Beberapa hari kemudian, aku dan Nino sudah berbaikan lagi. Nino mulai mengajakku untuk pergi. Karena Nino sendiri berjanji akan menemaniku pergi kemana saja sesuai keinginanku. Ada perasaan senang menyelimuti hatiku karena baru kali ini Nino meluluskan permintaanku dan pastinya moment langka ini tak akan pernah terulang kembali.
Sore ini setelah menghabiskan waktu berdua dengan Nino, ada rencana ingin menyambangi pemakaman. Pemakaman Mama yang sudah lebih dahulu meninggalkanku saat usiaku masih 18 tahun. Tepat 6 tahun yang lalu, karena beliau terkena kanker rahim.
Awalnya, aku dan Nino saling terdiam di dalam mobil. Tapi akhirnya aku beranikan diri untuk membuka pembicaraan.
“Ee...Sayaang” panggilku sedikit ragu pada Nino.
Kulihat Nino langsung menoleh kearahku sembari mengangkat salah satu alisnya.”Iya Sayang, ada apa?” sahut Nino.
“Kita mampir dulu ya ke makam Mama, boleh” tanyaku dengan hati-hati.
Ekspresi Nino sedikit terkejut saat mendengarkanku meminta diantarkan ke pemakaman.
“Iya, hari ini beliau ulang tahun. Aku akan kesana untuk mendoakannya” ceritaku dengan perasaan sedih dan pandanganku berubah berkaca-kaca karena menahan tangis kesedihan.
Nino tampak tertegun melihatku dengan ekspresi sedih sembari menahan air mata. Perasaan Nino sangat berkecamuk tak karuan melihat kekasihnya tengah sedih dan tak pernah se sedih ini. Ada hasrat ingin memberi belaian lembut untuk dirinya, tapi rasanya masih kaku. Karena Nino tak pernah melakukan hal romantis untuk seseorang special yang berada di dekatnya.
"Iya boleh dong Sayang, aku antar ya..." jawab Nino yang membuatku langsung tersenyum lega.
Sepanjang perjalanan, aku dan Nino hanya terdiam. Seperti biasa, kami saling diam dan tak ada sepatah kata untuk mencairkan suasana. Beberapa meter sebelum sampai di pemakaman Mama, aku meminta Nino untuk mampir ke toko bunga. Kali ini Nino langsung mengangguk patuh.
“Iya Sayang, biar hari ini untuk kamu dan Mamamu saja. Aku hanya ingin mengantarkan saja” terang Nino penuh senyum.
“Terima kasih Sayang untuk hari ini” balasku langsung sembari melebarkan senyuman senang.
“Sama-sama Sayang” angguk Nino dengan senyuman lagi.
Kini mobil berhenti di toko bunga, segera aku dan Nino turun dari mobil kemudian memasuki toko bunga. Bermacam-macam bunga tersedia disana, aku memtuskan untuk memilih bunga Crisant, bunga kesukaan almarhumah Mama. Tak lama kemudian aku segera membayar bunga yang sudah ku pilih dan bergegas keluar dari toko bunga bersama Nino.
Di sepanjang jalan menuju pemakaman Mama, aku tak henti-hentinya mengamati bunga-bunga Crisant yang sedang kuletakkan di pangkuanku. Mengamati dengan perasaan kagum karena bunga tersebut memang benar-benar indah.”Pantas Mama menyukai sekali bunga ini” gumamku tanpa sadar dan membuat Nino menoleh kearahku.
“Segitu kagumnya kamu dengan bunga yang ada di hadapanmu, sampai-sampai calon suaminya dianggurin” protes Nino dengan nada sedikit jealous.
Pandanganku beralih padanya sembari tersenyum geli saat mendengarnya protes karena aku lebih mengalihkan kekaguman pada bunga Crisant daripada dirinya. “Cieee, ceritanya jealous sama bunga nih” geliku saat melihat tampang Nino sedikit bete.
“Iyalah jealous, dari tadi aku dicuekin kok. Gimana nggak sebel, kamu lebih perhatiin itu bunga ketimbang berbicara denganku” sewot Nino yang sesekali menoleh kearahku sembari menjalankan setirnya.
