Malam ini, aku merasa berada di titik jenuh dengan hubunganku bersama Nino. Jenuh karena aku selalu saja mengingat tingkah kasarnya yang selalu terngiang di ingatanku. Aku merasa kali ini benar-benar malas saat mengetahui bejibun pesan darinya yang menanyakan tentang keadaanku. “Kenapa coba baru sekarang dia peduli denganku. Kenapa nggak dari dulu-dulu saja. kenapa baru sekarang dia sok peduli gini. Kemana aja selama ini?” gumamku merasa sebal sembari meletakkan ponsel di meja belajarku.
Rasanya malam ini ingin mengakhiri hidupku saja, biar bisa bertemu Mama di Surga terlebih dahulu. Aku menangis sejadi-jadinya malam ini, karena perasaanku tak kuat mengingat semua perlakuan kasarnya padaku, mengingat sifat acuhnya padaku, sifat yang seenaknya sendiri padaku, dan sifat yang masih belum layak untuk kujadikan sebagai kreteria calon suamiku. Seakan aku menyesali atas apa yang kuambil keputusan ini. Tangisanku reda karena mengingat cincin pertunanganku tersemat manis di jari manis juga. Sembari menghapus tangisanku malam ini, aku seperti berucap”Aku menyayangimu calon suamiku. Apapun bentuk sifatmu, aku terima. Kamu adalah orang yang tepat untukku dan kamu orang adalah yang terbaik untukku.”
Rasa lelahku malam ini terbayar sudah, karena aku tidur dengan perasaan lega. Mengungkapkan isi hatiku walau dengan perasaan kecewa terlebih dahulu. Kini aku menyambut mimpi indah. Mungkin mimpi bertemu Mama di tidurku.
...****************...
Hampir beberapa minggu ini, aku dan Nino tak saling memberi kabar. Bahkan aku sendiri lelah yang kadang menghadapi tingkah Nino yang kelewat batas. Tapi disisi lain hati kecilku mengatakan bahwa dia adalah orang yang tepat kupilih menjadi pendampingku kelak. Walau teman-teman dekatku tak memberiku restu sedikitpun untuk hubunganku dan Nino.
Papa juga selalu mengingatkanku untuk selalu berhati-hati jika bertemu dengan Nino yang sedang emosional dan mulai ringan tangan.
Tapi aku selalu meyakinkan beliau, bahwa kami akan baik-baik saja.
Menjelang petang ini sepulang dari kampus, aku langsung masuk kamar dan menjatuhkan tubuhku ke ranjang sembari menghela nafas panjang. Aku memang akhir-akhir ini merenungkan hubunganku dengan Nino, tapi lamunanku buyar saat pandanganku jatuh pada foto Mama dengan hiasan senyuman yang menyejukkan. Tanpa kusadari air mataku menetes karena rasa rindu yang luar biasa. “Ma, Veli kangen Mama. Veli selalu mendoakan Mama untuk kebahagiaan di Surga. Tenang di sana ya Ma. Veli dan Papa selalu merindukan Mama. Love You Mom....” gumamku sembari meraih foto Mama dan memeluknya dengan sayang.
Kupejamkan sejenak mataku sembari mengenang masa-masa indah bersama Almarhumah Mama. Tanpa sadari, airmataku menetes saat mengenang masa-masa manis itu. Baru beberapa detik, terdengar suara Papa dengan nada tinggi, lamunan tentang Mama langsung buyar seketika. “Siapa yang dimarahi Papa ya?” gumamku yang sengaja mendengarkan suara lantang itu dari Papa.
“Masih tidak punya malu datang kesini untuk bertemu Veli!!” Papa mengeraskan volume suaranya.
Aku segera keluar kamar dan melihat apa yang terjadi di ruang tamu, lalu terkejut saat melihat tamu yang tengah dimarahi Papa.
"Ninoo...." kejutku langsung yang masih terdengar Papa memarahinya.
Terlihat Nino hanya terdiam sembari menunduk.
“Veli Saya rawat dengan baik-baik supaya menjadi anak yang baik, tapi kenapa kamu ringan tangan sekali padanya!! Apa kamu tidak punya hati sampai bisa memarahi Veli dan berbuat kasar pada Putri Saya!!!” marah Papa sembari menatap tajam pada Nino.
Amarah Papa benar-benar membuat Nino tidak bisa berucap sepatah kata pun.
"Kenapa kamu sampai memarahinya? Apakah Putri Saya telah berbuat kesalahan yang fatal padamu Ninoooo????" tanya Papa yang membuat Nino menggelengkan kepala dan masih tanpa sepatah kata pun.
Aku menangis sekali lagi saat melihat pemandangan ini, kenapa hatiku sangat sakit melihat ini semua tapi mengingat perlakuan ringan tangannya membuatku semakin sakit.
"Ma..afkan Saya Pa...." ucap Nino mulai bersuara saat Papa terlihat meredam amarahnya.
Bahkan aku melihat Nino sampai bersujud di kaki Papa.
"Kenapa Nino lakukan itu semua pada Veli?" tanya Papa dengan nada yang sudah mulai pelan,"bangunlah Nak..." kata Papa lagi sembari membantu Nino terbangun.
Bahkan saat Nino terbangun, Papa memeluknya.
"Nino bersalah, maafkan Nino telah melukai hati Veli serta Papa. Nino berbuat berbuat begini karena takut pernah menjadi korban perselingkuhan mantan pacar Saya" cerita Nino sembari menatap sendu kearah Papa,"tapi bertemunya dengan Veli, membawa Nino menjadi lebih baik" cerita Nino yang membuatku sangat terkejut.
"Nino tak bermaksud untuk melukai Veli, Pa. Tapi karena keadaan yang membuat Nino berani membentak Veli sampai ringan tangan" ungkap Nino yang matanya mulai berkaca-kaca.
Aku sangat terkejut mendengar pengakuan dari Nino, bahkan aku sendiri yang belum memaafkannya 100%.
Akhirnya mau tak mau kutemui Nino di ruang tamu yang dari tadi tengah dimarahi Papaku. Tampak ekspresi Nino langsung tersenyum senang, lalu berlari berhambur dalam pelukanku.
“Maaf....” ucap Nino yang masih memelukku dan berbisik padaku.
Aku yang dipeluk Nino hanya terdiam sembari merasakan pelukan hangatnya yang sempat kulupakan.
“Vel, aku merindukanmu. Kenapa kamu tak pernah memberiku kabar?” terang Nino dengan ekspresi gelisah saat aku duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi yang diduduki Nino.
Aku masih terdiam tak berkomentar saat Nino mengungkapkan perasaan gelisahnya padaku. “Aku masih tak mengerti tujuanmu kesini ada kepentingan apa?” tanyaku langsung tanpa basa basi.
"Dengar sendiri kan, Veli saja masih tidak mau bertemu denganmu" ucap Papa terdengar ketus.
Bahkan ucapan Papa membuat Nino terdiam.
"Papa tidak ingin ada keributan disini. Silakan kalian selesaikan baik-baik masalah kalian" ucap Papa pada kami sembari berlalu.
Nino tampak mematung saat melihat Papa semarah ini pada Nino.
Nino terdiam cukup lama, entah apa yang dipikirkannya.
Tiba-tiba tangannya menggenggam tanganku dan bertanya,”Kamu kenapa sih? Nggak biasanya seperti ini Sayang? Apa salahku padamu? Katakan....” pinta Nino yang masih membujukku untuk mengatakan yang sebenarnya.
Aku mendengus sebal, karena Nino masih tak mengerti apa yang kurasakan saat ini.”Aku malas bertemu denganmu saat ini” jawabku singkat namun terdengar ketus.
Nino terkejut sekali saat mendengarkanku berkata demikian.”Maksud kamu apa Veli? Aku masih belum ngerti?” tanya Nino yang benar-benar tak mengerti apa yang terjadi.
Malam ini kesabaranku habis dan tak bisa terbendung lagi. “Kamu tahu kenapa aku selama ini mendiamkanmu? Aku selama ini tak peduli denganmu? Aku selama ini sengaja tak memberimu kabar kan?” marahku langsung meluapkan emosiku. “Karena aku ingin kamu merasa apa yang aku rasa Nino!! Kesabaranku sudah habis kali ini” lanjutku meluapkan isi hatiku yang terpendam ini.
Nino masih tampak bengong dengan maksudku memarahinya. “Vel, ada apa denganmu? Kenapa kamu begini?” tanya Nino seakan menyadarkanku dari kemarahannya.
“Aku lelah Nino dengan hubungan ini. Aku selalu meyakinkan perasaanku untuk bertahan memilihmu. Tapi tak bisa, aku minta kita udahan sampai sini Nino” pintaku sembari menahan perasaan sakit. “Benar kata teman-teman, kamu memang bukan yang terbaik buatku Nino” ucapku menyesali semuanya.
Sekali lagi ekspresi Nino sangat terkejut sekali saat aku menyudahi hubungan ini.”Maksud kamu apa menyudahi hubungan ini?” tanya Nino dengan suara gemetar.”Kamu sudah tak percaya lagi denganku Veli?” lanjut Nino sembari menanyakan perihal tersebut dengan ekspresi pucat saat aku menyudahi hubungan dengannya malam ini.
Aku terdiam sesaat, seakan menahan perasaanku yang sudah hancur sembari menahan air mata yang dari tadi ingin keluar.
“Vel, beri penjelasan padaku kenapa alasanmu menyudahi hubungan kita ini. Aku sayang sekali padamu Vel. Kamu yang terbaik buatku, kamu masa depanku dan kamu calon istriku” pinta Nino sembari meyakinkanku lagi.
“Vel, aku minta cabut ya ucapanmu yang baru saja itu. Kita perbaiki lagi dari awal dan benar-benar dari nol lagi” pinta Nino berkata lirih sembari memegang tanganku, menunduk dan tak berani menatapku yang masih tersulut emosi.
Aku menoleh dan menatapnya dengan tatapan datar. Perasaanku hancur seakan tak bisa lagi kembali dari awal.
Kulihat Nino seperti merenungkan kesalahannya kali ini dan tangannya masih memegang tanganku seakan membutuhkan kekuatan baru dariku.
Rasa iba itu muncul, tapi hanya sesaat karena hatiku masih belum meyakinkan Nino berubah sepenuhnya. “Aku belum yakin kamu berubah sepenuhnya...” ucapku akhirnya saat membuka suara.
Nino tampak kecewa mendengar penjelasan dariku. “Kenapa begitu Vel? Aku benar-benar minta maaf kali ini, aku janji tak akan mengulanginya lagi” pinta Nino sekali lagi.
“Entahlah Nino, hatiku merasa lelah saat tak pernah menemukan jalan keluar untuk hubungan kita” jawabku pasrah, seakan aku benar-benar tak tahu akan kubawa kemana perasaanku yang sudah separuh hancur ini. “Kamu boleh seenaknya melanggar semua perjanjian kita. Sementara aku, sekali melanggar perjanjian kita, kamu marahnya bisa sampai berhari-hari” protesku seakan meluapkan unek-unek yang terpendam dari hati.
Tampak Nino tak berkomentar apa-apa saat mengetahuiku terus-terusan memarahinya. Lalu terdiam, entah apa yang dia pikirkan kenapa aku tak biasanya seperti ini padanya. Tapi saat Nino terdiam, emosiku mereda. Aku tak kembali memarahinya, karena aku sadar telah membentaknya tadi.
“Maaf Nino.....” ucapku lirih tanpa menoleh kearah Nino.
Nino yang dari tadi menunduk segera mengangkat wajahnya saat mendengar ucapanku lirih meminta maaf. “Maaf Sayang, aku telah membentakmu tadi” ucapku mengulangi ucapan permintaan maafku.
Nino tersenyum, tampak sangat menyejukkan hatiku kali ini. Sembari meraih tanganku, dia mengatakan,”Kamu nggak salah Veli. Justru aku yang salah telah berbuat semauku, aku janji akan merubah semuanya pelan-pelan ya.”
Ada rasa tak percaya saat Nino mengatakan demikian padaku. Tapi aku harus mendukungnya untuk perubahan yang lebih baik.“Baiklah Nino, aku mendukungmu untuk kamu berubah menjadi lebih baik lagi” anggukku setuju dengan seulas senyum.
“Terima kasih Veli untuk kepercayaanmu. Semoga kita bisa melewati semua ya” ucap Nino meyakinkanku.
Aku mengangguk sekali lagi, ada perasaan lega saat hubungan ini kembali berdamai lagi. Aku berharap ini untuk selamanya.
...****************...
Baru beberapa malam yang lalu Nino datang ke rumah untuk meminta maaf padaku dan Papa, tapi malam ini diulangi kembali.
Lagi... aku dan Nino kembali bertengkar karena urusan sepele. Ya. URUSAN SEPELE!!!
Bisa-bisanya Nino menyalahkanku karena aku tidak bisa membagi waktu untuknya, padahal aku sendiri selalu menyempatkan waktu untuk memberi kabar. Aku capek.
Setelah pertengkaranku lagi dengan Nino malam ini, aku hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar. Hatiku benar-benar sedang berdenyut nyeri sekali saat ini.
Langkahku yang akan segera ke kamar tidak jadi karena Papa memanggilku.
"Vel..." panggil Papa yang membuatku urung untuk masuk kamar.
Aku langsung menyeret kakiku untuk menghampiri Papa yang sedang menonton televisi.
Kini aku duduk disebelahnya sembari menahan ekspresi kesal.
"Kamu bertengkar lagi sama Nino?" tanya Papa yang membuatku langsung menangis dalam pelukannya.
Dengan lembut, Papa segera mengusap punggungku."Kamu tidak perlu menutupi masalahmu, Papa tadi juga mendengar semuanya" bisik Papa yang membuatku semakin menangis.
"Kenapa dia ingkar janji pada Papa, mana yang katanya akan berubah" ucap Papa dengan emosi,"sudah, semuanya akan baik-baik saja Nak" kata Papa lagi sembari menenangkanku.
Tangisanku mereda bersamaan dengan Papa selesai bertanya,"Ma..af Pa, aku tidak ingin Papa kepikiran soal ini. Aku ingin menyelesaikan masalahku sendiri..." jawabku sembari menghapus sisa airmataku yang masih menetes.
Papa langsung menghembuskan nafas kasar,"Tapi kamu diperlakukan kasar seperti itu, apa Papa tidak sakit hati melihat Anak semata wayang Papa ini disakiti terus?" tanya Papa lagi dengan nada sedikit emosi.
Aku menunduk, tidak berani menjawab dan melihat ekspresi Papa terlihat emosi.
"Papa akan bicara empat mata dengan Nino" ucap Papa yang tidak bisa kubantah.
Beberapa menit kemudian, suasana kembali mencair. Aku meminta izin kepada Papa untuk kembali ke kamar.
...****************...
"Nino, bisa temui Papa sekarang di kantor?" telepon Papa Hendrick pada Nino saat mendekati jam istirahat.
"Ah, iya Pa. Boleh. Kita ketemu dimana?" respon Nino yang tengah mengerjakan sesuatu di kantornya.
Papa Hendrick segera menyebutkan tempat untuk pertemuannya dengan Nino siang ini lalu mengirim share lokasinya juga lewat WhatApps untuk Nino.
"Baik Pa, nanti Nino kesana dan sudah tahu tempatnya" balas Nino dalam telepon juga.
Setelah itu telepon terputus sepihak, lalu Nino segera beranjak dari tempat kursinya.
"Mau kemana Pak?" tanya Roni pada Nino saat melihat Nino begitu semangat siang ini untuk keluar di jam istirahat.
"Keepooo...." balas Nino sembari menjulurkan lidah kearah Roni.
"Ya jemput Ayangnya lah, makan siang bareng di luar" celetuk Margaret.
Nino hanya membalas dengan memutar bolanya dengan malas, lalu menghilang dari balik pintu ruangan.
Beberapa menit kemudian, Nino sampai juga di kafe yang berada di kantor Papa Hendrick.
Dari jauh, Papa Hendrick melihat calon menantunya itu yang baru saja datang. Lalu melambaikan tangan kearah Nino.
Nino yang melihat itu langsung menuju ke tempat kursi yang diduduki sang calon mertua.
Tak lupa Nino menyalaminya dengan hormat pada Pria yang umurnya tak jauh dari sang Papanya.
"Ada yang ingin Papa katakan padamu Nino..." kata Papa Hendrick to the point.
"Tentang apa Pa?" tanya Nino.
"Tentang Veli!!!" jawab Papa Hendrick yang berubah menjadi dingin.
Nino menelan ludah dengan susah payah, bahkan rasa hausnya hilang seketika dan tergantikan rasa gugup.
"Kenapa kamu lakukan kekerasan lagi pada Veli??" tanya Papa Hendrick sembari mengangkat kerah baju Nino dan menatapnya tajam.
Nino tidak berkutik saat Papa Hendrick bertanya demikian, jantungnya berdegup sangat kencang dan ternyata suhu tubuhnya menjadi panas dingin.
"Ma...af Pa...Nino kelepasan lagi..." balas Nino terbata dan tidak berani menatap mata tajam sang calon mertuanya.
"Coba ulangi lagi apa yang kamu katakan?" tanya Papa Hendrick yang mulai emosi sembari mengepalkan tangannya di depan wajah Nino.
Terlihat Nino semakin tertunduk saat calon mertuanya tengah emosi padanya,"Pa, Maafkan Nino yang telah berulang kali menyakiti hati Veli. Nino sangat malu yang ternyata Veli selalu memberi maaf pada Nino. Maaf Pa...semoga Papa bisa memaafkan kesalahan Nino kali ini" ucap Nino yang terdengar sangat menyesali perbuatan ringan tangannya, bahkan Papa Hendrick tidak melihat kebohongan dimata Nino.
"Astagfirullah...." ucap Papa Hendrick yang refleks melepaskan cengkeraman di kerah baju Nino, tinjuan yang tadi dia kepalkan akhirnya diturunkan.
Nino masih saja menundukkan wajahnya dan belum berani untuk melihat wajah calon mertuanya itu.
Papa Hendrick langsung memeluk Nino dengan erat, hal ini membuat Nino sangat terkejut.
Hati Nino merasakan sakit yang luar biasa saat mengetahui Papa Hendrick tidak jadi memarahinya, bahkan beliau mau memeluknya.
"Maaf Nino, Papa kelepasan. Seharusnya Papa tidak pernah melakukan itu padamu Nak...." ucap Papa Hendrick yang ternyata dibarengi dengan tangisan.
"Tindakan Papa tidak salah, justru Nino yang merasa bersalah karena telah melukai hati Veli dan Papa. Tapi kalian selalu memberikan maaf untuk Nino. Maafkan Nino ya Pa, kali ini Nino berjanji akan membahagiakan Veli seumur hidup. Mohon restui hubungan kami ya Pa" kata Nino yang masih dalam isakkan tangis.
Papa Hendrick mengangguk dan melepaskan pelukannya,"Papa selalu berdoa yang terbaik untuk hubungan Veli dan Nino" angguk Papa Hendrick dengan senyuman.
"Aamiin, terima kasih Pa untuk restunya..." balas Nino penuh senyum sembari mencium tangan Papa Hendrick dengan hormat.
Setelah suasana kembali mencair, mereka tampak menghabiskan waktu sembari ditemani secangkir kopi hangat yang sudah lumayan dingin untuk diminum.
Perasaan Nino jauh lebih lega. Dia berjanji dalam hatinya untuk tidak melakukan kesalahan fatal lagi pada Veli.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments