Bab 5

Tuan Abian masih menatap Kalila dengan begitu serius. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh pria tua itu, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Sementara Pak Herdinan dan Bu Messa masih terdiam dan tak berani berkata-kata lagi.

"Aku akan ambil gadis ini sebagai pengganti putrimu yang kabur!"

Tiba-tiba suara bariton itu kembali terdengar dan berhasil memecahkan keheningan yang terjadi di ruangan itu.

Bu Messa begitu senang mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari bibir Tuan Abian. Ia bahkan tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya saat itu. Wanita paruh baya itu tersenyum untuk beberapa saat, lalu kembali menundukkan kepalanya menghadap lantai ruangan.

Bukan hanya Bu Messa, Pak Herdinan pun sama. Pria paruh baya itu merasa sangat lega sebab ia tak jadi mendekam di penjara dan anak gadis kesayangannya tidak jadi diambil oleh Tuan Abian.

Akan tetapi, tidak bagi Kalila. Gadis itu tak terima jika ia dijadikan pengganti Allea. Ia ingin protes, tetapi sayang ketidakberdayaannya membuat ia hanya bisa menangis dalam diam dan menerima apa pun keputusan mereka.

"Tu-Tuan serius?"

"Segera berkemas!"

Bukannya menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Pak Herdinan, Tuan Abian malah memberikan perintah kepada Kalila untuk segera berkemas dan ikut dengannya ke kediaman pria tua itu.

Kalila menggelengkan kepalanya. Memberanikan diri menatap pria tua yang duduk di hadapannya dengan kaki menyilang.

"Tu-Tuan, bolehkah aku minta waktu sehari saja? Aku berjanji akan datang ke kediaman Anda besok," ucap Kalila dengan lirih. Netra dengan manik berwarna coklat terang itu mulai berkaca-kaca dan berhasil membuat hati Tuan Abian sedikit tergerak.

Pria tua itu menarik garis lengkung di salah satu sudut bibirnya. "Apakah aku bisa mempercayaimu? Sementara Adik perempuanmu saja sudah kabur," sahut Tuan Abian dengan tatapan yang begitu dingin.

"Anda bisa pegang omongan saya, Tuan." Kalila mencoba meyakinkan. Padahal ia sendiri sebenarnya masih belum yakin untuk ikut bersama pria tua itu dan menjadi istri mudanya.

Tuan Abian terdiam untuk sesaat sambil memikirkan kata-kata gadis itu. Jari-jemarinya bermain, sementara tatapan tajamnya masih tertuju pada Kalila.

"Baiklah, aku beri kamu kesempatan satu hari untuk berkemas. Besok, pagi-pagi sekali Sekretarisku akan datang menjemputmu," ucap Tuan Abian dengan tegas.

"Ba-baik, Tuan. Terima kasih," sahut Kalila. Menelan salivanya dengan susah payah.

Tuan Abian melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sebaiknya kita kembali, Carl."

"Baik, Tuan," sahut Carl — Sang Sekretaris yang sejak tadi begitu setia berdiri di samping pria tua itu.

Tanpa pamit dan berkata apa pun lagi, Tuan Abiam bangkit dari posisi duduknya. Merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan, kemudian melangkah keluar dari ruangan itu dengan diikuti oleh Sang Sekretaris.

Sepeninggal Tuan Abian.

"Pah, Mah, kumohon! Bujuklah Tuan Abian untuk mengurungkan niatnya. Aku tidak mau ikut dengannya. Tidak mau," ucap Kalila dengan lirih. Berdiri dengan kepala tertunduk dan tak henti meremas jari-jemarinya secara bergantian.

Bu Messa mendengus kesal. Ia segera menghampiri Kalila. Meraih tangan gadis itu dengan kasar, lalu mendudukannya di kursi.

"Kamu ini gimana sih, Kalila! Bukannya bersyukur, malah berkata yang tidak-tidak. Seharusnya kamu senang karena Tuan Abian memilihmu untuk dijadikan istri olehnya. Kamu akan jadi istri orang terkaya nomor satu di kota ini, Kalila! Apa kamu tidak ingin itu?" hardik Bu Messa dengan geram. Mendorong kepala Kalila dengan jari telunjuknya.

"Terima saja, Kalila. Setidaknya ini untuk kebaikan kita semua. Apa kamu ingin kita semua hidup melarat? Kalian luntang-lantung, sementara Papah membusuk di penjara," timpal Pak Herdinan, mencob meyakinkan Kalila.

