yugi dan Kanaya saling melirik, kemudian mereka tertawa bersama.

"Mbak ni apaan, pertanyaan macam apa itu?" Kanaya tampak gugup.

"Iya, lagian kami mau fokus sama karier dulu Mbak, Mbak Kanaya juga masih punya pacar kan?"

"Enggak, aku baru putus. Kamu tahu sendiri." Kanaya tertunduk.

"Hm... Kalo kamu baru putus kalian kenapa gak pacaran aja? Yugi juka kan masih jomblo ya?"

"Aku?" menunjuk dirinya sendiri, membuat Kanaya harap cemas mendengarnya. "Aku sih bebas, gak mau terikat dulu."

Kanaya merunduk.

"Kalian benar-benar tidak mau memanfaatkan keadaan. Padahal ini bisa jadi buat ladang uang lho. Kalian bisa dipanggil di berbagai acara, buat couple paling keren."

"Aku sii.. terserah..."

Ucapan Kanaya terpotong dengan suara bunyi panggilan dari ponsel Niken. Terlihat nama Togar tertera dengan jelas di sana, berikut dengan fotonya yang mengenakan topi khas kota asalnya.

"Iya, Bang?" ujar Niken setelah mengangkat telepon. "Oke, nanti saya tanyakan dulu pada anak-anaknya." Sesaat Niken menutup microphone pada ponselnya, "episodenya diperpanjang. Kalian gimana? Mau?" bisik Niken pada Yugi dan Kanaya.

Yugi dan Kanaya saling melirik, lalu kemudian keduanya mengangguk berbarengan.

"Yasudah, lanjutkan makan kalian." Niken kembali pada ponselnya dan berbincang serius dengan Togar. "Iya Bang, mereka bersedia. Tapi honornya ditambah, gimana? Beberapa bulan lagi juga mereka akan membintangi film layar lebar, jadi kemungkinan untuk sinetron akan memakan banyak waktu dan tenaga. Oke, Abang setuju? Oke, sayapun setuju."

Niken meletakan ponselnya di atas meja. Ia menghela nafas, lalu menyibak surai untuk ditopang pada telinganya. "Jadi sinetron kalian diperpanjang hingga bulan depan. Aku minta pertambahan honor, karena kalianpun harus membagikan waktu serta tenaga ketika bulan depan kalian mulai main film lagi."

"Bang Togar setuju?" Yugi.

"Mau tidak mau dia harus mau, soalnya pertambahan episode ini tidak sesuai dengan kontrak awal."

"Yes!" Yugi dan Kanaya bersorak berbarengan.

"Adegan romantisnya ditambah lagi ya." Niken tersenyum sambil melahap makanannya, membuat Yugi dan Kanaya saling melirik.

...

Yugi hanya terdiam di kamarnya setelah ia merebah tenang di atas kasur yang menghadap langit-langit kamar penuh dengan foto Kanaya.

Kanaya sendiri baru saja masuk kamarnya, ia melempar tas ke atas kasur, yang kemudian iapun melemparkan diri dan tertelungkup di sana.

"Hem... seandainya itu bukan sekedar adegan," gumam mereka berbarengan meski tidak pada satu tempat.

Yugi bangkit dari tidurnya, ia meraih handel lemari es dan mengambil minuman dalam kemasan kaleng di dalam sana. Ia buka penutupnya, dan mereguknya sambil keluar menuju balkon kamarnya yang mewah. Hamparan gemerlap lampu kota seolah menjadi pemandangan rutin setiap malamnya. Ia menghadap ke arah kamar Kanaya, sambil menopang tubuhnya dengan kedua tangan pada pagar balkon itu. Tampak olehnya Kanaya yang tengah berbaring santai di atas tempat tidurnya.

"Gadis itu," gumam Yugi, "kau hanya setahun lebih tua dariku. Tapi.. pesonamu tak jauh beda seperti gadis ABG dibawah usiaku. Kanaya Adistia..."

Kanaya yang tak sadar tengah diperhatikan oleh Yugi di luaran sana, ia bangkit dan membuka kaos yang semula menutup indah tubuh atasnya. Yugi panik dengan pemandangan yang tiba-tiba itu. Ia segera menutup wajahnya hingga sedikit tumpah minumannya, Yugi sedikit mengintip diantara celah jarinya yang terbuka. Sial! Tubuh Kanaya tampak begitu indah. Dengan bra berwarna hitam menghiasi ranum dadanya. Kenapa pula ia tak menutup tirai kamarnya? Ah, Kanaya seperti melihat jika Yugi pula tengah memperhatikannya, hingga ia tampak melotot dan segera menutup tirai kamarnya.

"Sial!" gumam Kanaya. "Kenapa gue gak tutup tirainya? Akh..!" menepuk jidatnya.

***

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!