"Lana!!" panggil Aluna saat adik kembarnya itu hampir keluar dari gerbang
"Lo pulang bareng gue" lanjutnya menarik tangan Lana agar sedikit menjauh dari Jinan
"gak usah, gue pulang sendiri aja" Alana menarik diri, Alana sudah pesan ojol sebelumnya untuk menghindari pulang bersa Aluna.
"gue duluan ya Nan"
Alana pulang lebih dulu meninggalkan Luna dan Jinan, Aluna yang merasa di acuhkan tidak terima, Luna yakin pasti Alana terkena hasutan Jinan
"jauhin Alana! gue gak suka liat lo deket sama dia!" ucap Lana mendekati Jinan
"gak mau" jawab Jinan yang tersenyum mengejek
"gue gak mau Alana terkena pengaruh buruk dari lo!" tekan Luna lagi
"oh? sebaik apa pengaruh kalian buat Alana? gue gak takut buat bongkar kebusukan kalian, gue masih hargai Alana yang selalu melindungi kalian! dari pada lo koar-koar gak jelas depan gue mending lo tobat deh, sebelum gue bener-bener hancurin kalian!" tekan balik Jinan
"satu lagi, gue harap lo sampaiin salam gue buat abang Seno lo, jangan pernah macam-macam dengan ngancam sekolah gue atau dia bakal tau akibatnya! kalian pikir cuma kalian yang bisa ngancam?" lanjutnya, Mobil Lingga berhenti di belakang mereka Jinan naik tanpa bicara lagi meninggalkan Luna yang kesal dengan ucapannya
'gue gak takut keluar dari sekolah ini, tapi gue gak mau ninggalin Lana, Lana cuma punya gue sekarang dia butuh gue' batin Jinan
"kenapa lagi? lo jangan Aneh-aneh deh.. gue udah minta maaf sama Tuan Muda Seno atas nama lo kemarin, jangan buat keributan lagi deh Ell" ucap Lingga memperingatkan adik sepupunya itu, Ell adalah nama panggilan Lingga buat Jinan, sejak kecil Lingga selalu memanggil Jinan dengan panggilan Ella, nama belakang dari Jinan Gabriella
"gak bisa! gue gak bisa diem aja Ingg! mereka itu keterlaluan tau gak!! gue pengen nyulik Lana terus nyembunyiin dia dari keluarganya sumpah!! Lana itu sahabat gue, gue sayang banget sama dia!" sahut Jinan
"mulai sekarang jangan terlalu melibatkan diri, lo juga harus jaga diri lo sendiri Ell"
"gue bisa jaga diri gue, gue juga bisa jaga Lana asal papa sama mama gak tau soal ini, gue pasti aman! gue harap lo gak cepu ya Ingga!" potong Jinan, Lingga hanya menghela nafas nya. keras kepalanya Jinan memang sudah di akuinya
"lo gak perlu jaga Alana, gue yakin dia bisa jaga dirinya sendiri.. buktinya dengan semua yang dilaluinya selama 15 tahun hidupnya dia masih waras, mentalnya bahkan sangat Aman, mungkin dia diam karena memiliki alasan lain" ucap Lingga lagi setelah terdiam beberapa menit
"Alana emang sekuat itu, tapi bukan berarti mereka bisa perlakuin Alana seenaknya dong, dan juga gue gak akan tinggal diam setelah tau semuanya! gue gak mau jadi bagian dari kekejaman mereka dengan tetap diam ngeliat Alana di perlakuin kayak gitu!" jawab Jinan
Lingga terdiam, Jinan cukup sulit di ajaknya bicara memang harus perlahan. Lingga juga bukan tak bersimpati hanya saja Lingga yakin dengan Alana, Alana cukup kuat untuk di khawatirkan.
"gimana mungkin Alana gue gak butuh seseorang! sekuat apapun Alana dia juga butuh sandaran! cowok mah sama aja, kalian pikir karena kuat kami gak butuh siapapun? justru orang yang kelihatannya kuat jauh lebih rapuh dari yang kita bayangkan! mereka hanya menyembunyikannya, karena mereka gak suka nunjukin sisi terlemah nya. lo kalo gak tau apa-apa mending diem deh Ingg!" gerutu Jinan sambil mengomeli kakak sepupunya yang tak peka dengan orang lain
"gue cuma ngerasa Lana jauh lebih kuat dari yang terlihat" ucap Lingga lagi
"kuat juga butuh bahu buat bersandar, orang kuat juga bisa lelah" sahut Jinan lagi, kali ini Lingga diam, mungkin Jinan ada benarnya.
.