"Setidaknya anggap ini sebagai balas jasamu terhadap kami, Kalila! Tidak ingatkah kamu siapa dirimu yang sebenarnya? Kamu hanyalah seorang anak yang tak pernah diinginkan. Hanya karena kebaikan kami lah, kamu bisa hidup di dunia ini," sambung Bu Messa.

Bak luka basah yang disiram dengan air garam, seperti itulah yang dirasakan oleh Kalila saat ini. Perih dan sungguh menyiksa. Wanita paruh baya itu lagi-lagi mengungkit jati dirinya yang hanya sebagai anak adopsi di keluarga mereka.

"Sekarang kamu mengerti, Kalila?!" bentak Bu Messa lagi, di samping telinga gadis itu.

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Kalila yang masih bergetar. Hanya anggukan kepala, menjadi jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh wanita paruh baya itu.

"Bagus!" Bu Messa menepuk kasar pundak Kalila. "Sekarang, mulailah berkemas. Besok pagi-pagi sekali, orang suruhan Tuan Abian akan datang menjemputmu," lanjut Bu Messa.

Kalila kemudian melangkah dengan gontai menuju kamarnya. Sebuah kamar sempit yang terletak di penghujung bangunan megah itu.

Sementara Kalila berkemas, Bu Messa meraih ponselnya dan mencoba menghubungi nomor ponsel milik Allea yang ternyata masih belum aktif.

"Ayolah, Allea sayang, aktifkan ponselmu!" kesal Bu Messa sambil sesekali memukul layar benda pipih berharga puluhan juta itu dengan tangannya.

Hingga beberapa menit kemudian.

"Mah."

Akhirnya nomor ponsel Allea diaktifkan. Terdengar suara lirih gadis itu dari seberang telepon.

"Lea! Sayang!" Bu Messa begitu antusias. Ia sangat senang karena nomor ponsel milik Allea kembali aktif.

"Ada apa, Mah? Jika Mamah hanya ingin merayuku agar aku segera pulang dan menikah dengan pria tua itu, mending putuskan saja panggilan ini karena aku tidak akan pernah mau kembali, apalagi menikah dengan pria tua bangka itu!" sahut Allea dengan nada ketus.

"Ya, Allea. Mamah memang ingin merayumu agar kembali ke rumah. Namun, bukan untuk menikah dengan Tuan Abian," sahut Bu Messa dengan senyuman lebar mengambang di wajahnya.

"Trus, untuk apa? Bukankah kalian ingin aku menikahi pria tua itu?" Kedua bola mata Allea memutar.

"Tidak, Lea. Kamu tahu kenapa? Karena Tuan Abian sudah menemukan calon istri yang jauh lebih cocok dengannya dan pastinya itu bukanlah kamu," tutur Bu Messa.

"Benarkah? Siapa?" Allea mulai penasaran.

"Kalila! Tuan Abian memilih Kalila untuk dijadikan istri mudanya!" pekik Bu Messa dengan begitu antusias.

Mata Allea membola. "Serius, Mah? Mamah tidak sedang bercanda, 'kan?"

"Ya, Sayang. Ngapain juga Mamah bercanda? Sekarang kita sudah bisa bernapas dengan lega. Papah tidak jadi di penjara dan kamu tidak jadi menikah dengan pria tua itu," sahut Bu Messa sambil tertawa pelan.

"Aakhhh! Baik-baik, aku akan kembali secepatnya, Mah. Love you!"

Allea berteriak kegirangan. Ia begitu senang mendengar kabar baik itu. Baik untuk mereka, tetapi tidak untuk Kalila.

Gadis cantik itu berputus asa. Ia menangis sesenggukan di dalam kamar sempit yang hanya berukuran 2x3 meter tersebut, sambil memeluk kedua lututnya.

"Ya Tuhan, kenapa Engkau berikan aku kehidupan yang seperti ini? Hidup tak diinginkan dan tak memiliki satu pun kesempatan untuk menjalani kehidupanku sendiri," gumamnya dengan bibir bergetar.

***

Terpopuler

Comments

Nar Sih

Nar Sih

sabarr kalila ya ,berdoa lah semoga kmu lebih bahagia di tmpt bru mu nanti

2024-12-24

1

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

patut dinanti nih siapa jatidiri kedua ortu kandung si Kalila sebenarnya yah, benarkah dia dibuang,,,

2024-12-26

0

Okto Mulya D.

Okto Mulya D.

Mengenaskan nasib Kalila, Thor akankah dia ketemu dengan orang tua kandungnya?!

2025-04-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!