"Aaarrgkhhh!" Pria paruh baya itu mengerang akibat kepanasan. Lidahnya melepuh dan terasa sakit sekali. Ia sangat marah. Benar-benar sangat marah.
"Aduh, Pah. Papah ini bagaimana sih? Sudah tahu kopinya masih panas. Masih diseruput juga," celetuk Bu Messa sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah sang suami.
Pria paruh baya itu mendengus kesal, kemudian melemparkan gelas yang masih berisi kopi panas tersebut ke dinding ruangan dengan begitu keras. Hingga ....
Praaannkkk!
Gelas itu mengenai dinding dan kini jatuh ke lantai dengan kondisi terpecah belah. Beling-beling tajam kini menghambur di lantai ruangan dan siapa pun yang menginjaknya, pasti akan terluka.
"Ya ampun, Papah." Bu Messa hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Beberapa hari terakhir sikap Pak Herdinan memang berubah drastis. Terlebih setelah mendengar ancaman dari Tuan Abian yang berniat memenjarakan serta membuatnya bangkrut.
"Kalilaaa!" teriak Bu Messa dengan nyaring, hingga terdengar dengan begitu jelas di telinga gadis itu.
Lagi-lagi ia harus menghentikan aktivitasnya. Berjalan dengan cepat, menyusul ke arah suara yang berasal dari ruang utama.
"Heh, Kalila! Ayo, bersihkan gelas ini!" titah Bu Messa setibanya Kalila di ruangan itu.
"Ba-baik, Mah." Gadis itu mengangguk patuh dan segera membersihkan beling-beling tajam tersebut dari lantai ruangan.
***
Malam pun tiba. Jam sudah menunjukkan pukul 00.00 waktu setempat. Semua orang sudah terlelap di alam mimpinya, termasuk Kalila.
Gadis itu tertidur dengan pulas di atas kasur lusuh miliknya yang terdapat di dalam sebuah ruangan sempit berukuran 2x3 meter. Ruangan yang selama ini menjadi tempatnya beristirahat. Melepaskan penat setelah seharian bekerja di rumah itu, tanpa digaji sepeserpun.
Namun, tidak dengan Pak Herdinan. Pria itu masih terjaga dan rasanya begitu sulit untuk memejamkan mata. Ia melirik ke samping dan tampaklah Bu Messa tengah tertidur dengan lelapnya, bahkan sampai mendengkur.
"Heh, enak sekali dia tidur sampai mendengkur! Seakan tak ada masalah sama sekali. Sementara aku, sama sekali tak bisa memejamkan mata barang sedetik pun," sungut pria paruh baya itu dengan wajah yang menekuk.
Satu detik, satu menit, satu jam, hingga tak terasa panggilan shubuh pun tiba. Namun, pria itu masih tak mampu memejamkan kedua netranya.
Hingga,
Drrrttt ... drrrttt!
Ponsel yang tergeletak di atas nakas, bergetar dengan hebat dan berhasil membuyarkan lamunan pria paruh baya itu. Ia menatap layar ponsel yang menyala dengan mata lelah. Sebuah nama yang tak asing terpampang di sana dan Pak Herdinan pun bergegas menerima panggilan itu.
"Y-ya, Tuan?"
"Aku akan datang ke rumahmu pagi ini untuk menjemput putrimu, Herdinan."
Deg!
Kedua netra Pak Herdinan membola. Ia tak percaya bahwa pria tua itu akan datang secepat ini untuk menjemput putrinya.
"Ta-tapi, Tuan—" Belum selesai Pak Herdinan bicara, pria angkuh yang bicara di seberang telepon, malah menyela ucapannya.
"Pukul 09.00 pagi, aku akan tiba di sana," sela pria itu, lalu memutuskan panggilannya sesuka hati.
"Ta-tapi, Tuan! Tuan Abian, saya—"
Tut ... tut ... tut!
"Arrghhh!" Pak Herdinan frustrasi. Ia melemparkan ponsel berharga mahal miliknya ke lantai kamar dengan begitu keras hingga hancur berkeping-keping.
Prankkk!
Hal itu berhasil membuat Bu Messa terbangun dari tidurnya. Wanita paruh baya itu tersentak kaget dan langsung duduk di tepian ranjang.
"Ada apa, Pah? Kenapa ribut-ribut?!" pekiknya sambil mengucek mata. Wanita paruh baya itu kembali tersentak kaget setelah melihat ponsel berharga belasan juta, hancur berkeping di sisi ranjang.