Aku tersenyum melihat tampang Nino masih terlihat bete. “Kamu tahu nggak Sayang, aku melihat bunga ini seperti sudah bagian dari Almarhumah Mamaku” ceritaku akhirnya. “Mamaku menyukai bunga ini, bunga cantik yang akhirnya jadi bagian namaku Velincia Viona Crisanty ” lanjutku menjelaskan tentang bunga Crisant yang membuat ekspresi Nino jadi manggut-manggut mengerti.
Bercengkerama dengannya membuatku tak sadar bahwa sudah sampai depan pemakaman.
Nino segera menghentikan laju mobilnya di depan gerbang area pemakaman. Sementara aku bersiap untuk turun dari mobil, tapi kulihat Nino masih berdiam diri sembari melihatku yang sedang bersiap untuk turun.
“Kamu nggak ikutan turun?” tanyaku heran saat melihatnya masih terdiam mengamatiku.
Nino tersentak, ternyata suaraku mengagetkan lamunan Nino sesaat. “Apa yang kamu katakan tadi?” tanya Nino sembari menyembunyikan rasa terkejutnya.
Aku tersenyum melihatnya seperti itu, lalu aku mengulang pertanyaan yang sama seperti tadi kepadanya. Tapi pada akhirnya Nino menggeleng pertanda tak ingin ikut ke pemakaman.” Aku tunggu saja di dalam mobil ya” lanjut Nino saat melihatku turun dari mobil dan melangkahkan kaki menuju kompleks pemakaman. Aku menoleh dan mengangguk kearahnya.
Saat memasuki kompleks pemakaman, aku melewati beberapa petak makam yang sudah tertata apik. Makam Mama berada dibarisan paling ujung sebelah kiri. Nisan bernama Viona Valencia , itu nama Mamaku. Mama Viona, sapaannya. Tanpa sadari, aku menitikkan airmata saat doa akan kupanjatkan untuk Almarhumah. Sebelumnya aku menyapa terlebih dahulu.”Hay Ma, Veli kangen Mama. Selamat Ulang Tahun Mama sayang, Veli sayang Mama” ucapku sembari mengecup ujung nisan dan tak lupa menabur bunga Crisant diatas tanah makamnya.
Setelah menabur bunga Crisant, kini doa kupanjatkan lagi. Doa untuk seseorang ter-special-ku yang berada di dunia fana. Mama. Panjang doa itu kupanjatkan, hingga airmataku menetes lagi, rasa kangen membuncah hingga tangisku pecah sore itu juga. “Ma, sekarang Veli udah mau lulus kuliah. Sebentar lagi akan wisuda, dan mungkin.....” ceritaku disela-sela tangisan yang membuat hatiku semakin sesak. “mungkin sebentar lagi Veli akan menikah dengan Nino, pria pilihan Veli. Aku menyayanginya Ma, semoga Mama merestui hubungan kami ya. Seperti Papa merestui hubunganku dengan Nino” lanjutku yang masih larut dalam tangis dan tengah mencoba untuk tersenyum sembari menundukkan kepala dan mengamati cincin tunanganku.
“Mama lihat kan cincin tunangan Veli dari Nino, sangat indah. Veli menyukainya Ma. Cincinnya sangat bagus” lanjutku masih bercerita tentang cincin tunanganku kepada makam Mama.
Sadar memang tak akan direspon Mama, aku terdiam sejenak. Hening. Pelan-pelan kenangan masa kecil bersama Mama bermunculan lagi dibenakku. Aku kembali terisak lagi saat kenangan itu hadir lagi di memori otakku.”Ma, Veli masih kangen Mama. Selalu kangen Mama....” gumamku tanpa sadar dan masih dengan posisi terisak.
...****************...
Sementara Nino yang masih di dalam mobil tengah merenungkan sesuatu dan mengingat kesalahan apa saja yang dia lakukan saat melukai hati Veli.
Dia menyesali kenapa berbuat semena-mena pada Calon Istrinya tersebut, padahal Veli adalah wanita baik-baik selama Nino kenal sampai saat ini.
Saking banyak hal yang ia renungkan sampai tidak menyadari bahwa Veli belum kembali ke dalam mobil yang pastinya membuat Nino panik, tanpa pikir panjang dirinya langsung turun dari mobil dan tak lupa mengunci mobilnya menggunakan tombol otomatis.
Langkah kaki Nino sangat pelan saat memasuki area pemakaman yang disana terdapat Veli yang sedang berziarah untuk sang Mamanya. Nino terhenti saat melihat sosok yang disayanginya sedang bersimpuh di depan makam sang Mamanya. Nino melihat Veli sedang terisak-isak sembari mencurahkan sesuatu pada nisan sang Mama.
Pelan-pelan dan sedikit ragu saat Nino menghampiri Veli, lalu tampak tertegun saat langkah Nino mulai dekat dengan Veli yang kembali berduka saat berziarah kali ini “Apakah seperti ini rasanya saat kehilangan orang tercinta?”gumam Nino dalam hati.
Nino semakin tidak tega melihat kesedihan yang mendalam ini. Ingin rasanya Nino memeluk Veli dari belakang untuk menenangkan perasaannya, tapi menjadi tertegun saat mendengar Veli mengatakan” Seandainya saja Mama masih ada disini mungkin Mama juga senang bertemu dengan Nino. Mama percaya sama Veli kalau Nino adalah pria yang baik, perhatian dan pasti sayang Veli dan keluarga.”
Nino terdiam, di dalam hatinya dia tidak merasa memperlakukan Veli sebaik yang diucapkan Veli barusan. Seakan Veli menutupi semua sifat buruknya. Nino semakin terdiam, kemudian ia memutuskan untuk meninggalkan Veli seorang diri dan langkahnya pelan-pelan meninggalkan area pemakaman.
...****************...
Langkah Nino gontai saat kakinya keluar dari gerbang pemakaman menuju mobil yang ia parkir di depan komplek pemakaman. Nino merasa hari ini mendapat suatu pembelajaran yang tak terlupakan. Pembelajaran tentang menghargai perasaan. Tubuh Nino lemas mengetahui bahwa selama ini Nino tak pernah sedikit pun menghargai perasaan Veli. Gadis itu sangat menyayanginya, Nino tak pernah menyadari hal itu. Selama ini ia memperlakukan calon istrinya kasar. Nino melakukan seperti itu untuk menjadikan Veli lebih baik lagi, karena itu didikan orangtuanya yang mengajarkan demikian. Pandangan Nino jatuh pada cincin tunangannya, cincin yang melingkar manis di jari manis juga. Lama pandangan Nino pada cincin tunangannya itu hingga larut dalam lamunan. Entah apa yang Nino renungkan kali ini.
Beberapa menit kemudian Nino tersadar dari lamunannya dan menyadari bahwa Veli belum kembali di mobilnya. Tanpa pikir panjang Nino menyusul Veli yang masih di makam sang Mamanya, Nino terkejut karena Veli sudah kembali dan duduk di sebelah Nino.
“Ve...Veli....” kejut Nino yang menyadari kedatanganku tiba-tiba.
Aku tersenyum melihat Nino sangat terkejut atas kedatanganku.”Kenapa terkejut gitu sih?” tanyaku sembari mengumpat geli.
“Habis kamu ngagetin sih, kenapa nggak bilang sih kalau sudah datang” sungut Nino sembari memegang dadanya. “Kapan balik masuk ke mobil lagi?” lanjut Nino menanyai hal tersebut.
“Baru saja Nino Sayangggggg” gemasku sembari mencubit pipinya yang terlihat chubby sore ini.
“Awww” keluh Nino sembari mengaduh kesakitan karena cubitan pipi dariku. “Sejak kapan, dari tadi aku sendirian disini kok” tanya Nino yang masih belum percaya atas kedatanganku.
Rasa geliku meledak menjadi tertawa karena Nino masih saja belum percaya aku kembali disini. “Dari tadi, aku masuk mobil kamunya ngalamun aja. Mana sadar” jawabku yang masih saja menertawakan Nino, “ngalamun apa sih sore-sore gini?” tanyaku terlihat kepo sembari melihat tampang lucunya sore ini.
Kulihat Nino mendengus sebal membuatku semakin terpingkal-pingkal.
Lalu menjawab”Kepo kan?” tanya Nino balik, “kapan-kapan aja deh ceritanya. Kita pulang yuk, keburu malam. Nanti aku yang dicariin lagi sama Papa” senyum Nino lalu tertawa penuh kemenangan dan membuatku gantian pura-pura cemberut.
Nino tersenyum melihat ekspresiku sore ini, kemudian segera menyalakan mobil dan mobil siap meninggalkan area komplek pemakaman.
...****************...
Semenjak kejadian sore itu setelah pulang dari berziarah di makam Mama, aku merasa Nino sedikit demi sedikit berubah. Entah apa yang membuatnya kini berubah, apa mungkin ini semua hanya perasaanku saja.
Sebulan ini juga saat aku tengah menyelesaikan skripsiku yang tinggal sebentar lagi selesai. Aku semakin semangat karena Nino selalu mensupport-ku.
Hal ini aku ceritakan kepada orang-orang terdekatku dengan perasaan senang, sampai ketiga sahabatku tak percaya atas apa yang Nino lakukan. Aku bercerita panjang lebar dengan mereka hingga tak terasa sampai juga depan parkir mobil mahasiswa. Kemudian aku yang akan berpisah dengan mereka bertiga di mobil yang berbeda, aku terkejut mendapati seseorang yang dengan tiba-tiba berdiri disamping mobilku.
“Nino....” kejutku mengetahui seseorang itu adalah calon suamiku yang masih rapi dengan baju kantornya.
Sementara ketiga temanku bersorak heboh melihat kedatangan Nino secara tiba-tiba.
“Tuh, udah di jemput sama Pangeran Nino” timpal Arum sembari menyolek iseng lenganku.
Belum sempat aku merespon Arum, mereka bertiga segera meninggalkan aku dan Nino berdua saja.
“Kenapa terkejut sekali gitu sih?” geli Nino melihat ekspresiku masih setengah tak percaya.
Tampak Nino yang akan meneruskan ucapannya terputus karena aku menyelanya,”Ta...ta...tapi nggak biasanya kamu begini Nino” ucapku terbata karena tak tahu harus berkomentar apalagi, “ta...tapi aku bawa mobil sendiri” lanjutku yang sedang mengatur degup jantungku.
“Makan yuk” ajak Nino sembari melihat jam tangannya hampir memasuki jam makan siang.”kali ini aku traktir” terang Nino dengan wajah sumringah dan tampak bersemangat.
“Tapi mobilku gimana?” tanyaku merasa bimbang.
“Makan siang dulu, nanti setelah makan siang kamu ambil lagi mobilnya” pinta Nino.”Aku temeni deh” senyum Nino.
Mendengar Nino mengatakan demikian, rasanya seperti mimpi.”Nggak biasanya dia kayak gini sama aku. Boro-boro, romance lunch aja nggak pernah. Ngingetin minum obat maag aja juga nggak pernah. Inti dari semuanya DIA NGGAK PERNAH INGETIN AKU UNTUK SEMUA HAL” batinku masih merasa tak percaya.
“Udah, nggak usah banyak mikir deh. Ini keburu siang, Sayangggg.....” ajak Nino sembari menarik tanganku.
Aku tersentak kaget karena tangan Nino menarik tanganku. Kemudian ia mengamit tanganku layaknya sepasang pengantin memasuki pelaminan. Benar-benar terkejut aku dibuatnya karena melihat perubahannya yang secara mendadak.
Saat di dalam mobil, aku dan Nino seperti biasa saling diam. Hening. Hanya suara kedua jempolku yang lincah memencet tombol qwerty untuk ber-chating-an dengan ketiga sahabatku.
“Diam saja dari tadi, ngobrol apa kek biar nggak garing” ajak Nino mulai membuka pembicaraan,“jangan ponsel mulu yang diajakin ngobrol” lanjut Nino yang melihatku masih asyik dengan ponsel yang berada ditanganku.
Aku menoleh kearahnya dan menghentikan kegiatan mengetik keyboard qwerty di ponselku. “Biasanya juga begini kan?” jawabku dari hati. Tapi bibirku langsung menjawab”Maaf Nino, keasyikan sama temen-temen ini.”
Mendengar jawabanku, Nino hanya geleng-geleng kepala dengan senyuman singkat lalu melanjutkan menyetir mobilnya. Sekali lagi, aku heran melihat tingkah Nino yang sudah kubilang sedikit berubah tak seperti biasanya. Sampai larut dalam lamunan”Aku merasa ada yang disembunyikan Nino dariku. Tapi apa yaa?? Ya sudahlah kalau dia memang sudah berubah untuk jadi lebih baik lagi, aku berdoa ini untuk selamanya” batinku sembari menyelipkan doa terbaik untuk Nino.
Tanpa kusadari, Nino diam-diam melirikku yang tengah memejamkan mata dan khusyuk tengah memanjatkan sesuatu. ”Suatu saat aku akan menceritakan semuanya pada Veli” batin Nino dengan berjanji dalam hati.
Kami larut dalam pikiran masing-masing.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments