Ungkapan Menyesakan

Yugi Valerga. laki-laki tampan berwajah oval dengan kulit putih sempurna, alis sedikit tebal, mata bulat khas Timur Tengah, hidung mancung, bibir merah sedikit tebal, rambut gondrong blonde dengan sedikit keriting tanpa alat, ah... Sebenarnya ia seorang laki-laki sempurna dengan perawakan khas ahli perenang profesional. ya, olah raga kegemarannya adalah berenang. Dada bidang dengan perawakan sempurna. tinggi 175cm dan berat badan 80kg. Coba lihat otot-otot perutnya yang tampak menggoda. Uh, sayangnya Kanaya tak dapat melihat hal itu.

Yugi sudah siap dengan mobil sportnya. Ia akan datang ke tempat launching film terbarunya bersama Kanaya hari ini. Tempatnya di sebuah gedung bioskop di pusat kota. Ah, wanita cantik itu, cukup membuat Yugi jatuh cinta dengan perawakannya yang mungil dan menggemaskan.

Kanaya tidak tinggi, tubuhnya tidak sesempurna wanita idaman pada umumnya. Ia hanya cantik, dan memiliki pribadi yang menarik dan dapat membuat setiap laki-laki tergila-gila ketika berhadapan dengannya. Gadis berambut kriting ala bangsa latin itu kerap membuat Yugi sulit tidur sebelum melihat wajah Kanaya di balik layar hologramnya. Mata Kanaya, uh... Mata itulah yang membuat Yugi sulit berpaling pada wanita lain. Hidung Kanaya tidak terlalu mancung, tapi bibir mungil berisi milik Kanaya, cukup membuat Yugi terkadang ingin ******* habis keindahan itu.

Sekumpulan wartawan itu mengelilinginya ketika ia baru turun dari mobil sport kesayangannya tepat di depan sebuah gedung berbentuk keong mas di pusat perkotaan. Yugi hanya tersenyum dan mencoba untuk tetap menjaga penampilannya. Ia lihat Kanaya sudah berada tepat di depan pintu masuk gedung itu, bergaun putih menjutai dilapisi bahan tile berbaur mutiara. Kanaya tengah menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan para wartawan di hadapannya.

Yugi sekilas tersenyum, lalu ia berjalan dengan mantap, mengangkat wajah dan menghampiri Kanaya untuk kemudian meraih tangan itu untuk digenggamnya.

"Ah," Kanaya terkejut, lalu kemudian ia kembali bersikap biasa saja setelah tahu jika Yugi berada di sampingnya. "Kamu kemana aja?" bisik Kanaya, "acaranya sudah hampir mulai.

"Aku... emh... gak kemana-mana."

Kanaya kembali pada wartawan yang terus memberondolnya dengan berbagai pertanyaan. Hingga pada pertanyaan yang cukup membuat hati Yugi bersemangat, lalu kemudian lemas kembali.

"Apakah kalian berpacaran? Kalian sangat serasi sekali diberbagai judul film." Reporter itu cukup harap cemas menunggu jawaban.

"Emh..." Yugi sudah siap menjawab.

"Kami hanya berteman," ujar Kanaya yang sukses membuat genggaman tangan Yugi mengendur.

Berteman? Selama ini kita hanya berteman? Ya, apa lagi? Selama ini hanya aku yang memiliki perasaan lebih terhadap Kanaya. Jangan berharap lebih, Yugi. Ia terlalu sempurna untuk kau raih hatinya___Yugi

Yugi melemas, ia berjalan menatap ujung sepatunya yang serasa tidak menapak pada alas gedung itu.

Kanaya mengerutkan dahi ketika tiba-tiba Yugi menjauh darinya. Ia berpamitan kepada para pers itu, lalu berjalan menyusul Yugi sambil menjinjing ujung gaun yang terjuntai ke lantai.

"Ugi, Gi, Yugi." Kanaya menarik ujung jas yang dikenakan Yugi. "Kamu mau kemana?"

Yugi menoleh, "aku.. mau masuk, Mbak."

"Tungguin, kenapa... aku juga kan mau masuk, kenapa kamu malah ninggalin?" Kanaya mengerucutkan mulutnya membuat Yugi tak sanggup melihatnya.

Yugi mengusap wajahnya. "Mbak mau barengan?"

"Iyalah, kita kan pasangan." Kanaya mendelik.

"Tadi katanya teman.." gumam Yugi.

"Kenapa?"

"Enggak, ayok masuk."

Yugi kembali menggenggam erat jemari lentik Kanaya. Tak perduli dengan anggapan Kanaya yang hanya menganggapnya teman biasa. Memang sejak awal cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan saja.

...

