Aku Percaya Pilihanku
Semua orang menginginkan hubungan yang sehat bukan? Sama halnya denganku yang ingin mendapatkan perhatian dan tidak pernah mendapatkan perlakuan yang menyakitkan dari pasangannya.
Tapi nyatanya aku selalu mendapatkan perlakuan kasar darinya. Inginku akhiri hubungan yang tak sehat ini, tapi rasa sayangku begitu besar padanya. Entah rasanya begitu dalam perasaanku ini, hingga aku sangat menyayangkan untuk hubungan ini diakhiri.
Dan satu lagi, aku selalu nggak bisa habis pikir dengan tingkah Nino cowokku, lebih tepatnya calon masa depanku.
Gara-gara malam ini aku sibuk dengan tugas kuliah yang bejibun dan dia hampir seharian belum sempat kuberi kabar. Sepanjang perjalanan pulang menuju rumahku, dia mengomeliku tanpa henti. Sementara aku sendiri hanya diam saja sembari mendengarkannya menceramahiku lagi.
“Kena serangan lagi deh, karena masalah sepele” omelku dalam hati tanpa menoleh sedikitpun kearahnya.
“Veli, aku tuh capek kalau kamu terus-terusan begini sama aku. Harusnya kamu ngertiin aku dong calon suamimu kelak, masa belajar jadi calon istri saja nggak becus sih. Kasih kabar kek, atau setidaknya membalas pesanku” cerocos Nino yang masih saja mengomeliku.
Aku cuek, tak mendengarkannya mengomeliku. Sengaja. Karena aku sendiri juga capek dengan tingkahnya yang overprotektif dan ringan tangan. Kini, ku keluarkan headset dari tas dan menancapkan di ponselku untuk mendengarkan lagu-lagu kesayanganku disana dan tak lupa volume ku kencangkan karena tak ingin mendengarkannya mengomel.
“Kerjaanku juga banyak Vel, aku berusaha untuk memantaumu. Gini balasannya” dengus Nino kesal dan mulai berhenti mengomel.
Hampir 20 lagu sudah kudengarkan dari ponselku bersamaan dengan berakhirnya lagu terakhir berhenti, sekarang lagu tersebut kumatikan dan aku mulai melepaskan satu kabel headset dari telingaku sebelah kiri, kulihat Nino sudah berhenti mengomeliku. Dia tampak diam dan semakin fokus menyetir mobilnya. Aku mendesah sembari menghembuskan nafas pelan-pelan.
“Capek kan, kalau ngomel nggak diperhatikan?” ucapku akhirnya membuka suara. “kamu baru ngalamin kayak gini saja sudah ngomelnya panjang banget, gimana aku yang tiap minta perhatian nggak pernah di respon” tambahku sembari menyindirnya.
“Mulai lagi, bahas kejadian yang kemarin-kemarin? Nggak akan ada habisnya kalau kamu nengok ke belakang terus. Bisanya cari kesalahan orang lain. Bisa introspeksi diri kan?” balas Nino tak kalah ketus merespon sindiranku.
Aku terkejut mendengarkan Nino seakan playing victim padaku,“Kok bisa aku?” protesku sembari menunjuk diri sendiri,”padahal yang mulai duluan kan kamu, aku dari tadi diam saja. Kamu yang sepanjang jalan mengomel terus-terusan, masa udah pacaran hampir 3 tahun nggak ngerti juga kalau aku pantang diganggu kalau lagi sibuk tugas kuliah” lanjutku merasa tak terima.
“Dan satu lagi, untuk intropeksi. Aku selalu merenungi semuanya Nino, bahkan tentang hubungan kita. Masih kurang cukup buat kamu?” tambahku yang akhirnya tersulut emosi juga.
Beruntungnya perjalanan menuju rumahku tak jauh sekali dan hampir saja sampai. Tiba-tiba Nino memberhentikan mobilnya, dan....
”PLAKKK!!!!!!!!”
Tamparan dari tangan Nino mendarat mulus kearah pipiku, aku terkejut mendapati Nino menamparku lagi kali ini. Rasa panas di pipi karena tamparannya merasuk sampai dadaku. Sakit sekali. Entah, kesabaran yang ke berapa kalinya lagi untuk menghadapi tingkah kasarnya.
Aku yang masih memegangi pipiku karena terkena tamparannya, hanya bisa menahan sakit sembari menatapnya dengan tatapan sengit. Kulihat Nino membalas menatapku dengan tatapan yang tak kalah menyakitkan.
“Lancang kamu Vel!!” bentak Nino sembari menatapku tajam.
Aku terdiam lagi sembari menahan airmata yang ingin tumpah di pipi. Tanpa pikir panjang, aku memutuskan untuk mengemasi barang-barang yang sempat tertinggal di mobil Nino dan memasukkannya di tas tanpa bersuara. Nino yang akan membunyikan mobilnya lagi tiba-tiba terhenti saat melihatku yang tengah berkemas dan siap-siap turun dari mobil.
“Vel, kamu mau kemana? Jangan gila! Malam begini kamu mau turun di tengah jalan, kan sebentar lagi sampai rumahmu” omel Nino terlihat sangat terkejut sekali.
Aku tak menggubrisnya dan langsung bersiap untuk turun dari mobil.
Nino memanggilku sekali lagi tapi aku masih saja tidak menggubrisnya dan langsung bersiap untuk membuka pintu mobil Nino. Sadar bahwa aku meninggalkannya di mobil, Nino berusaha menahanku. Tapi aku langsung menepisnya dan segera turun dari mobil untuk menghindari Nino karena jarak rumahku tak jauh dari mobil Nino berhenti.
Tak lupa pintu mobil itu aku tutup kembali dengan kencang. Nino mematikan mesin mobil dan membuka pintu mobil untuk menyusulku tanpa aku menyadarinya.
“Masuk Vel, di luar dingin!!” perintah Nino sembari mengejarku.
Aku tak merespon panggilannya dan melanjutkan berjalan yang sebentar lagi sampai depan rumahku.
“Veeeel.....” teriak Nino sangat kencang.
Aku masih tak mempedulikannya. Nino memanggilku sekali lagi, lalu aku menoleh kearahnya.
“Diam Nino!!!!! Ini sudah malam. Kamu lupa kalo ini sudah di depan rumahku!!” hardikku sembari menatap sinis kearah Nino.
Belum sempat Nino membalas, aku potong pembicaraannya.”Aku nggak ingin Papa mendengar keributan konyol ini di luar. Aku sangat lelah Nino. Maaf. Dan selamat malam!!” ucapku mengakhiri pembicaraanku dengannya malam ini.
Sementara tak jauh dari kejadian itu, ada yang memantau saat seseorang tengah menampar kekasihnya.
"Nggak bisa dibiarkan dia membuat tangisan pada putriku!!" geram seseorang tersebut saat melihat sang putri terlihat sangat sedih saat memasuki gerbang rumah.
Nino terdiam melihatku tak biasanya berbicara seketus ini.
Nino yang masih di depan rumah Veli hanya bisa terdiam dan tanpa bergeming apapun. “Maaf Sayang, aku melukaimu untuk sekian kali” sesal Nino sembari mengusap wajahnya dengan frustasi.
Langkah Nino gontai berjalan menuju mobilnya dan dengan malas dia menaiki mobilnya kemudian menyalakan mesin lalu pergi meninggalkan pekarangan rumah Veli.
...****************...
"Papa tidak akan pernah memaafkan Nino kalau sekali lagi dia berbuat kasar padamu Veli!!!" ucap Papa malam ini saat melihatku dengan kondisi tidak baik-baik saja.
Awalnya aku yang mendengar itu hanya bisa menghembuskan nafas berat, tapi ternyata ekspresiku malam itu tidak bisa dibohongi. Aku langsung menangis sesenggukan saat membaur dalam pelukan Papa.
"Papa sudah melihat semuanya Vel, tapi kenapa kamu tidak menceritakan ini pada Papa Nak...." bisik Papa dengan suara serak sembari mengusap punggungku.
Aku yang sedang menangis saat itu belum berani menjawab.
"Vel, kenapa kamu mempertahankan hubunganmu dengan Pria ringan tangan itu Nak. Kalau kamu merasa hubungan kalian sudah tidak sehat lagi, kamu boleh memutuskannya kok..." ucap Papa lagi,"hati Papa sakit melihat Nino selalu kasar denganmu..." sambung Papa berkata jujur.
Papa menuntunku untuk duduk di kursi, kemudian dengan cekatan memberiku air putih bersamaan dengan tangisanku mereda.
