Pagi ini nampak indah di bandingkan dengan pagi sebelumnya. Sora mengawali harinya dengan perasaan yang berbunga. Perhatian kecil dari suaminya membuat senyumnya terus terkembang di bibir manisnya. Sunguh hari yang indah bagi Sora, meskipun hanya sebuah sarapan sederhana bersama Alan. Momen yang jarang ia lakukan bersama sang suami. Sebuah momen biasa namun langkah bagi dirinya.
Sora sudah melahap habis semua roti panggang buatan Alan, tanpa sedikit pun mengeluh akan rasanya. Baginya perhatian Alan jauh lebih dari segalanya. Ia sudah tidak peduli rasa pahit yang masih tersisa di dalam rongga mulutnya.
"Mas, jadi kan akhir pekan nanti kita jalan-jalan," tanya Sora setelah memasukkan potongan roti terakhir ke dalam mulutnya.
"Jadi dong, kenapa? bukankah jadwalmu kosong untuk akhir pekan ini?" Alan mengelap ujung bibirnya dengan tisu yang ada di depannya.
"Iya, Aku kosong kok. Siapa tahu Mas berubah pikiran gara-gara mabuk semalam," sindir Sora pada suaminya. Ekor matanya melirik tajam pada wajah Alan yang terlihat tampan.
Sora sedikit terlena dengan pemandangan di depannya, ia heran hari ini Alan terlihat begitu menarik perhatiannya. Mungkin ia jatuh cinta lagi pada suaminya. Sora tersenyum kecil, ia tidak habis pikir dengan sesuatu yang ada di dalam benakknya. Masak ia jatuh cinta lagi pada orang yang sama. Sora mengelengkan kepalanya, seakan mengembalikan kewarasannya.
"Kenapa Ra," tanya Alan yang sedari tadi memperhatikan tingkah laku istrinya.
"Hehehe... Gak apa-apa Mas," Sora bangkit menjauhi dari meja makan. Ia meletakkan piring bekas mereka ke dapur. Setelah membereskan semuanya, Sora sudah bersiap dengan menenteng tas kerjanya.
"Ya sudah, aku berangkat duluan ya Mas," pamit Sora pada sang suami. Karena hari ini ada acara penting, ia ingin berangkat lebih awal untuk gladi resik terlebih dahulu. Sora mencium punggung tangan suaminya.
Pak Dadang tukang kebun sekaligus penjaga rumah, membukakkan pintu gerbang untuk mobil Sora. Tidak menunggu waktu yang lama, mobil Sora melaju membelah jalan menerobos kemacetan yang sudah menjadi pemandangan biasa.
Butuh waktu kurang dari satu jam untuk sampai ke kantor Sora. Sudah banyak mobil yang terparkir di halaman gedung peresmian tersebut. Kini Sora melirik kesana kemari, ia mencari tempat yang tepat untuk memarkir mobil yang ia kendarai.
Setelah berhasil meletakkan kendaraan nya dengan sempurna, Sora melenggang dengan anggun. Ia melewati beberapa wartawan yang telah bersiap meliput acara yang akan diselengarakan oleh kantornya.
"Sora.." panggil seorang temannya dari balik kerumunan.
Mata Sora memandang ke segala arah, pandangannya menyisir mencari ke sumber suara. Siapa gerangan yang meneriakkan namanya. Tak kunjung mendapati orang yang meneriakkan namanya, Sora pun berlalu. Ia kembali melanjutkan perjalanan nya yang sempat terhenti.
"Sora, berhenti,"
Mendengar namanya di sebut kembali, Sora langsung menghentikan kedua langkah kakinya nya. Kali ini ia langsung menoleh ke belakang, karena sebuah tangan yang menyentuh pundaknya.
"Mas Ferry?" Sora langsung menepuk lengan teman lamanya.
"Kerja disini kamu Ra?" tanya Ferry . Ia dan Sora adalah teman lama. Ferry Rahardian merupakan ketua OSIS di SMA mereka dulu.
"Iya Mas aku kerja disini, wah... Mas sekarang jadi wartawan?" tanya Sora yang sedang melihat Idcard milik Ferry.
"Baguslah kamu sekarang jadi orang sukses," kata Ferry, ia memperhatikan penampilan dari ujung kaki sampai kepala.
Gadis manis yang ia sukai dengan diam-diam kini berdiri di depannya. Ferry memendam perasaannya cukup lama pada Sora. Hanya saja ia kalah jauh dari Alan yang lebih populer di banding dirinya. Sebenarnya mengenai fisik ia dan Alan sama-sama tampan, hanya saja Alan lebih agresif dalam mengejar cintanya.
Berbeda dengan Ferry, ia hanya mampu mencintai dalam diam. Tidak berani mengungkapkan perasaan nya. Akhirnya ia hanya menjadi pengemar rahasia saja sampai sekarang.
"Sukses apanya Mas, biasa saja," ucap Sora berusaha merendah.
"Boleh mintak nomor telephon mu Ra?" Ferry dengan perasaan sedikit ragu meminta nomor telephon milik Sora.
"Boleh Mas," Sora mengulurkan sebuah kartu nama kepada Ferry.
"Makasih Ra, aku balik lagi mau siap-siap meliput."
Setelah perjumpaan singkat mereka, keduanya kembali tengelam dengan kesibukannya masing-masing. Ferry merupakan seorang wartawan senior, Ia lebih suka terjun ke lapangan dari pada meneruskan bianis keluarganya. Ayahnya merupakan pemilik statsiun tv ternama di Indonesia.
Ferry lebih memilih jalurnya sendiri, ia sibuk berkelana kesana kemari mencari jati dirinya. Semangat Ferry seakan kembali terbakar ketika ia berjumpa kebali dengan cinta masa lalu nya. Sora seakan seperti magnet yang memacu dirinya untuk berjuang lebih keras lagi. Ia ingin menunjukkan pada Sora, Ferry ingin membuat Sora memandang ke arahnya.
Sementara Sora, selepas perjumpaan dirinya dengan Ferry tidak berarti apapun bagi dirinya. Semua masih tampak sama, ia menganggap Ferry hanya seorang teman biasa. Tapi semua berbanding terbalik. Ferry sangat berharap lebih pada Sora.
Waktu pun cepat berlalu, usai menghadiri peresmian kantor cabang baru. Kini Sora bersiap untuk pulang, rasanya ia sudah merindukan sosok Alan. Sedangkan sang suami kini tengah bersama rekan rekannya. Seperti saat semalam, prtemuan bisnis di akhiri dengan minum beberapa anggur. Rasanya Alan ingin menolaknya, namun ia tidak ingin membuat rekannya tersinggung.
Dengan berat hati ia menengguk minuman itu dengan satu kali tenggukan. Perasaan nikmat bercampur penyesalan bersarang di dadanya. Alan tidak bisa lari dari godaan minuman yang terhidang di depannya.
Pertama ia hanya meminum satu gelas, setelah gelas pertamanya habis ia kembali menuangkan untuk kali kedua. Hingga entah berapa gelas yang berhasil memenuhi lambung nya. Ia sudah tidak memikirkan kemarahan Sora, godaan minuman membuatnya terlena.
Tengah malam Sora masih terjaga, bolak balik ia menatap layar ponselnya. Sudah jam dua belas lebih, Alan tak kunjung pulang ke rumah. Perasaan cemas memenuhi kepalanya. Beragam prasangka satu persatu muncul di benakknya.
Sebuah deru mobil membuat dirinya bangkit. Sora langsung berjalan cepat meunju pintu depan. Rasanya ia ingin tahu, apa lagi kejutan yang di buat oleh suaminya. Ketika membuka pintu rumahnya Sora nampak tidak terkejut, mungkin ia sudah menduga sebelumnya.
Tanpa kata, ia mengambil alih tubuh suaminya dari Pak Dadang. Tukang kebunnya pun tidak berani menyapa Sora, karena dilihatnya raut muka Sora yang sedikit merah menahan amarah pada Alan.
Sora membantu Alan yang sedikit kesusahan untuk berjalan. Selama dari ruang depan sampai ke dalam kamar, tidak ada sepatah kata apapun yang keluar dari bibir Sora. Ia nampak benar-benar marah kali ini. Mungkin esok ia akan membuat pelajaran untuk suaminya itu. Agar ia sedikit jerah dan tidak mengulangi kebisaan buruknnya.
Sora sudah bosan dengan kebisaan Alan yang terus seperti ini. Ia jadi bertanya-tanya, terus kapan ia akan hamil jika Alan terus pulang malam dengan tidak sadarkan diri, apakah dirinya sudah tidak menarik lagi? Begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di benak Sora.
Mungkin ia akan mencari wanita yang jauh lebih cantik dan lebih seksi di banding dirinya, Sora mulai merasa Alan sudah tidak melirik dirinya. Baru tadi pagi ia merasa seperti bunga yang mekar, namun sekarang mendadak layu karena Alan engan menyirami dirinya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Wiek Soen
sabar Sora.....hadeh
2023-01-27
0
Kendarsih Keken
yang sabar Sora ini ujian hidup , kamu pasti bisa melalui nya 🤗🤗🤗
2022-07-08
0
Rina Munigar
Ya klo ga pernah disiram gimana mau hamil, duch mas Alan ko gtu, malah lari dari masalah bukan kejar target tiap malam biar cepat hamil 😤😤😤😤
2022-04-29
0