"Hallo?" ketika malam-malam Yugi terganggu lelapnya.

"Ugi..." terdengar seseorang terisak di seberang telepon.

"Mbak, kenapa?"

"Dia..."

"Dia kenapa?"

"Dia selingkuhin akuh..."

Oh... Yugi memejamkan matanya. Kanaya... kenapa kau harus mencari cinta yang lain disaat ada seseorang yang mampu mencintaimu dalam diam? Yugi memijat pelipisnya, ini bukan pertama kalinya Kanaya curhat dalam keadaan malam-malam mengganggu lelapnya.

"Mbak kenapa gak cari laki-laki lain aja sih, Mbak?" lirih Yugi.

"Gak bisa.. aku udah terlanjur sayang sama dia..."

"Terus sekarang Mbak ada di mana?"

"Di tempat biasa." Masih terisak Kanaya di sana.

Yugi segera menutup telponnya. Ia meraih jaket pada gantungan kapstok di kamarnya, tak ada gengsi ia hanya mengenakan celana Borjuis selutut turun dari kamarnya. Meraih kunci motor tergeletak di atas kulkas, keluar dari rumah mewahnya.

"Kemana, Den?" tanya penjaga rumah sambil mendorong pintu gerbang.

Yugi tersenyum, "biasa Pak."

Laki-laki paruh baya itu mengerucutkan mulutnya pertanda ia mengerti.

Ini memang bukan pertama kalinya Yugi berani melesatkan motornya malam-malam menembus dinginnya embun menuju Kanaya biasa menghabiskan malam ketika tengah dalam keadaan patah hati. Oh, apa sebenarnya ini? Apa yang Yugi harapkan dalam kondisi seperti ini? Ia mencintai gadis itu dalam diam, tak bisakah ia mengatakan apa yang ada dalam hatinya? Gila! Yugi terlalu gila dengan caranya yang berani mempertaruhkan apa saja demi kekasih orang lain.

"Mbak!" Yugi turun dari motornya.

Kanaya memburu pelukan hangat Yugi Valerga. Melepaskan tangisnya di sana. Membiarkan air mata itu membasahi T-Shirt yang melekat di tubuh Yugi.

Yugi tak pernah membalas pelukan itu. Baginya terlalu sakit jika hanya bisa memeluk tanpa dapat memiliki hatinya. Lagi, Yugi hanya mempu memejamkan mata, mengeratkan gemerutup giginya, mengepalkan kedua tangannya.

"Mbak." Yugi menarik nafas, menenangkan kembali hatinya.

Kanaya melorotkan pelukannya, "sorry. Kamu pasti kesel ya? Aku gangguin terus."

Yugi tersenyum singkat, "gak apa-apa.

"Kamu udah tidur?" menyeka air matanya.

Yugi memejamkan matanya, menarik nafas lebih dalam. "Belum." Tersenyum.

"Aku mau kamu nemenin aku malam ini. Bisa?"

"Apapun itu, Mbak... Kanaya..."

"Thank's kamu teman terbaik aku."

"Ya, teman terbaik." Yugi mengangguk-angguk canggung. Sebutan teman terbaik itu begitu menyayat hatinya.

"Sudah lebih baikan?"

"Entahlah, setiap aku sedih dan kamu ada buat aku, setiap itu pula hatiku merasa lebih tenang." menyeruput minuman yang sejak semula sudah ia pesan.

"Mbak tak bisa coba buka hati untuk yang lain?"

"Memangnya siapa yang mau sama aku? Kamu?" menatap Yugi dengan penuh pengharapan.

Sesaat Yugi berbalik menatap mata gadis di hadapannya. keindahan mata bulat dengan bulu lentik seolah menari dalam kedip, Yugi merasakan lebih dari sekedar cinta.

"Ugi..."

"Enggak," jawab Yugi tiba-tiba.

Kanaya menggigit bibir mendengar ucapan itu. Ia lihat Yugi berpaling darinya, melemparkan pandangan pada rerumputan yang tak begitu tampak karena lampu yang menyinari hanya temaram saja.

"Emh, yaudah..."

Oh, Kanaya... seharusnya kau lebih mengerti dengan semua sikapku padamu. Aku begitu mencintaimu, bahkan mungkin bukan sekedar cinta, tapi rasa ini berlanjut menjadi sayang, mengikat hatiku, menjalar ke setiap sendi kehidupanku, mengunci semua tentang dirimu dalam urat nadiku. Kau, kau bagaikan obat dari segala gundah yang aku rasa. Mencintaimu selama ini, adalah inginku. Memilikimu untukku, adalah harapanku, meski aku tahu itu tak akan mudah bagiku untuk mendapatkan hatimu___Yugi

***

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!