Alana terdiam di depan gerbang rumahnya, satpam yang melihat Nona nya pulang segera membuka gerbang. rasanya cukup senang Pak Iyan melihat Alana kembali tapi juga ada rasa cemas, semua pekerja di rumah itu tau bagaimana Alana menjalani hari-harinya selama ini, mereka tetap bungkam juga karena mendapat ancaman dari Tuan besar mereka
Alana menarik nafas panjang sebelum masuk kerumah, dari pagi Alana sudah menyiapkan dirinya untuk menghadapi kemarahan sang Ayah. Aluna yang di jemput supir masih belum sampai, di sepanjang jalannya Aluna merasa gundah entah karena apa tapi dirinya ingin segera sampai sekarang
"assalamu'alaikum.." ucap Lana membuka pintu, Alana sudah menebak jika Ayahnya menunggu kedatangan nya, Alana menarik nafas lagi dia sudah hafal apa yang akan Ayah lakukan.
Kunan berdiri mendekati Alana, Alana tidak mundur dia bahkan bersiap untuk nanti saat sang Ayah akan menariknya ke ruang kerja, tempat dimana dia sering mendapat hukuman selain gudang
Kunan menarik dagu Lana, memeriksa wajah putrinya itu. Kunan juga memutar pelan tubuh putrinya seakan sedang memeriksa sesuatu
"kemana saja kamu? apa kamu pikir saya sudah mati hah? apa kamu lupa dengan peraturan yang saya tetapkan?" Tanya Kunan menatap Tajam putrinya, ini kali pertama Alana pergi meninggalkan rumah lebih dari 14 Jam bahkan tanpa izin dan kabar
"tumben ayah bertanya, biasanya apapun yang Alana lakukan Ayah gak pernah nanya dan selalu mukul Lana" ucap pelan Alana mengabaikan pertanyaan Ayahnya
"kamu sangat suka di pukuli rupanya!" Kunan cukup kesal karena Alana yang berani tidak menjawab pertanyaan nya
"Ayah!!" teriak Luna yang baru sampai, Kunan yang baru saja akan menyeret masuk putrinya itu mengurung kan niat
"Luna.. Luna mau bicara sama Lana.. boleh ya?" entah mengapa Aluna seperti di dorong untuk menjauhkan Lana dari Ayahnya
"Yah, biar Pharta yang hukum bocah, ini kali ini biar Pharta yang mengajarinya" sahut Pharta yang baru sampai, Alana diam-diam tersenyum kecut. dia baru akan di hampiri mereka saat ingin memukuli atau memaki nya, meski sudah terbiasa pun Alana tetap terluka
"Bang, Luna.. "
"nanti, anak ini harus abang ajari sesuatu dulu" potong Pharta menarik Alana masuk
Pharta membawa Alana ke kamarnya, kamar sempit yang berada di bawah tangga. Alana hanya diam tanpa bicara, biasanya jika Pharta yang menghukumnya pasti di pukuli dengan sabuk dua atau tiga kali, tapi entah apa yang akan Pharta lakukan sekarang.
"duduk" perintah Pharta, Alana duduk di meja belajarnya
Pharta menarik meja yang Alana duduki untuk mendekat, mendekati wajah Alana yang terlihat tenang dan menunggu untuk di hukumnya, Pharta terdiam sejenak melihat reaksi adiknya itu, biasanya Alana akan menunduk tapi kali ini tidak bahkan berani menatap wajahnya
"dua malam, selama dua malam kamu dimana? kenapa menghilang tanpa jejak juga?" tanya Pharta pelan penuh penekanan
"Alana gak kemana-mana, Alana cuma pengen sendiri" jawab Alana menahan air matanya
"jawab dengan benar atau aku akan memukulmu Alana!" tekan Pharta kesal
Alana hanya tersenyum, tak berniat untuk menjawab. Alana baru kali ini melihat abangnya begitu dekat, Alana sangat ingin di peluk oleh Pharta, sejak kecil Alana selalu iri saat melihat Pharta memeluk Luna
"bang.. abang gak boleh terlalu dekat sama Lana, nanti abang kena sial" ucap pelan Alana mendorong Pharta, Alana tidak ingin Pharta terus menatapnya karena Alana sedang menahan bululiran air untuk tidak terjun dari ujung matanya
"abang kalo mau mukul Lana, pukul aja. Lana udah jujur, abang gak percaya juga gak akan Lana paksa buat percaya" ucap Lana lagi
"jangan keluar kamar sampai dua hari kedepan! kamu juga tidak boleh makan, diam dan renungi kesalahan kamu disini!" ucap Pharta keluar dari kamar itu, Pharta mengunci pintunya dari Luar tidak membiarkan siapapun masuk menemui Alana
Alana tak lagi menahan air matanya, Alana baru kali ini mendengar Pharta mengucap 'aku, kamu' padanya. ada rasa senang yang tak dapat Alana ungkapkan, hanya karena Pharta yang memanggilnya dengan sebutan 'kamu' sudah membuat hatinya menghangat
"Lana pengen di peluk abang.." gumam Lana di sela tangisnya
Alana membuka Laci dan mengambil foto ibunya, memeluk erat selembar gambar yang selalu menemaninya di setiap malam itu
"Bun.. Lana kangen sama Bunda boleh? Lana pengen ketemu Bunda.." gumamnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments