Arta dan Lea enggan berdamai di malam pengantinnya.
"Jangan harap saya mau satu tempat tidur dengan kamu ! " Ucap Arta.
"Anda pikir saya sudi Hah ? jangan buat keributan di malam hari. Sebaiknya anda tidur karna besok anda atau saya harus terus berpura-pura baik-baik saja. " Balas Lea dengan memutar setengah lingkaran bola matanya.
Lea meraih bantal dan selimut cadangan yang ada di dalam lemari. Lea tanpa ucapan manis langsung berbaring di atas sofa tanpa mau berdebat tentang tempat tidur.
Lea membelakangi Arta, jika Arta tahu kini Lea sedang menangis tanpa suara.
Sementara Arta terus memutar otaknya agar tidak tergoda oleh Lea, bagaimana pun Arta tetap beranggapan bahwa Lea adalah bagian dari anggota mereka.
"Entah apa yang dia pikirkan, bagaimana ia mengatakan pernikahan ini salah satu bagian dari rencana mereka. siapa mereka ? " Batin Lea terus mengeluarkan air mata.
Ke esokan harinya, Arta terkejut kala ia melihat ada wanita yang sedang duduk di depan meja rias. Arta lupa jika ia sudah menikah Arta memijat keningnya seraya menghembuskan nafas secara kasar.
"Hari ini tidak ada yang akan pergi ke kantor. " dengan mudahnya Arta mengatur keseharian Lea.
Lea yang sedang merias wajahnya tipis lansung menyimpan alat make-up nya, Lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Arta.
"Baiklah, lalu setalah ini apa yang anda inginkan dalam hidup saya ? " dengan penuh amarah Lea mengatakannya pada Arta, Arta melihat mata Lea hampir di penuhi dengan air mata.
Arta menyunggingkan senyuman. " Saya menginginkan kamu tidak usah banyak berharap banyak atas pernikahan ini. "
Lea merasa jengah, " Coba katakan, apa kamu tahu tentang apa yang saya inginkan atas pernikahan ini Hah ? "
"HARTA. " jawab Arta tanpa belas kasihan.
Lea tertawa namun air matanya terlihat jatuh dari pelupuk mata Lea. " Harta ? hahahaha ... Walaupun saya tidak sekaya anda, walaupun saya tidak mempunyai kekuasaan seperti anda. tapi saya bersyukur dengan apa yang sekarang punya tanpa mau menambahkan dengan apa yang anda punya. "
Arta bertepuk tangan. " Huuh ... Saya lupa, bagaimana kamu tidak mempunyai segalanya. Kamu peliharaannya Pak Jeri kan ? Peliharaan keberapa istri ku ini ke satu, ke dua, ke tiga, atau ke empat ? " Arta begitu jahat menuduh Lea sebagai Peliharaan.
Lea di buat tak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh Arta, Lea hanya menatap Arta dengan linangan air mata.
"Simpan saja air mata buaya mu itu, saya tidak akan merasa kasihan pada musuh yang mengikuti musuh besar saya. " umpat Arta berjalan melewati Lea.
Lea kembali duduk di kursi rias itu, ia menundukkan kepala nya dengan menggunakan lipatan tangannya untuk ia jadikan senderan, Lea menangis merasa sakit dengan perkataan Arta.
Selang beberapa menit, Arta keluar dari dalam kamar mandi. Ia menyuruh Lea untuk mengikutinya. Lea menuruti perkataan Arta dengan gerakan tak ikhlas.
Arta memasuki kendaraan mewahnya, Lea enggan sekali satu kendaraan dengan Arta namun ia harus melakukannya ia tak mau menjadi tontonan jika harus bertengkar dengan Arta di hadapan umum.
Kendaraan Arta pun mulai melaju, Lea enggan menanyakan ke mana Arta akan membawanya. Tak sampai memakan waktu lebih dari satu jam kendaraan Arta pun sampai di pelataran rumah besar.
