Dirumah kediaman Nikita dan Randa, pertengkaran suami istri itu ternyata belum juga usai.
Baru saja menjejakkan kakinya didalam rumah, Nikita langsung mengamuk melemparkan beberapa hiasan dan foto-foto pernikahannya dengan Randa yang terpajang didinding rumah.
Tidak puas begitu saja, ia masuk ke ruang kerja dan membanting semua barang yang ada di dekatnya. Kertas-kertas dan buku-buku yang ada diatas meja kerja milik Randa pun tak luput dari sasaran kemarahannya.
Randa yang melihat kegilaan Nikita, berulangkali berteriak memarahi istrinya.
"Hentikan Nikita! Apa kau belum puas juga hah...!?" bentak Randa tanpa ada keberanian untuk mendekati Nikita.
Tingkah laku brutal Nikita bisa saja membahayakan keselamatannya. Apalagi saat Nikita mencoba melemparkan sebuah guci keramik padanya.
Prang! Serpihan-serpihan pecahan keramik bertebaran dilantai diiringi suara lengkingan Nikita yang menggelegar.
"Aku belum puas! Aku lebih baik mati daripada hidup begini terus!" jerit Nikita dengan kedua bola mata mendelik garang.
Dia pun berjalan cepat membawa amarahnya menuju dapur dan mengacak-ngacak perabotan dapur seakan mencari sesuatu yang penting.
Randa mengikuti langkah Nikita dengan perasaan was-was.
"Tuh...,! Bunuh saja aku! Bunuh aku mas! Biar kau puas! Biar kau bisa hidup enak sama si Asyifa dan anakmu! Biar kau bebas tanpa ada aku!" Nikita tiba-tiba melemparkan sebilah pisau dapur keatas meja makan yang ada di hadapan Randa.
Randa tersentak kaget. Wajahnya pucat pasi melihat kelakuan Nikita yang sudah diluar batas.
"Kau tidak mau kan? Kau takut dipenjara? Oke, aku akan menghabisi nyawaku sendiri jika itu bisa membuatmu senang." ujar Nikita bergegas hendak meraup kembali pisau dapur yang ada diatas meja makan.
"Nikita! Kau sudah gila ya!" Randa berlari cepat menahan tangan Nikita.
Aksi Randa yang lebih cepat, mampu mencegah niat Nikita yang hendak melakukan perbuatan yang tak diinginkan.
Nikita meraung keras saat niatnya tak kesampaian. Apalagi saat Randa memeluk tubuhnya dengan kuat. Seluruh kemarahan dan emosinya ia timpakan pada Randa kala itu juga.
Randa membiarkan dirinya jadi sasaran amukan kemarahan Nikita. Dia cuma diam saat jerit tangis Nikita membahana di seluruh rumah. Sikap kasarnya perlahan berubah hilang dan melunak meskipun tubuhnya sakit terkena beberapa pukulan yang diberikan Nikita padanya.
"Bunuh aku mas..., Bunuh aku. Jangan siksa aku lagi. Aku sudah tak sanggup lagi mas..., aku bisa gila!" Ratap Nikita dengan pilu.
"Kalau kau tak mau ceraikan dia, aku lebih baik mati mas. Aku tak sanggup hidup dimadu selamanya." Ratapan dan rintihan disertai Isak tangis yang keluar dari bibir Nikita membuat Randa tak berkutik lagi.
Mungkin selama ini dia terlalu egois, hanya memikirkan harga dirinya sebagai lelaki. Berharap mendapatkan seorang keturunan hanya demi menjaga wibawanya sebagai lelaki sejati di depan keluarga besarnya.
Randa seringkali diejek dan dicemooh oleh kedua orang tua dan saudara-saudaranya karena tak mempunyai keturunan selama menikah dengan Nikita.
Apalagi saat Nikita divonis mengidap kanker kista ganas. Harapan Randa untuk memiliki seorang keturunan pupus sudah saat dokter memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan rahim pada Nikita.
Hal itu memaksa Randa untuk memilih keputusan yang salah. Dia membujuk Nikita untuk memberinya restu, agar ia bisa menikah lagi demi keinginannya untuk mendapatkan anak.
Awalnya Nikita menolak keinginan Randa. Namun bujuk rayu Randa untuk tetap mencintainya dan takkan menceraikannya membuat hati Nikita luluh juga. Nikita mengizinkan Randa menikah lagi asalkan Randa bersedia menceraikan istri mudanya setelah mendapatkan seorang anak.
Pilihan Randa jatuh pada Asyifa yang cantik, lugu dan polos. Berbekal ilmu tipu menipu yang ia miliki, Randa berhasil memperistri Asyifa setelah diberi restu oleh kedua orang tua Asyifa yang miskin dan juga lugu.
Mengaku sebagai bujangan yang kaya raya, pekerja keras, bertanggung jawab dan bekerja di luar kota, Randa sukses meraih kepercayaan Asyifa dan keluarganya dalam membina rumah tangga selama dua tahun.
Pernikahan itupun membuahkan hasil saat Asyifa melahirkan Safina putri pertama Randa dan Asyifa. Randa mulai mabuk dengan kebahagiaannya bersama Safina dan Asyifa. Randa mulai mengabaikan perasaan Nikita yang mulai dipenuhi rasa takut kehilangan Randa.
Sejak itulah, kecemburuan dihati Nikita makin meningkat. Jadwal kepulangan Randa mulai tidak teratur. Dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama Asyifa dan anaknya.
Randa mulai lalai memperhatikan Nikita. Dia pun seringkali bermuka masam dan tak pernah nyaman saat bersama Nikita. Randa telah lupa diri, ia lupa dengan janjinya pada Nikita.
Selama ini Randa tak sadar, keegoisannya melahirkan kesakitan dan kelukaan pada kedua perempuan yang telah ia nikahi itu.
Nikita dan Asyifa adalah dua perempuan yang sama-sama punya perasaan. Tak ada satupun dari mereka yang ingin hidup dimadu.
"Maafkan Mas, Nikita. Aku takkan menceraikan mu. Kita akan tetap bersama hingga kakek nenek, seperti impian kita dulu." Randa berusaha membujuk Nikita kembali tanpa melepas pelukannya.
"Kamu dulu janji sama aku mas, kamu bilang akan menceraikan Asyifa. Sekarang kamu sudah punya Safina, tinggalkan Asyifa mas..., bawa Safina kesini. Aku bisa merawatnya dengan baik. Aku akan menjadi ibu untuknya." Rengek Nikita membenamkan kepalanya dalam dekapan Randa diiringi isak tangis yang menyisakan cegukan manja.
"Beri aku waktu sedikit lagi Nikita. Sabarlah, umur Safina beberapa bulan. Safina masih butuh air susu ibu kandungnya. Pihak pengadilan takkan membiarkan mas untuk menceraikan Asyifa begitu saja. Mas juga harus punya alasan yang tepat untuk bisa bercerai dengan Asyifa. Kita harus mencari kesalahan Asyifa dulu agar bisa mendapatkan hak asuh Safina dengan mudah." Randa mengucapkan suatu kebohongan yang sengaja ia ciptakan untuk membujuk Nikita.
Padahal dalam hatinya, Randa tak rela untuk menceraikan Asyifa. Jauh di lubuk hatinya, Randa tetap ingin mempertahankan Asyifa dan Nikita sebagai istrinya-istrinya. Randa membutuhkan kedua perempuan itu dalam hidupnya.
"Baiklah mas, aku menunggumu. Aku akan bersabar hingga kalian bercerai." sahut Nikita lirih.
Nada bicaranya terdengar pasrah mengikuti keinginan Randa, membuat Randa mengembangkan senyuman seraya mempererat pelukannya pada Nikita.
"Terimakasih sayang, akhirnya kau mau bersabar. Percayalah, aku takkan mengkhianati perjanjian kita, aku akan memenuhi segala keinginanmu. Aku mencintaimu Nikita." ucap Randa bahagia.
Nikita hanya diam dalam pelukan hangat Randa. Tanpa Randa sadari, sebuah senyuman sinis terukir dibibir Nikita.
"Lihat saja suamiku, aku hanya memberimu waktu sampai batas kesabaran ku habis. Jika kau tak kunjung menepati janjimu, aku sendiri yang akan turun tangan. Aku akan merampas Safina dari tangan kalian berdua. Ku pastikan, kau dan Asyifa takkan pernah hidup bahagia selamanya." Dalam diam, ternyata Nikita punya niat yang buruk direlung hatinya.
Lain yang ada dalam pikiran Nikita, lain pula yang ada dalam benak Randa.
"Dasar wanita bodoh! Mana mungkin aku menceraikan Asyifa yang masih muda dan cantik. Apalagi dia sangat patuh dan gampang diatur. Dia juga ibu dari Safina. Aku takkan pernah melepaskannya begitu saja. Saat ini aku terpaksa mengikuti keinginan mu hanya karena harta yang kau miliki. Aku belum siap untuk jatuh miskin, Nikita." Seringai licik terukir indah dibibir Randa.
Sungguh pemandangan yang sangat menyedihkan. Kedua pasangan suami istri itu terlalu sibuk dengan pikiran buruk mereka masing-masing.
Satu sama lain, hanya memikirkan keegoisan Mereka tanpa memikirkan perasaan Asyifa yang telah remuk redam menelan derita sendirian sebagai korban permainan kehidupan yang telah mereka rencanakan dari awal.
Apakah Asyifa mampu menerima penderitaan selanjutnya?
.
.
.
BERSAMBUNG
"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
APRILAH
secangkir kopi dan mawar meluncut
2025-01-09
2
Ƙҽƚυα♥︎᥊іᥱ﷽𝐀⃝🥀
besok lah sambung lagi makkk 😗
2025-01-12
2
Soraya
harusnya nikita sadar diri dia kn gak bisa memberikan keturunan ya udah legowo hidup akur Terima Asyifa hidup bersama
2025-04-12
0