"Kenapa? Kamu masih bertanya kenapa? Kamu malah enak-enakan tidur, seolah tidak terjadi apa-apa, sementara aku terjaga semalaman. Apa kamu tahu, Tuan Abian akan datang pagi ini untuk menjemput Allea. Sekarang puas kamu!" teriak pria paruh baya itu. Sudah tak mampu menguasai kemarahannya.
"Apa?!" Mata Bu Messa kembali membola. Hampir tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh sang suami.
"La-lalu bagaimana sekarang, Pah? Apakah kita akan membiarkan Tuan Abian membawa putri kesayangan kita begitu saja?" tanya Bu Messa dengan mata berkaca-kaca. Matanya terasa memanas dan cairan bening itu mulai menutupi pandangannya.
"Mau bagaimana lagi? Seperti yang aku katakan sebelumnya, keputusan Tuan Abian sudah bulat dan tak bisa diganggu gugat lagi. Satu-satunya cara adalah menyerahkan Allea kepadanya, kecuali kalian memang ingin aku mendekam di pernjara dan membusuk di sana," sahut Pak Herdinan dengan begitu frustrasi.
Bu Messa benar-benar tak mampu membendung kesedihannya lagi. Tangisan wanita paruh baya itu pecah dan kini terisak dengan tubuh bergetar hebat.
"Tidak ada gunanya menangis, Messa. Sekarang bangunkan Allea dan minta dia untuk segera bersiap-siap," ucap Pak Herdinan.
Melenggang pergi meninggalkan ruangan itu dan kini memasuki kamar mandi. Ia ingin melakukan ritual mandinya. Semalaman tak tidur, membuat mata, kepala dan wajah Pak Herdinan terasa memanas.
"Ini tidak mungkin! Kenapa mesti Allea? Kenapa tidak Kalila saja! Ambil saja Kalila, aku akan dengan senang hati menerimanya!" gerutu Bu Messa di sela isak tangisnya.
Setelah puas mengeluarkan kekesalan serta kekecewaannya, Bu Messa pun segera beranjak dari kamar utama dan kini melangkah gontai menuju kamar Allea yang terletak tak jauh dari posisi kamarnya.
Tok ... tok ... tok!
"Allea, kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Bu Messa sambil sesekali mengetuk pintu kamar anak perempuannya itu.
Namun, tidak ada jawaban dari gadis itu. Berkali-kali Bu Messa memanggil, tetapi tetap sama. Masih tak ada jawaban dari putri kesayangannya itu. Hingga tak sengaja tangannya memutar gagang pintu.
Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka dan tak tampak siapa pun di dalam ruangan itu. Tempat tidur terlihat begitu rapi begitu pula ruangan tersebut, seakan tak ada yang menempati.
"Lea, kamu di mana, Sayang?" panggil Bu Messa sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Mencoba mencari sosok cantik, pemilik ruangan itu.
"Apa kamu di kamar mandi?" Karena tak ada jawaban, Bu Messa pun bergegas menghampiri kamar mandi pribadi milik Allea. Namun, sama seperti kamarnya, ruangan itu pun kosong. Tak ada siapa pun di sana. Bahkan lantai serta bathub-nya saja masih kering, pertanda belum digunakan sama sekali.
Deg!
Bu Messa memegangi dadanya. Tiba-tiba terlintas pikiran buruk tentang gadis berusia 21 tahun tersebut.
"Di-di mana Allea? Apa Jangan-jangan dia .... Tidak! Ini tidak boleh terjadi!" gumamnya, bermonolog dengan wajah panik.
Bu Messa bergegas keluar dari kamar mandi dan kini kembali ke kamar Allea. Menghampiri ranjang dan memeriksa di sekitaran tempat itu. Tak ada apa pun di sana, hingga ia menemukan sebuah lemari pakaian yang terbuka. Di mana sebagian pakaian milik anak perempuannya itu juga menghilang.
"A-Allea ...."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
🍁𝐀⃝🥀Angela❣️
wkwkwk bangsooooww Aleaa kabur ternyata... 😀😀 pasti dah yang jadi pengganti si kalila.. fix gue mah pasti bener meski blm baca part selanjutnya😉 😀😀😀😀
2025-04-28
0
Nar Sih
pasti si allea kabur duluan dan ahir nya kalila lah yg harus mengatikan nya,lanjutt kakk👍
2024-12-21
1
Okto Mulya D.
Yahhh Allea minggat dari rumah. Kalila dehhh jadi tumbal nihh
2025-04-28
0