"Rumah siapa ini ? " Batin Lea, enggan sekali bertanya pada Arta.
Arta keluar lebih dulu, sementara Lea masih meratapi nasib buruk yang kini sedang menimpanya.
"Ayo keluar ! "ucap Arta dengan nada sedikit di tekan.
Lea keluar tanpa mau membalas ucapan Arta sedikitpun. Dengan tatapan ketus dari Lea, Arta sudah paham jika Lea benar benar tidak menyukainya.
Lea mengikuti langkah Arta yang berjalan lebih dulu di depannya, Lea memperhatikan sekitar ia baru sadar jika Arta bukan lah anak dari kalangan biasa. Tanpa Lea sadari langkahnya sudah sampai di dalam rumah dimana di tengah ruangan itu ada sepasang suami istri yang sedang duduk santai entah sedang membicarakan apa mereka.
"BRUK"
Lea tidak menyadari jika Arta sudah menghentikan langkahnya, sementara Lea terus melangkah. Oleh karena itu Lea dapat merasakan punggung keras Arta saat ia menabraknya.
Arta menoleh ke arah Lea, tatapan Arta mengartikan bahwa Lea sudah berbuat kesalahan lagi.
"Bisa hati-hati tidak ? " Bentak kecil Arta yang mengeratkan bibirnya saat berbicara.
"Maaf, saya tidak tahu jika anda akan berhenti. " Jawab Lea.
"DIAM ! " bentak kecil Arta lagi.
Lea menggelengkan kepalanya, merasa bingung harus berbuat apa.
Sambutan hangat terlontar dari mulut Ayah mertua Lea sementara Ibu Arta hanya diam memperhatikan penampilan Lea dari ujung rambut sampai ujung Kaki. Lea yang tahu tatak krama langsung mengulurkan tangan untuk memberikan hormat pada orang tua Arta.
Senyuman tulus dapat di lihat oleh Arta dari wajah Lea, " Pandai berpura-pura juga dia. Bisa bisa nya senyum tulus seperti itu. " Prasangka buruk Arta.
"Selamat datang Nak, di rumah baru mu ini. Tinggal lah dulu di sini jangan khawatir kami jarang berada di rumah, dengan adanya kamu di rumah ini. Kami jadi tidak khawatir saat meninggalkan Arta untuk urusan pekerjaan kami. " Ucap Ayah Arta.
Lea tersenyum. " Terimakasih ... Emm... "
"Panggil Papah sama Mamah saja. " Sambung Ayah Arta.
"Ba-baik Pah-Mah Terimakasih !. " Jawab Lea merasa canggung.
Arta pun menggandeng pundak Lea, " Arta dan Lea ke kamar dulu Pah-Mah. "
Sementara Lea kaget dan langsung melirik tangan Arta, lalu melihat wajah Arta.
Arta dan Lea berjalan beriringan untuk menaiki anak tangga menuju kamar Arta, yang sekarang akan menjadi kamar Lea juga.
"Saya tidak bisa tinggal di sini, saya punya rumah sendiri. " Ucap Lea yang baru sampai di dalam kamar luas itu.
Arta seolah tak perduli dengan ucapan Lea, Arta melepaskan dasi yang melingkar di lehernya.
"Saya yakin rumah mu itu tidak senyaman rumah ini. " Hardik Arta seenaknya.
Lea berjalan menghampiri Arta, " Tolong katakan pada orang tua anda. Saya tidak ingin tinggal di sini. " Kali ini Lea bersikeras.
Arta membalikan badannya, menghadap Lea. Sehingga kini jarak wajah Lea dan Arta sangat dekat sekali. Lea harus sedikit mendongakkan kepalanya saat harus melihat wajah Arta karna Arta lebih tinggi darinya.
"Saya juga tidak sudi satu atap sama kamu, jangan terlalu percaya diri kamu ! Kalau tidak karna rencana saya, saya tidak akan Sudi bawa kamu ke rumah ini. " pernyataan Arta begitu menyakitkan untuk Lea.
Lea melangkahkan kaki nya mundur, " Saya tahu pernikahan ini tidak anda inginkan. Begitu pun dengan saya, Saya selalu diam bukan berarti saya berharap lebih atas pernikahan ini. TIDAK ! Jadi tolong biarkan saya hidup seperti sebelum saya mengenali anda. " Lea sudah merasa jika dia sudah harus bicara, meskipun umur pernikahannya baru satu hari.
Arta tertawa, Lea semakin benci pada Arta. Dengan langkah tegas Arta berjalan ke arah Lea dan menarik tangan Lea untuk mau mengikutinya.
"Dengar, saya membawa kamu ke sini bukan tanpa cuma-cuma. Kamu pintar bisa menebak pikiran saya, saya memang tidak menginginkan pernikahan ini. Jadi saya sudah memikirkan jalan keluarnya. Baca dengan seksama, lalu tandatangani surat perjanjian ini. " Arta memberikan selembar kertas putih yang merupakan surat perjanjian pernikahan sampai tiba di titik perpisahan.
Lea dengan malas menerima selembar kertas itu, Lea membaca nya dengan seksama.
"Selama satu tahun. " Batin Lea.
"Papah ." Pungkas nya lagi.
"Jadi Ayah di hadiahkan satu perusahaan oleh keluarga Arta, jadi ini sebabnya Ayah memaksaku untuk menikah menggantikan adik tiriku ? " Batin Lea.
Dalam kertas itu tertulis, Arta akan menceraikan Lea dalam usia pernikahan nya sudah lewat dari waktu satu tahun. Jika kurang dari satu tahun Lea berbuat kesalahan, Perusahaan yang di hadiahkan kepada Ayahnya akan Arta ambil kembali.
Arta melihat cairan bening jatuh di pelupuk mata Lea, tangan Lea begitu gemetar saat memegang selembar kertas itu. begitu sakitnya hati Lea merasa dirinya di tukar dengan sebuah perusahaan. tapi Lea masih tak habis pikir, mengapa ayah Arta sampai memberikan satu perusahaan supaya Arta menikah, padahal Arta bisa di bilang Laki-laki tampan tajir pula. mustahil jika tidak ada wanita yang mau di nikahi oleh Arta.
Lea berpikir sejenak, ia merasa sudah lelah dengan permainan hidup nya. " Saya tidak perlu menandatanganinya. Atur saja ! " ungkap Lea dengan wajah penuh kecewa.
Lea menyimpan selembar kertas itu di dada bidang Arta, Lea tak perduli jika kertas itu jatuh ke lantai. Lea membalikan badannya dan duduk di kursi kecil di sudut kamar itu.
"Nasib yang seharusnya menimpa adik ku, tapi malah menimpa pada diriku ! " Batin Lea merasakan sakit yang luat biasa, sehingga Lea menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.
"Benar saja yang aku takutkan, perceraian akan aku alami. Tapi itu tidak mengapa, Pernikahan ini sama-sama tidak di inginkan. " Sambung Lea kembali dalam hatinya.
Arta menyunggingkan senyuman kemenangannya, Arta membuka sebuah lemari. " Baju mu sudah di siapkan di sini. Pakailah ! berpenampilan lah dengan layak. Setidaknya pernikahan ini menyelamatkan mu dari kata rendahan."
Lea kali ini tidak memperdulikan hinaan Arta, ia lebih memperdulikan hatinya yang kini sedang patah. Rasa perih dan benci itu muncul kembali, dan sial nya orang yang di benci oleh Lea adalah orang yang sama. Orang yang selama ini sudah Lea maafkan, tapi mungkin saat ini kata maaf itu tidak akan keluar lagi dari hati Lea untuk ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments