Masalah Pertama

"Maafin saya Della. Saya udah nggak bisa lagi mempertahankan kamu di sini," kalimat yang diutarakan Pak Damar atasnya membuat Della menatap tidak percaya, bahkan sampai ternganga saking terkejutnya.

"A-pa!? Tapi kenapa?" tatapan matanya menuntut penjelasan dari pria yang sudah menjadi atasannya selama bertahun-tahun tentang keputusan sepihak yang diterimanya.

"Karena ini," ungkap pria tambun tersebut seraya mengeluarkan tablet dari laci mejanya dan menyodorkan sebuah laman yang memuat artikel. Dan sontak saja hal yang dilakukan pria itu mengundang tatapan bingung Della.

"Apa hubungannya artikel yang bapak tunjukin sama pemberitahuan tentang pemecatan saya yang secara sepihak ini?" Della bertanya kesal.

Pak Damar yang mulai jengah pun hanya bisa menaikan sebelah alisnya sambil menyenderkan punggunya dikursi. "Coba kamu perhatikan artikel ini baik-baik."

Della menatap tablet tersebut dan berfikir jika artikel tersebut tidak cukup penting. Dengan malas dia mencoba meneliti foto yang menjadi headline news dan terkejut saat menemukan foto dirinya yang tengah berciuman panas dengan pria yang ditemuinya di club minggu lalu. Kepala Dela terasa pening seketika. Dia terlihat mengerikan di sana. Dengan make up aneh yang malah membuatnya terlihat tua. Harusnya dengan penampilan yang seperti ini pihak kantornya tidak bisa mengenalinya tapi kenapa atasannya malah mengenalinya?

Della meruntuki kesialannya. Padahal dia yakin malam itu mereka singgah di hotel yang menjamin keamanan pengunjungnya. Dan rasa terkejutnya semakin bertambah kala dia membaca judul headline news. Pantas beritanya senter ternyata dia berhubungan seks dengan salah satu pengusaha paling berpengaruh di ibukota. Dan lebih parahnya lagi pria itu sudah bertunangan dengan Sindya Putri. Siapa yang tidak kenal Sindya. influencer dengan satu juta followers sekaligus putri tunggal pemilik RD ent. Salah satu rumah produksi film yang banyak mengeluarkan film-film bagus.

Della tiba-tiba merasa sesak. Air matanya mulai menggenang dia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa ...

Lamunan Della terhenti saat Pak Damar membuka suara. "Saya nggak bisa ngebiarin perusahaan yang sudah susah payah saya bangun harus ikut tercoreng karena ulah kamu. Pekerjaan kamu memang bagus. Saya akui. Kamu juga menguasai banyak bidang. Tapi Dela, perusahaan saya cuma perusahaan berskala kecil yang nggak bakal bisa bertahan kalau terkena skandal. Vendor-vendor yang kita punya juga masih baru. Mereka belum sepenuhnya percaya sama kita. Sekali lagi maafin saya Dela. Kamu bisa mulai beres-beres barang kamu sekarang. Jangan lupa mampir ke HRD buat ambil pesangonmu."

Della tersentak mendengar keputusan akhir dari pak Damar. Air mata yang ditahannya sedari tadi tiba-tiba merembes keluar. Meski cukup kecewa dengan keputusan sepihak ini tapi dia tidak mencoba membela diri atau pun menentang. Yang dia pikirkan saat ini hanya menyesali kebodohannya. Jika saja dia tidak terlena dengan ketampanan pria itu pasti hal ini tidak akan terjadi.

Della kembali ke kubikelnya. Membereskan barang-barangnya ditemani tatapan penuh ingin tahu dan bisikan-bisikan yang penuh gosip dari rekan kerjanya. Padahal dia dapat mendengar semua apa yang mereka katakan apa susahnya bertanya secara langsung padanya dari pada berbicara di belakang. Pengecut.

***

Abid menatap tidak percaya artikel yang terpampang di hadapannya. Wajahnya memerah karena menahan emosi. Bahkan bola mata hitamnya tampak tajam saat membaca judul headline news tentang dirinya yang menjadi tranding topik.

"RINATA!!!" Abid memanggil sekretarisnya dengan nada tinggi melalui interkom.

"I- iya. Pak." Rinata tergagap. Suaranya bergetar. Terkejut mendapat panggilan tak terduga di jam-jam santainya.

"Masuk ke ruangan gue sekarang!" suara Abid menggeram. Pria itu terdengar amat kesal.

Dalam satu menit sekertarisnya itu sudah berdiri tepat di seberang mejanya. Menyaksikan sendiri bagaimana raut mengerikan dari wajahnya.

"Jelasin ke gue maksud dari artikel ini." Dia mencibir. Melemparkan tabletnya ke arah gadis itu yang dengan sigap gadis itu tangkap dan melirik isinya.

"M-a.. ma-af pak. Saya nggak tahu kalau ada berita tentang bapak hari ini. Terus apa yang harus saya lakukan untuk perusahaan ini?" suara Rinata terdengar serak, menandakan sekali jika dia takut terkena amukan dari Abid.

"Tugas lo cari tahu semua tentang perusahaan yang nerbitin artikel ini. Jangan ada yang kelewat sedikit pun. Kasih mereka pelajar," serunya dengan emosi yang meluap.

Gadis itu mengangguk paham dan segera berbalik meninggalkan ruangan Abid. Kalimat pria itu ultimatum yang sangat mengerikan, berani bermain-main dengannya dia akan membalas berkali-kali lipat lebih kejam.

Meski yang diberitakan diartikel tadi tidak sepenuhnya salah tapi jika dibiarkan akan berimbas pada nilai saham. Dan juga akan membuat hubungannya dengan Sintya merenggang. Meski hubungan mereka lebih seperti partner bisnis. Lagi pula wanita yang disebutkan didalam artikel itu bukan selingkuhannya hanya teman kencan satu malam. Dia akui wanita itu memang luar biasa di ranjang dan menurut Abid malam itu benar-benar malam dengan seks terbaik yang pernah dia dapatkan. Sayangnya wanita itu tidak cukup cantik dan menarik, wajahnya terlihat tua dengan make-up yang berlebihan dengan riasan mata smokey eyes. Dia tidak tahu apa yang membuatnya tertarik mungkin karena tubuh yang berisi ditempat yang semestinya.

***

Tiga bulan telah berlalu dan Della masih tetap berada di apartmennya. Dia masih kesulitan menemukan kantor yang mau menerimanya. Apa mungkin karena karma? Atau dia telah menjadi danger woman yang diblacklist disemua perusahaan? Memikirkannya saja membuat dia pening seketika. Dia benar-benar menyesali kebodohannya.

Pengangguran dan tidak memiliki kesibukan membuat Della terkurung dan tidak bisa melakukan apa-apa. Dia menjatuhkan diri di sofa dan masih meratapi nasib dan kenyataan tentang dia yang telah kehilangan pekerjaan karena tindakan bodoh paling memalukan yang pernah dia lakukan dalam hidupnya. Dia ingin menangis tapi deringan ponsel miliknya memaksanya untuk menunda kegiatan mellownya.

Dia mengernyit saat menemukan sebuah nomor yang tidak dikenal.

"Halo." Dia menjawab dengan malas.

"Iya, halo. Apa benar ini dengan Ardella? Saya Dr. Tya," ucap suara dari sebrang.

Della tiba-tiba merasa gugup dengan apa yang akan dr. Tya katakan. Beberapa waktu yang lalu dia merasa kurang enak badan dan sering sekali merasa mual. Karena takut magh yang dideritanya semakin parah dengan inisiatif yang tinggi dia memeriksakan diri ke dokter dan meminta agar hasil pemeriksaanya dikirim melalui e-mail atau telfon. Dia miskin dan tidak boleh sakit karena masih harus mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya.

"Iya Dokter, dengan saya sendiri." Della menanggapi dengan sigap.

"Jadi menurut hasil pemeriksaan dan tes darah kemarin. Kelihatannya anda hamil," kalimat Dokter Tya membuat napas Della tercekat seketika, tubuhnya tiba-tiba mendadak kaku dan otaknya masih berpacu memahami apa yang diucapkan oleh Dokter tersebut.

"Hamil? Nggak mungkin Dok. Apa hasil tes saya ketukar? Coba dokter periksa lagi nama pasiennya."

"Nggak salah Ardella. Ini benar hasil tes kamu. Buat lebih jelasnya kamu bisa tes mandiri di rumah menggunakan testpeck. Tapi hasil tes dari lab udah dipastikan akurat dan kamu positif hamil."

Dia masih terdiam, berdebat dengan pemikirannya. Bagaimana bisa dia melupakan fakta soal ini. Seharusnya dia cukup teliti soal siklus bulananya, tapi tidak aneh jika dia sampai tidak sadar karena akhir-akhir ini dia cukup stress dengan masalah hidupnya. Kehilangan pekerjaan dan juga perpisahannya dengan Rion yang tidak berakhir baik menjadi salah satu pemicunya.

Dia menutup mulutnya tidak percaya.

Abid Pranadipta, dia ayah dari bayi yang dikandungnya.

Setelah satu jam menangis dan meruntuki kesialannya karena terlibat dengan pria asing, Della berakhir dengan menelfon Risa sahabatnya. Dia butuh teman curhat dan solusi untuk masalahnya.

Reaksi Risa sesuai dugaan, wanita itu juga sama terkejutnya.

"Kok bisa? Lo beneran hamil?" Risa mencerca dengan pertanyaan dan mata yang melebar.

"Mhm," kata Della, dia terisak di bahu Risa.

"It's okay. Everything will be fine." Risa menghibur seraya mengusap pelan pundak Della.

"Gue nggak bisa tenang. Coba lo ada diposisi gue. Gue pengangguran, dan sekarang gue hamil," isaknya, "sialan! Padahal gue udah nahan diri biar nggak shoping online sembarangan supaya uang gue cukup sampai gue dapat kerjaan. Tapi apa ini? Shit. Mana bokapnya si bayi susah dijangkau lagi," serunya sambil meratap.

"Wait. Maksud loe gimana? Bukannya udah jelas siapa bokapnya. Ini anaknya Rico, kan?"

Hubungan yang terjalin antara Della dan Rico memang sudah berjalan lama. Jadi, bukan hal yang aneh jika mereka sampai melewati batas.

"Bukan si Rico bokapnya," katanya pelan.

"Maksud loe apa?" Mata Risa membelalak tidak percaya. Sahabatnya tidak mungkin bermain apa dengan pria asing, kan?

Della menatap Risa dengan mata yang berkaca-kaca. "Loe kan tahu gue sama Rico udah putus." Dia mendengus kesal.

"Tapi kalian kan sering having sex, udah pasti dia bokapnya."

Della diam sejenak. Memikirkan cara bagaimana menjelaskan pada Risa. Della memang sudah menceritakan tentang dia yang dipecat. Tapi soal dia yang tidur dengan Abid belum dia ceritakan.

"Woi Della. Dia anaknya Rico, kan?" ujar Risa sambil menepuk pundaknya.

"Kan udah gue bilang Rico bukan bokapnya." Della mendengus. Sepertinya dia memang harus bercerita. "Gue sama Rico udah renggang lama. Terus gue ke club buat nenangin diri karena Rico sering hilang. Soal skandalnya Abid Pranadipta lo tahu? Gue cewek itu makannya gue dipecat."

"Wah. Loe gila ya?"

Della segera mengambil ponsel dan menunjukkan sebuah artikel berisi skandal tentangnya dan Abid.

"Kenapa ceweknya norak? Ini di klub mahal itu, kan? Dia nggak malu sama penampilan anehnya, ya?" kalimat tajam Risa benar-benar melukai nurani Della. Dia kembali berujar. "bukannya dia tunangannya Sintya? Ini pengusaha yang punya mall banyak itu, kan? Kenapa seleranya jomplang?"

Della memutar matanya malas. "Coba perhatikan baik-baik siapa cewek itu."

"Memangnya dia siapa? Eh, sebentar, bukannya ini loe. Kenapa penampilan loe begini? Nggak malu?" teriakan histeris yang keluar dari bibir Risa malah membuat Della berdecak kesal.

"Fokus Risa. Gue tahu gue nggak pinter make up. Nggak usah diperjelas. Mending baca artikelnya."

"Kayaknya gue tahu apa yang terjadi tanpa baca artikel loe. Jadi yang dimaksud ini elo?" serunya sambil menutup mulut. Ekspresi terkejutnya sampai dibuat-buat.

"Muka loe ngeselin. Terus gue mesti gimana?"

"Loe mesti kasih tahu Abid soal anak yang loe kandung," katanya. Dia mengangkat bahunya acuh.

"Loe gila. Gue udah dicap selingkuhan. Dia juga punya tunangan."

"Terus loe nggak mau kasih tahu? Loe pengangguran dan anak yang loe kandung butuh biaya juga. Kecuali loe mau menggugurkan kandungan loe."

"Anak gue nggak salah kenapa harus digugurin? Gue bakal rawat anak gue sendiri. Gue bakal cari kerja," ujarnya dengan wajah yang berseri-seri.

Sedangkan Risa hanya mendengus kesal. Mungkin karena hamil jadi mood Della jadi ikut berubah-ubah. "Jangan ngomongin hal yang mustahil. Sampai sekarang aja loe masih pengangguran. Listen beb, Abid mesti tahu soal anak ini," sarannya.

"Loe harusnya mikirin keadaan gue. Sebenarnya loe teman siapa, sih?"

"Gue teman loe makannya gue ngomong kayak gini. Loe nggak boleh jatuh sendiri. Si Abid mesti tanggung jawab karena anak ini hasil dari kebodohan loe berdua."

"Tapi ... "

"Dengarin saran dari gue. Besok loe harus ketemu sama Abid. Loe harus ngomong semuanya."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!