"Terima kasih Pa..." balasku sembari menerima air putih yang diberikan oleh Papa.
Aku terdiam sembari mengatur perasaanku yang berantakan ini,"Pa, beri waktu Veli untuk menyendiri ya..." izinku pada Papa sembari bangkit dari sofa ruang keluarga.
Papa mengangguk dan tersenyum padaku,"Semoga besok pagi harimu lebih baik ya..." kata Papa.
Aku tersenyum,"Aamiin, terima kasih Pa...maaf kalau malam ini Veli belum bisa menemani Papa melihat acara favorit Papa di televisi" balasku merasa tidak enak hati.
"Tenangkan pikiranmu dan hatimu Vel, Papa tidak ingin melihat kamu besok dengan perasaan yang sama seperti malam ini" kata Papa mengerti.
Aku mengangguk,"Veli akan jauh lebih kuat dari hari ini..." balasku yang membuat Papa tertawa.
Aku refleks ikut tertawa saat melihat Papa tertawa juga.
...****************...
Entah terbuat dari apa hatiku ini, bisa-bisanya perlakuannya yang kemarin selalu memberi maaf untuk Nino, padahal tingkahnya yang kelewat itu selalu menguras air mataku. Tapi aku semakin menyayanginya.
Aku tahu itu sangat menyakitkan dan teman-teman terdekatku Fika, Arum, Rika selalu menyarankan untuk menyudahi hubungan ini. Tetapi aku tak bisa setega itu melakukan pada Nino. Perasaanku pada Nino terlalu dalam.
Kejadian semalam beberapa hari yang lalu, bahkan aku melupakannya dan seolah tak merasa terjadi apa-apa di antara aku dan Nino.
Pagi ini, aku yang baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di kamarku terdengar suara ponselku berbunyi. Setelah kulihat ponsel, ternyata ada notif pesan masuk dari Rika yang mengatakan bahwa kuliah nanti sore kosong karena sang Dosen prepare untuk luar kota. Aku tersenyum girang saat membaca pesan Whatsapps dari Rika. “Akhirnya sore ini aku bisa menemani Nino cari kado untuk Mama Helen yang minggu depan berulang tahun” batinku senang dan segera kuberitahu Nino tentang kabar ini.
Tak butuh waktu lama, ternyata pesanku langsung centang dua warna biru tertera di chat Nino. Aku berharap Nino segera membalasnya, tapi aku salah duga, ternyata hanya di-read saja pesanku pagi ini.
Sedikit kecewa mendapati Nino mengabaikan pesanku pagi ini, tapi aku berusaha bepikir positif karena mungkin dia sudah mulai berangkat kerja. Iya, calon suamiku bekerja di kantor animasi pembuatan kartun dan Nino menjabat sebagai animatornya.
Sampai sore hari tiba, Nino masih belum memberiku kabar tentang ajakannya untuk mencari kado. Aku menunggu dan terus menunggu sampai Nino memberiku kabar. Hingga waktu Maghrib tiba, ternyata Nino tak ada kabar. Aku menyerah menunggu kabar darinya dan aku memutuskan untuk menghapus make up-ku dengan perasaan kecewa. Tak ingin berlarut dalam kekecewaan yang cukup panjang, aku segera mengambil air wudhu untuk menunaikan Solat Maghrib.
Setelah menunaikan Solat Maghrib, hatiku lebih tenang dan lega.
Lagi dan lagi, aku hanya bisa mengelus dada dan berkata”Sabar Veli, sabar..... Mungkin project Nino hari ini banyak sekali, jadi masih sibuk di kantor” tenangku kemudian sembari berpikir positif.
Setelah dirasa tenang, aku segera beranjak keluar kamar dan menuruni anak tangga menuju ruang makan yang menyatu dengan dapur untuk mengolah makanan. Sebelumnya aku menuju dapur dan melihat bahan makanan yang ada di kulkas. “Masak apa ya?” pikirku sembari mencari ide masakan malam ini.
Setelah bergulat hampir 15 menit dengan ide masakan, akhirnya aku memutuskan untuk membuat sop dan perkedel kentang kornet. Ku olah masakanku untuk malam ini, dengan cekatan aku meracik makan malam. Porsinya tidak banyak sih, hanya berdua. Aku dan Papa. Kulirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul hampir 18.30
“Mungkin sebentar lagi Papa pulang dari kantor” gumamku yang masih mengolah menu perkedel kornet malam ini, karena sop sudah jadi.
Baru mulai menggoreng perkedel kornet, kudengar Papa masuk ke rumah dan melihatku sedang memasak.
“Hay Pa...” senyumku menyapa beliau.
Papa menghampiriku di dapur, lalu melihatku sedang mengolah masakan untuk malam ini. “Bakat memasak dari Mama nurun ke kamu Vel...” puji Papa saat aku sedang memasukkan adonan selanjutnya.
“Iya dong Pa, sebentar lagi kan Veli akan menjadi seorang istri juga seperti Mama” senyumku tersipu.
Papa tampak terharu saat melihat anak gadisnya akan menjadi istri orang,“Papa yakin pasti kamu akan jadi seorang istri yang terbaik untuk Nino” ucap Papa meyakinkanku.
Aku mengangguk haru saat beliau mengatakan demikian, rasanya Papa benar-benar mendukungku berhubungan dengan Nino. “Terima kasih Pa, untuk support nya. Veli pasti bisa” ucapku yang masih tak bisa berkata apa-apa. “Entah kenapa aku masih saja mempertahankan hubungan yang sudah termasuk toxic ini, padahal Papa dan para sahabatku sudah memberi peringatan jika harus disudahi. Tapi dalam hati kecilku berkata Nino akan berubah menjadi lebih baik lagi” ucapku dalam hati sembari menahan rasa perih di dada.
Setelah itu Papa membersihkan diri dan aku melanjutkan mengolah masakanku. Aku sudah terbiasa hidup seperti ini, berdua dengan Papa di rumah sebesar ini.
Kenapa berdua dengan Papa? Karena Mama ku sudah meninggal beberapa tahun lalu saat aku menginjak masa SMA. Hancur sudah hatiku saat mengetahui Mama menghembuskan nafas terakhir nya di rumah sakit karena kanker rahim yang beliau derita sejak aku masih kecil. Berangan-angan ingin merasakan punya adik, ternyata Mama sudah mempunyai penyakit kanker rahim. Dari situlah aku merasakan kesedihan mendalam, kesedihan yang tentunya dirasakan Mama dan Papa. Sejak Mama meninggal, aku memutuskan untuk hidup mandiri. Mulai dari urusan bersih-bersih rumah, memasak, mencuci dan semua pekerjaan yang lain. Kadang Papa membantuku mengurusi ini semua, atau kadang juga ada pembantu yang setengah hari bekerja di rumahku untuk membereskan semua. Tetapi saat kantor Papa sesibuk ini, aku mengambil alih karena nyatanya aku hanya tinggal skripsi dan beberapa mengulang mata kuliah di semester ini. Kadang aku membantu pekerjaan calon suamiku untuk menerima order sebagai pembuat gambar animasi, hasilnya kusisihkan untuk menabung sebagai biaya pernikahanku kelak.
Malam ini aku tengah melepas lelahku. Aku yang hendak memejamkan mata terhenti karena teringat ponselku belum mengecek kabar Nino malam ini. Ku buka sosmed di ponsel dan ternyata Nino mengirim pesan untukku. Segera kubaca pesan darinya dengan perasaan lega.
Sayangggg.... maaf, aku hari ini benar2 sibuk hari ini. Malam minggu saja ya kita hunting kado untuk Mama. Love you Veli 😘🤗
Setelah ku baca pesan darinya, aku sedikit terkejut karena tak biasanya Nino memanggilku dengan sebutan ‘Sayang’.
Kini aku membalas pesan di WhatApps nya dengan perasaan senang bercampur salah tingkah. Walau hanya sebentar, karena saking tak bisa menahan rasa kantukku malam ini, aku tertidur juga malam ini tanpa mengetahui Nino membalasnya lagi.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
nowitsrain
Kan, sendirinya aja suka nggak kasih kabar, tapi nuntut ceweknya buat selalu kasih kabar. Dasar cowok lucknut 😡
2025-04-11
1
nowitsrain
Kok masih didukung sih Pak, udah tau anaknya suka dikasarin
2025-04-11
1
nowitsrain
Lah eluuu juga bisanya liat kesalahan pacarlu doang elahh
2025-04-11
1