Sora sedang beradu dengan hati kecilnya, mobil yang semula ia kendarai masih terparkir di sembarang tempat. Untung saja tidak ada bunyi peluit yang menghentikan laju mobilnya. Karena untuk beberapa saat Sora sudah dapat menguasai hatinya. Ia sudah berdamai dengan perasaannya.
Mesin mobil kembali menderu, melaju menembus debu halus yang kasat mata. Beberapa saat berlalu, Sora sudah tiba di depan kantor tempat ia bekerja sehari-hari. Ia bekerja di sebuah Bank swasta, posisi Manager sudah ia dapatkan cukup lama. Sora menjabat sebagai manager disana setelah pindah dari kantor cabang sebelumnya. Karirnya yang lumayan mulus berbanding terbalik dengan kehidupan rumah tangganya.
Lagi-lagi perkara keturunan yang menjadi biang keladinya, bagaimana tidak. Hampir semua teman temannya sudah memiliki anak, namun dirinya dan Alan tak kunjung mendapatkan kepercayaan dari sang Maha Kuasa. Bila mengingat hal itu, rasa prustasinya kembali mendera. Kini Sora tengah duduk dalam di ruang kerjanya. Jari-jarinya yang lentik menari-nari di atas layar ponsel. Ia sedang membaca beberapa obrolan dalam group.
Di antara teman-temanya ada yang menyarankan untuk reuni. Sekedar makan bareng dan berkumpul santai, namun Sora memilih menghindar dari pertemuan semacam itu. Kalau sudah bertemu dengan teman temannya hal yang mereka tanyakan pada dirinya selalu mengenai momongan, membuat Sora merasa tidak nyaman. Makanya ia tidak pernah menhadiri perkumpulan yang di adakan oleh teman-temanya. Sora malas dengan pertanyaan yang sama setiap tahunnya.
Di tempat yang berbeda, terlihat Alan sedang meeting bersama benerapa pemegang saham. Alan terpihat begitu memikat dengan setelan jas hitam yang ia kenakan. Bila ia belum menikah dan berstatus lajang, sudah pasti banyak yang mengantri untuk menjadi istrinya. Namun sayang, para wanita harus menelan pil kekecewaan. Karena Alan begitu setia kepada istrinya.
Meskipun belum memiliki anak, Alan tetap menyayangi Sora istrinya. Hanya saja mungkin kadarnya semakin lama semakin berkurang. Karena tidak ada buah hati yang mengikat keduanya, kadang ia iri bila melihat teman sebayanya bermain dengan putra putri mereka. Jauh di lubuk hatinya, perkara buah hati sangat lah berpengaruh pada hidup rumah tangganya. Sayang sekali, Tuhan belum berkenan memberinya keturunan.
Setelah meeting selesai, ia menyambar telpon gengam miliknya. Alan akan menghubungi istrinya. Tadi pagi ia tidak sempat berpamitan pada sang istri. Sora masih tertidur pulas ketika ia berangkat kerja.
"Sora.." panggil Alan di ujung telpon. Alan mengetuk-ngetuk ibu jarinya di atas meja kerjanya.
Sora yang tengah duduk terdiam karena melamun, sedikit kaget ketika telpon gengam miliknya berbunyi. Ada pangilan masuk dari mas Alan suaminya. Sora mengambil napas dalam-dalam. Batulah ia menerima pangilan dai Alan.
"Halo Mas, iya ada apa?' tanya Sora pada laki laki tersebut.
"Aku nanti pulang telat, kamu makan malam sendiri ya. Ada pertemuan dengan salah satu rekan bisnis. Tidak apa-apa kan?" tanya Alan.
"Iya gak apa-apa," Sora mengusap air yang merembas dari kedua matanya.
Bibirnya berbicara ia tidak apa-apa, namun hati kecilnya meronta. Sora seperti perempuan yang haus kasih sayang. Suaminya jarang memiliki waktu bersamanya. Keduanya sama-sama sibuk dalam pekerjaan masing-masing. Bagaimana ia akan hamil jika terus saja begini, batin Sora.
Sora meletakkan telpon gengam miliknya di atas meja kerjanya. Untuk mengalihkan rasa kecewa yang mendera saat ini ia memilih tengelam dalam berkas-berkas yang ada di hadapannya. Setidaknya itu bisa membuat ia sedikit lupa dengan persoalan yang mengelayut dalam benakknya.
Malam pun datang, mengantikan siang yang melelahkan bagi Sora. Selepas adzan Isya' dirinya baru menginjakkan kakinya di rumah. Ini karena ia tahu Alan pulang terlambat, makanya ia memilih makan di luar bersama rekan kerjanya. Dari pada makan malam sendirian membuatnya tidak nafsu makan.
Saat akan memasuki ruang tamu, telinganya menangkap suara mobil milik Alan. Sora langsung melempar tasnya ke sembarang kursi yang ada di ruang tamu. Ia akan menyambut suami tercintanya.
Sora nampak membuat bibirnya tersenyum sempurna ketika akan menyambut sang suami, namun baru beberapa langkah. Kaki sora terpaku di tempatnya. Matanya kembali memerah, melihat aksi sang suami. Alan pulang dengan berjalan sempoyongan di bantu Pak Dadang.
"Sini Pak, biar saya saja," ucapnya pada pak Dadang, seraya mengambil alih lengan sang suami yang telah hilang kesadaran akibat pengaruh alkohol.
Entah sudah berapa gelas yang sudah di habiskan sang suami, baunya begitu menyengat membuat Sora tidak tahan.
"Berapa kali ini yang kau minum Mas?" tanya sora pada pria yang telah mabuk itu. Sepertinya ini bukan kali pertama Sora mendapati Alan pulang dengan kondisi mabuk parah seperti saat ini.
"Sedikit, hanya sedikit.. Hahaha," ucap Alan dengan tawa yang membuat Sora bertambah kecewa pada pria yang kini menjadi suaminya.
"Sudahlah Mas, jangan minum-minum lagi. Mungkin ini yang membuat kita tak kunjung mendapatkan momongan," kata Sora sembari melepaskan sepatu suaminya.
"Ah.. Persetan, aku tidak peduli dengan semua itu. Aku tidak peduli," Alan langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia langsung tertidur.
Sora merasa miris dengan pemandangan yang ada di hadapannya saat ini. Dengan telatennya ia melepas kaos kaki suaminya. Ia juga melepas jas yang masih melekat pada tubuh bidang Alan, Sora mengusap kening sang suami. Matanya kembali berair, ketika ia mengusap bulir bening di ekor mata sang suami.
Dalam mabuknya dan di dalam alam bawah sadarnya, Alan menangis. Ia menyimpan kesedihannya sendiri, membuat Sora semakin larut dalam kedukaan. Sudah pasti masalah keturunan yang menjadi akar masalah. Hanya saja Alan tidak pernah membahasnya. Alan selalu berkata tidak masalah, tapi itu benar-benar menjadi masalah besar di tengah-tengah kehidupan rumah tangganya.
Sora melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, ia menyalakan keran air. Kemudian membasahi wajahnya yang nampak sangat lelah. Ia lelah dengan semua yang ada. Kini keputusannya sudah bulat. Sora tidak ingin suaminya semakin lama terjerumus dalam pengaruh minum minuman.
Kini ia sudah bertekad, Sora akan mencarikan istri untuk suaminya. Istri yang mampu memberikan Alan keturunan. Tidak seperti dirinya, yang sudah bertahun-tahun hidup dengan Alan namun tak kunjung mendapatkan momongan.
Sora mengusap wajahnya dengan kedua tangan, ia memandangi pantulan wajahnya pada cermin yang ada di depannya. Keputusan dirinya sudah bulat. Tidak masalah jika nanti ia akan terluka, karena lebih menyakitkan melihat Alan semakin lama semakin terpuruk dalam kesedihan yang ia pendam sendirian.
Sora ingin melihat pria yang di kenalnya hangat itu kembali ceria, ia ingin melihat kebahagiaan di mata Alan yang kini mulai pudar. Sora akan mencarikan istri yang bisa melahirkan anak untuk suaminya. Walau hatinya sangat berat mengambil keputusan ini, tapi Sora belajar merelakan untuk kebahagian sang suami.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
martina melati
pindah rumah, terus mungut anak adopsi gt
2024-04-06
0
Wiek Soen
nyesek jugabk sept
2023-01-16
0
Zamie Assyakur
gimna mau hamil... klo ga jalanin hidup sehat... minum"an alkohol... cobalah jalani gaya hidup sehat.... berusaha dan berdoa itu kuncinya
2022-10-18
0