Pagi ini aku bangun pagi pukul 04.30. Rasa capekku kemarin tergantikan oleh rasa segar di badanku. Segera aku menunaikan Solat Subuh sebelum memulai aktivitas pagi ini.
Setelah selesai solat, aku merasa mataku seperti sembab, saat menyadari hal itu aku langsung terkejut karena semalam aku habis menangis. “Seharusnya, kemarin malam aku tak mengatakan seperti itu pada Nino” gumamku menyesali ucapanku semalam untuk Nino.
Aku mendudukkan diri di tepi ranjang sembari melipat alat solat dan merenungkan sesuatu, rasanya terbawa pada kenangan saat pertama kali bertemu Nino di kampus yang sama. Tapi, saat aku tengah menempuh semester ke 4, sedangkan Nino sudah berada di semester paling akhir dan tengah mempersiapkan untuk wisudanya. Pertemuan tak sengaja membuatku dan Nino langsung melakukan pendekatan. Penampilan Nino saat itu seperti dosen muda, entahlah dia membuatku terpesona.
Beberapa bulan setelah pertemuanku dengan Nino, dia mengatakan cintanya padaku.
Dua setengah tahun aku berpacaran dengannya, akhirnya Nino melamarku untuk dijadikan calon istrinya kelak. Tepat 3 bulan lalu dimana aku bertambah usiaku menjadi 22 tahun. Sangat-sangat bahagia sekali saat hari pertunangan Nino menyematkan cincin di jari manisku sebelah kiri.
"Velincia Viona Crisanty, maukah kamu menjadi Istriku?" ucap Nino di hadapan semua dan terlihat gugup.
Aku membalas dengan tersenyum malu-malu sambil mengangguk kearahnya.
Nino yang tadinya terlihat tegang, kini ekspresi wajahnya berubah lega dan tak lupa menyunggingkan senyuman.
Setelah itu, Nino segera menyematkan cincin pertunangan yang dipegang oleh Mama Helen, Mama Nino.
"Tenang, aku memang ingin mengikat hubungan kita ini sembari menunggu kamu selesai kuliah dan juga sembari menabung untuk acara pernikahan kita nantinya" ucap Nino.
Aku mengangguk,"Iya Sayang, aku nggak keberatan kok. Terima kasih ya" balasku yang ternyata sudah menitikkan airmata haru.
Nino reflek memelukku di depan semua tamu yang hadir diacara pertunangan kami.
Tiba-tiba terdengar lagu ulang tahun yang ternyata sudah dipersiapkan oleh Papa, Tante Rachel, dan Calon Mertuaku.
Aku tersenyum sangat bahagia saat itu. Bahagia itu aku rasakan sesaat setelah mengetahui bahwa Calon Suamiku ternyata tempramen dan ringan tangan.
Lamunanku buyar saat teringat perlakuan kasarnya, aku cepat-cepat menghapus bayangannya dan sadar bahwa jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 06.30. Aku langsung terperanjat karena pagi ini ada janji dengan dosen untuk bimbingan skripsi. Segera aku bergegas untuk persiapan menuju kampus pagi ini.
...****************...
Sesampainya kantor, Nino langsung bergegas masuk ke ruang animasinya. Di dalam ruangannya, banyak kumpulan gambar-gambar yang belum Nino selesaikan lewat komputer. Belum lagi gambar-gambar yang sudah di komputer, masih menumpuk beberapa.
Ekspresi Nino pagi ini saat mengamati sketsa gambarnya yang masih menggunakan pensil tampak tersenyum puas. Dari kumpulan gambar yang Nino pajang, ada satu gambar Nino yang menurut Nino sangat special. Yakni gambar Veli dengan ekspresi tersenyum, gambar itu diamati Nino tanpa henti. Tak lama setelah itu hati Nino sangat gusar karena sampai jam segini Veli tak ada kabar. Nino langsung gelisah, padahal Nino biasanya tak se gelisah ini. Tapi hari ini Nino tampak gelisah sekali dan sesekali menunggu chat via WhatApps dari Veli tak kunjung muncul.
“Apa sebaiknya aku lebih dulu memberi kabar untuk Veli?” gumam Nino bimbang sembari mengamati layar ponselnya.
Tanpa pikir panjang lagi, Nino langsung mengetik chat via WhatApps untuk Veli. Jempolnya lincah saat menyentuh keyboard ponselnya untuk mengetik pesan pada Veli. Tak lama setelah itu, chat WhatApps terkirim dengan tanda centang dua berwarna abu-abu. Mendapati itu, Nino langsung tersenyum lega, berharap chat-nya langsung dibalas Veli.
Nino memang begitu, kadang dia bisa menjadi kasar. Kadang pula dia bisa menjadi lemah lembut.
"NINOOO!! HARI INI HARUS SELESAI YAAA" teriak Pak Surya yang membuat Nino terperanjat kaget.
Ponsel yang dibawa Nino hampir saja terjatuh. Kemudian dia melirik kesal kearah atasannya yang super rese itu.
