"Mari, Tuan. Silakan diminum!" ucap Bu Messa, kembali mengulas senyum kepada Tuan Abian.
"Di mana anak gadismu, Herdinan?" tanya Tuan Abian dengan suara baritonnya. Mata elang pria tua itu kembali menyapu ke sekeliling ruangan, guna mencari keberadaan Allea. Anak perempuan kesayangan Pak Herdinan.
Pak Herdinan dan Bu Messa saling lempar pandang dengan raut wajah panik. Mereka tak tahu harus menjawab apa, sebab anak perempuan mereka sudah kabur dan kini entah di mana keberadaannya.
"Ehm, Tuan Abian ... maafkan saya. Sa-saya tidak bisa menyerahkan putri saya sekarang sebab ia sudah pergi. Ia kabur dari rumah sejak semalam, Tuan. Ta-tapi Anda tidak usah khawatir. Sa-saya berjanji akan menemukan Allea secepatnya dan menyerahkannya kepada Anda," tutur Pak Herdinan dengan terbata-bata.
Tuan Abian menghembuskan napas kasar setelah mendengar jawaban dari Pak Herdinan barusan. Ia benar-benar kecewa dengan apa yang sudah dilakukan oleh anak gadis kesayangan pria paruh baya itu.
"Aku tidak pernah menginginkan jawaban yang seperti itu, Herdinan. Kedatanganku kali ini adalah untuk menjemput putri kesayanganmu. Jika hal itu gagal, maka bersiaplah untuk membusuk di penjara," ucapnya. Menarik sudut bibirnya pelan, hingga terlihat sebuah seringaian yang membuat Bu Messa dan Pak Herdinan semakin ketakutan.
Pak Herdinan segera menjatuhkan diri di lantai ruangan. Ia berlutut tepat di hadapan Tuan Abian dengan kedua tangan menangkup di dada.
"Ja-jangan, Tuan Abian. Saya mohon jangan pernjarakan saya. Saya berjanji, Tuan. Akan saya temukan putri saya secepatnya, kemudian mengantarkannya ke kediaman Anda."
Terdengar suara hembusan napas panjang dari Tuan Abian. Sorotan mata pria tua itu semakin tajam dan membuat siapa saja tak berani membalas tatapannya.
"Panggil gadis yang tadi membuatkan minuman untukku!" titah Tuan Abian dengan tegas.
"Baik, Tuan." Walaupun bingung, tetapi Pak Herdinan tetap patuh. Ia memberikan isyarat kepada Bu Messa yang mematung dengan wajah memucat di salah satu pojok ruangan. Meminta wanita itu agar segera memanggil Kalila.
Bergegas Bu Messa melangkah menuju dapur, di mana Kalila kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Kalila, sini!" panggil Bu Messa dengan setengah berbisik.
"Ya, Mah, ada apa?" Kalila yang saat itu tengah sibuk menata perkakas di dapur, segera menghampiri Bu Messa. Ia berdiri di samping wanita paruh baya itu dengan wajah bingung.
"Ikut aku ke ruang utama. Tuan Abian ingin bicara denganmu!" tutur Bu Messa dengan begitu serius.
"A-aku? Ta-tapi kenapa, Mah? Apa ada yang salah pada minuman yang aku buat barusan?" tanya Kalila dengan terbata-bata. Tiba-tiba hatinya diselimuti rasa takut dan cemas.
Bu Messa menggeleng pelan. "Entahlah, yang jelas ini bukan tentang minuman itu. Aku rasa Tuan Abian tertarik padamu. Apa kamu lihat bagaimana cara dia memandangmu, Kalila? Dan semoga saja itu benar," tutur Bu Messa lagi dengan begitu antusias.
"Tapi, Mah ...."
"Tidak ada tapi-tapian. Ayo!" Tanpa basa-basi, Bu Messa menarik tangan Kalila dengan kasar, meskipun gadis itu menolak. Mereka berjalan dengan cepat menuju ruang utama. Namun, sebelum mereka memasuki ruangan itu, Bu Messa menghentikan langkah kaki mereka.
"Stop!"
Wanita paruh baya itu merapikan rambut panjang kalila serta pakaian yang dikenakan oleh gadis itu.
"Kamu harus terlihat cantik, Kalila. Biar Tuan Abian semakin tertarik kepadamu. Sayang sekali ini dadakan. Jika tidak, aku pasti akan mendandanimu terlebih dahulu," ucap wanita paruh baya itu sambil memperhatikan wajah cantik Kalila.
Ya, Kalila sebenarnya memiliki wajah yang bisa dibilang sangat cantik. Kulitnya putih bersih, hidung mancung, mata indah dengan manik berwarna coklat terang.
Alisnya tebal dan hitam. Bulu matanya juga tebal dan lentik, hingga tak perlu dipakaikan maskara lagi. Bibir tipis nan seksi dengan warna pink alami, menambah nilai plus kecantikan gadis itu.
Jika ia tersenyum, akan terlihat dua buah lubang yang menghiasi kedua belah pipinya. Namun, sayangnya senyuman itu sangat jarang terlihat di wajah cantik Kalila. Keadaan sama sekali tak mendukung untuk dirinya mengulas sebuah senyuman.
Allea tidak ada apa-apanya jika dibanding Kalila. Hanya saja Kalila selalu berpenampilan apa adanya. Hanya daster lusuh sisa Bu Messa yang biasa membalut tubuh indahnya, seperti yang terlihat di hari ini.
"Kenapa Mamah yakin sekali kalau Tuan Abian menyukaiku?" tanya Kalila dengan lirih. Memperhatikan Bu Messa yang masih sibuk merapikan rambut hitam panjangnya.
"Tentu saja aku yakin. Apa kamu tidak lihat cara dia menatapmu tadi? Dia bahkan tak bisa melepaskan pandangannya darimu barang sedetik pun," sahut Bu Messa dengan begitu serius.
Kalila menghembuskan napas berat. "Jika seandainya benar Tuan Abian menyukaiku, apa yang akan kalian lakukan? Apakah kalian akan menukarku dengan Allea?"
Bu Messa yang baru saja selesai merapikan penampilan Kalila, tersenyum tipis kepada gadis itu.
"Tentu saja, Kalila. Bahkan itu menjadi harapan kami saat ini. Semoga saja Tuan Abian bersedia menukar posisi Allea denganmu. Dengan begitu Allea bisa kembali tanpa merasa takut lagi," tutur Bu Messa tanpa merasa bersalah sedikit pun.
"Lalu ... bagaimana denganku, Mah?" tanya Kalila lagi dengan lirih.
"Hei, Kalila, dengarkan aku baik-baik!" Bu Messa menangkup kedua pipi Kalila dengan tangannya. Menatap kedua netra bermanik coklat terang itu dengan begitu serius.
"Jika hal itu terjadi, maka kamu akan menjadi istri dari Tuan Abian. Menjadi Nyonya besar di kediaman mewah Tuan Abian Rahardian. Kamu tak perlu susah payah bekerja di dapur lagi. Semua sudah tersedia, makanan enak, pakaian bagus, perhiasan mahal, barang-barang branded dan semuanya! Kamu hanya tinggal tunjuk, maka semua yang kamu inginkan akan datang sendiri kepadamu. Ayo, kurang apa lagi coba?" tutur Bu Messa.
"Jika benar begitu, lantas kenapa Allea malah memilih pergi?"
Bu Messa mendengus kesal. "Itu karena Allea bodoh! Hanya karena Tuan Abian sudah tua, ia memilih menolak dan kabur dari rumah."
"Sudah-sudah! Jangan bicara yang aneh-aneh lagi. Sebaiknya cepat, Tuan Abian pasti sudah menunggu. Jangan sampai dia marah, maka habislah kita!" ucap Bu Messa lagi. Kembali menarik tangan Kalila memasuki ruang utama, di mana Pak Herdinan dan pria tua itu sudah menunggu sejak tadi.
"Maaf lama, Tuan." Bu Messa kembali menyunggingkan sebuah senyuman hangat dan kini berjalan menghampiri kursi yang diduduki oleh Tuan Abian.
Pria tua itu sontak melihat ke arah Kalila yang kini sudah berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk menghadap lantai. Sementara Pak Herdinan masih duduk dengan posisi bersimpuh di hadapannya.
"Siapa gadis ini?" tanya Tuan Abian dengan sorotan tajam, memindai penampilan Kalila dari ujung rambut hingga ke ujung kaki, tanpa terlewat sedikit pun.
"Di-dia Kalila. Putri pertama kami, Tuan Abian," sahut Bu Messa.
"Se—" Belum selesai Pak Herdinan berkata, Bu Messa sudah melotot tajam ke arahnya. Memberi isyarat agar dirinya diam dan jangan memberitahu siapa Kalila sebenarnya kepada Tuan Abian.
"Putri pertama? Bukankah putrimu hanya satu, Herdinan?" tanya Tuan Abian dengan mata memicing. Memastikan bahwa yang dikatakan oleh pria yang bersimpuh di hadapannya adalah benar.
"Ehm, itu —"
"Sebenarnya kami punya dua orang putri, Tuan Abian. Kalila dan Allea." Lagi-lagi Bu Messa memotong ucapan sang suami.
"Aku sedang bicara dengan Herdinan. Jadi, kamu diam!" bentak Tuan Abian sembari melirik Bu Messa dengan tatapan tidak suka dan hal itu berhasil membuat Bu Messa terdiam dan tak berani berkata apa pun lagi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Kalila, terima saja daripada jadi pembantu tanpa gaji, akan lebih baik kalaupun jadi pembantu di rumah tuan Abian.
2025-04-28
0
Nar Sih
bnr kan kalila yg harus gantikan allea ,sabar kalila pasti stlh ini hidup mu berubah,
2024-12-23
1
🍁𝐀⃝🥀Angela❣️
nahh khaaann.. yakin dah kalila yg bakal di bawa tuan abiann jadi mantu dah 😀
2025-04-29
0