"Baik Pak, hampir sedikit lagi selesai" balas Nino dengan memasang ekspresi senyum terpaksa pada atasannya walau dalam hatinya, masih sangat kesal.
Baru beberapa tahap penyelesaian, terdengar suara kunyahan kerupuk yang menurut Nino itu mengganggu konsentrasinya.
"Berisik...." omel Nino tertahan karena Faris menjejalkan keripik kentang yang ia bawa.
Mau tak mau, Nino segera mengunyah keripik tersebut dengan perasaan kesal.
Melihat pemandangan itu, Roni terkekeh geli."Udah, lanjutin aja ngerjain Nino. Sepertinya seru..." sambung Roni yang membuat satu ruangan tertawa.
"Seneng kan, temennya diginiin..." protes Nino sembari melirik kesal kearah Roni.
Roni meringis kearah Nino sembari melempar tanda V kearah Nino,"Udah, nggak usah protes ya. Kita ini kerja team. Jadi jangan merasa sok jadi makhluk INDIVIDU!" ucap Roni penuh penekanan.
"Ck!" decak Nino kesal,"iya...iya...ini lagi kejar date line siang ini" omel Nino lagi yang mulai berkutat dengan pekerjaannya di PC kantor.
Roni semakin tergelak saat mendengarkan Nino mengomel, lalu dengan iseng melempar kulit kuaci yang dia cemil sembari berlari untuk menyelamatkan diri.
"RONIIIIII......" dengus Nino semakin kesal.
...****************...
Pagi ini, seperti biasa aku sedang melakukan konsultasi untuk skripsiku. Tak butuh waktu lama untuk menunggu Bu Bela datang, beliau langsung mengoreksi berkas skripsiku dengan serius.
“Veli, BAB 3 mu sudah sempurna. Mungkin ada beberapa yang harus kamu perbaiki. Kalau bisa kamu melihat contoh skripsi kakak kelas yang tahun kemarin, sepertinya ada judul yang berkaitan dengan skripsi yang kamu buat sekarang” terang Bu Bela Dosen Pembimbing skripsiku saat beliau menjelaskan tentang perkembangan skripsi yang sudah maju di BAB selanjutnya.
Ekspresiku tersenyum senang saat beliau memberiku arahan tentang konsultasi skripsi yang kukerjakan dua hari yang lalu. Semangatku terpacu untuk melanjutkan BAB berikutnya. Saat konsultasi skripsiku selesai, segera aku mengemasi berkas skripsi yang Bu Bela koreksi pagi ini. Yups, tanpa terasa aku kini sudah menginjak semester akhir. Skripsi adalah menu sehari-hariku untuk menyandang gelar Sarjana. Waktu begitu terasa cepat, aku tak sabar memakai jubah Toga saat wisudaan nanti.
“Kamu bisa melanjutkan skripsimu ke BAB selanjutnya Veli” senyum Bu Bela sembari menyodorkan berkas skripsi padaku.
“Baik Bu, nanti Saya lanjutkan pada Bab berikutnya. Terima kasih atas waktunya Ibu untuk mengoreksi Skripsi Saya. Kalau begitu Saya permisi dulu” pamitku yang masih menyunggingkan senyum lega untuk Dosen Pembimbingku pagi ini.
Tampak Bu Bela mengangguk penuh senyum ramah padaku. Saat aku akan meninggalkan ruangan beliau terhenti karena,”Kamu pulang bawa mobil sendiri atau sama calonmu itu?” tanya Bu Bela tiba-tiba.
Langkahku terhenti saat beliau bertanya demikian.”Bawa mobil sendiri Bu, biasa sama teman-teman” jawabku sembari menyunggingkan senyuman, walau pahit dihati karena Bu Bela menanyakan hal tersebut padaku.
Langsung ekspresi Bu Bela hanya manggut-manggut mengerti. Lalu Beliau segera menyilakanku untuk keluar dari ruangannya.
Setelah berkonsultasi skripsi pagi ini, aku tersenyum lega karena mengingat skripsiku hampir saja terselesaikan pada semester ini. Aku semakin semangat untuk mengetik Bab berikutnya yang telah kurangkum jauh-jauh hari.
Terdengar suara notifikasi di Aplikasi WhatApps berkali-kali membuatku segera mengecek ponsel yang ku masukkan ke dalam tas dari tadi.
Rika : Vel, kamu dimana? Aku tunggu di tempat biasa sama Fika dan Arum yaaa.....
Nino❤️ : Pagi Sayangku.... kok tumben banget kamu nggak WA aku duluan. Aku kangen kamu Sayanggg. Love you..... jangan lupa makan yang tepat waktu yaa.......
Maya : Veli.... Bu Bela masih ada di ruangan kan? Kamu ada dimana? Aku mau lihat skripsimu dong, katanya udah bimbingan pagi ini.
Dan masih ada lima pesan WhatApps lagi dari teman-temanku. Ekspresiku makin tersenyum melihat banyak pesan dari teman-teman. Tapi tidak buat Nino waktu mengetahui mengirim pesan untukku pagi ini. Setelah membuka pesan dari Nino, aku hanya membacanya saja tanpa membalas pesannya.”Sok peduli banget ini orang. Buang-buang waktu saja” sebalku langsung menghapus pesan darinya.
Aku kembali fokus untuk membalas pesan dari teman-teman, tapi teriakan seseorang langsung membuatku refleks mendongak dan mencari sumber suara yang memanggilku.
“Veli..........” panggil seseorang itu yang tak lain Maya.
Aku menyambut Maya dengan senyuman senang.”Hay May, maaf ya aku baru saja selesai konsultasi ini. Ada beliau kok di ruangan. Hari ini beliau nggak kemana-mana” terangku pada Maya
Ekspresi Maya langsung berbinar-binar dan tampaknya dia semangat sekali untuk bertemu sang Dosen Pembimbing yang sama denganku. “Thanks Veli...” ucap Maya senang sembari memelukku. “Yasudah, aku keburu nih mau segera ketemu beliau” pamit Maya segera melepaskan pelukannya dan meninggalkanku seorang diri.
“Oke deh kalau begitu. Semangat yaaa” support-ku untuk Maya.
Maya menoleh dan membalas dengan mengacungkan jempolnya, aku tersenyum. Langkah Maya dilanjutkan untuk masuk ke dalam ruangan Bu Bela dan aku sendiri segera mencari Fika, Rika, dan Arum di kantin Express.
...****************...
Pagi menjelang siang ini, Nino baru saja selesai meeting dengan beberapa teman-teman dari kantor cabang lain karena membahas tentang persiapan konsep gambar pembuatan animasi untuk spanduk produk kantornya. Biasanya, Nino menyukai konsep spanduk yang cerah dan pastinya supaya menarik konsumen. Berbagai pesanan seperti dekorasi ulang tahun, pembuatan MMT, dekorasi kamar anak, spanduk, brosur, bahkan Undangan Pernikahan dan ulang tahun yang berkonsep unik siap Nino buat sesuai pesanan pelanggan.
Sembari Nino menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya, di keluarkannya ponsel yang dari tadi ia simpan di saku celana kain berwarna biru donker. Jempol kanannya dengan lincah menggeser setiap aplikasi yang ia buka, saat jempol menyentuh aplikasi WhatApps, segera membuka balasan chat dari Veli. Tapi ternyata di hapus, mendapati itu Nino berdecak kecewa. Nino berpikir bahwa Veli sebelumnya tak pernah melakukan seperti ini, tapi ini malah menghapusnya. Di ketik ulang untuk menyapa sang pujaan hati lewat WhatApps tapi ternyata sampai malam pun tak di respon.
"Kenapa, tiba-tiba muka langsung kusut habis meeting?" tanya Faris sembari menyikut Nino.
Belum sempat Nino membalas, Roni berceletuk"pasti pesannya belum di balas sama Ayang Veli..."
Nino melirik kesal kearah Roni, lalu melempar gulungan tisu kearahnya. Tanpa merasa berdosa, Roni semakin terpingkal-pingkal.
Sementara Faris langsung menggelengkan kepala, setelah itu dia menanyakan Nino."Memang benar apa yang dikatakan Roni tadi?"
Nino menggangguk cepat,"Iya, dia belum balas pesanku" balas Nino dengan ekspresi cemberut.
Faris langsung mengangguk mengerti,"Yasudah ditunggu saja balasannya" kata Faris.
Nino membalas dengan tersenyum tipis kearah Faris, setelah itu mereka kembali melakukan aktivitas seperti biasa.
...****************...
Setelah mengakhiri pertemuanku dengan ketiga sahabatku, aku masih terdiam sembari sesekali menyeruput minumanku yang sisa sedikit lagi di Kantin Express.
Menimbang-nimbang apakah aku harus membalas pesannya Nino atau tidak, sejujurnya aku masih sakit hati karena dia tidak mau berubah. Aku saat ini sedang membuka pesan darinya dan masih kubaca, tiba-tiba aku merasa ada aliran hangat yang menetes di pipi. Aku menangis mengingat perlakuan kasarnya itu, disisi lain Papa juga tidak akan merestui hubungan ini jikalau Nino masih berbuat kasar padaku.
Aku terdiam sesaat, lalu pelan-pelan menghapus airmata yang tersisa dipipi. Aku kembali membaca pesannya yang dari tadi aku abaikan.
"Rasanya hatiku sakit sekali mengingat perlakuan ringan tangannya" gumamku pelan sembari melihat pesannya tanpa aku balas.
Aku kembali terdiam cukup lama hingga memikirkan letak kesalahanku ada dimana.
Setelah perasaanku jauh lebih baik, aku segera beranjak dari Kantin Expres kemudian pergi entah kemana.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments