Wajah ku merona malu. Mas Gilang tersenyum.
"Ayo kita mandi bareng!" ajak Mas Gilang.
Aku pun tak menolak ajakannya.
Di meja makan, Mbak Muti tampak sedang menyiapkan sarapan untuk kami.
Aku dan Mas Gilang pun makan bersama. Aku harap, seandainya Mas Gilang menikahi Maharani, dia masih mau adil dengan kami.
Tapi sampai saat ini, aku belum melihat yang namanya Maharani. Entah seperti apa Maharani itu.
Ting.
Sebuah notifikasi masuk dari ponsel Mas Gilang.
Lagi-lagi senyumnya melebar.
"Siapa Mas?" tanya ku.
"Bukan siapa-siapa. Orang kantor sayang." Ucapnya.
Aku menghela nafas dalam. Apa Mas Gilang fikir aku akan percaya dengan uapannya. Aku tidak akan percaya sedikitpun.
Jika orang kantor yang menelpon, pastilah ekspresi wajahnya tidak sebahagia itu. Aku yakin, kalau yang sedari tadi mengirim pesan adalah selingkuhannya.
Tapi aku tak ingin menangis lagi. Aku harus belajar dengan keterbiasaan ini. Terbiasa dengan sikap Mas Gilang, Mas Gilang yang selalu menghilang jika aku butuhkan.
...****************...
Pagi ini, seperti biasa, aku menjalani kewajibanku sebagai seorang istri Gilang Raharja.
Aku dengan senang hati akan menyiapkan baju kerjanya, aku akan menemaninya sarapan, dan Tidak lupa juga, aku menyalim tangannya saat dia mau berangkat kerja.
"Hati-hati di jalan yah Mas."Ucapku.
Mas Gilang mencium keningku. Aku pun begitu bahagia. Karena sudah beberapa hari ini aku jarang di perhatikan olehnya.
Tapi sejak kejadian pagi itu, Sewaktu aku mengobrol dengan Mas fikri, Mas Gilang mendadak berubah baik padaku. Entah apa yang sebenarnya Mas Gilang rasakan. Aku tidak tahu.
Mungkinkah dia cemburu, saat aku bersama Mas Fikri atau entahlah. Yang pasti untuk saat ini aku bahagia.
Wajahku hari ini tampak pucat pasi. Itu karena semalam kepalaku sakit. Dan akupun muntah-muntah. Entah kenapa dengan ku akhir-akhir ini.
Aku bergerak menuju ke kamarku. Pagi ini, aku akan mengunjungi butik milik ku sendiri. Yah, sebelum aku menikah dengan Mas Gilang, memang aku sudah mempunyai butik sendiri yang sudah tampak maju.
Aku melangkah ke arah meja riasku. Aku poles sedikit wajahku dengan make up yang tipis.
Aku kemudian mengambil tas kecilku, akupun berangkat menuju Butik.
Selama ada di rumah Mas Gilang, aku tidak pernah meminta Mas Gilang untuk mengantarkan aku ke butik. Aku selalu berangkat sendiri. Karena yang aku tahu , Mas Gilang adalah orang yang sangat sibuk.
Aku menyetir mobilku sendiri. Aku lalui jalanan yang penuh polusi. Kemacetanpun tidak bisa aku hindari. Suasana jalanan yang begitu sangat panas. Membuat perutku berulah lagi.
Akupun merasakan begitu sangat mual.
Aku tidak bisa tahan dengan hawa panas yang ada di mobilku. Namun aku harus tetap kuat, supaya aku bisa sampai di butiku.
Aku memarkir mobilku di luar butik.
Lagi-lagi aku terkesima dengan seseorang laki-laki yang mirip suami ku.
Akupun turun dari mobilku.
"Mas Fikri, kok bisa ada di sini?" kataku menghampiri.
"Aku pengin mampir kesini. Pengin ngelihat butik kamu. Aku penasaran, katanya Andiraku itu punya butik kecil."
Andira ku. Ah, Mas Fikri itu memang sosok lelaki idaman. Jika saja Papaku tidak jatuh sakit, mungkin sekarang aku menikahnya bukan sama Mas Gilang. tapi sama Mas Fikri.
"Mas Fikri udah lama di sini?." tanyaku.
Mas Fikri tersenyum padaku. Dia kemudian meraih tanganku. Dan aku merasakan betapa lembutnya tangan Mas Fikri. Sama, selembut tangan suamiku. Yah,mereka adalah kakak adik yang sangat mirip wajah dan tekstur tubuhnya.
Aku melepas tanganku. Aku benar-benar merasa malu pada Mas Fikri.
"Maaf Andira. Aku udah lancang memegang tangan mu. Aku tahu sekarang kamu adalah istri adik ku."
"Masuk yuk Mas!" kataku menyuruh Mas fikri masuk.
Aku dan Mas Fikripun masuk kedalam butik ku.
"Pagi Bu..." Sapa Ana salah satu karyawan ku.
"Pagi..." Jawabku ramah.
Akupun masuk kedalam butik ku, dan di ikuti oleh Mas Fikri di belakang ku.
"Duduk Mas! "Aku mempersilahkan Mas Fikri duduk.
Mas Fikri melihat-lihat ruanganku.
"Wah...Ternyata kamu itu wanita yang sangat mandiri yah!" Pujinya.
"Ah, jangan banyak memuji Mas."
"Iya memang benar."
Aku dan Mas Fikri mengobrol sangat begitu lama.
Yah, memang sebelum dekat dengan Mas Gilang, aku sudah dekat terlebih dahulu dengan Mas Fikri. Walau hubungan kami memang jarak jauh, tapi kecocokan itu tampak menyelimuti kami.
Saat lagi enak-enaknya mengobrol, tiba-tiba saja perutku berulah. Akupun muntah-muntah di kamar mandi.
Mas Fikri mendekati ku. "Kamu kenapa Andira?" tanya nya.
"Aku nggak tahu Mas."Jawabku sembari membasuh wajahku.
"Ya udah, aku antar kamu ke rumah sakit yah."
"Nggak usah Mas. Aku nggak apa-apa kok."
"Nggak Andira, kamu harus kerumah sakit. Siapa tahu kamu hamil."
Deg
Aku terkejut mendengar penuturan Mas Fikri. Kenapa malah Mas Fikri yang lebih tahu tentang ku, ketimbang Mas Gilang.
"Apa Mas, hamil?"
"Yah, siapa tahu. Kan kamu udah setahun menikah dengan Gilang Mungkin saja kan." Ucap Mas Fikri.
Aku tampak berfikir. Yah mungkin saja aku hamil. Karena memang selama ini aku berhubungan dengan Mas Gilang memang tanpa pengaman.
...****************...
Mas fikri kemudian mengantarkan ku ke rumah sakit.
"Selamat yah Bu. Sebentar lagi Ibu dan bapak akan mempunyai seorang anak." Kata dokter.
Aku dan Mas Fikri saling berpandangan. Yah, dokter sampai menyangka kalau kita adalah suami istri.
"Maaf dokter. Udah berapa lama usia kandunganku?" tanyaku.
"Lima minggu Bu." Jawab dokter.
Aku mengangguk mengerti.
"Pak, tolong yah, jaga kandungan istri bapak dengan baik. Dia tidak boleh kecapean dan harus banyak istirahat. Juga jangan banyak fikiran yah Bu. Hindari stres. Karena kondisi kandungan ibu masih lemah." Kata Dokter itu.
"Baiklah." Jawab Mas Fikri.
Aku tersenyum. Namun senyuman ku kali ini bukan lah senyuman kebahagiaan. Tapi senyum kesedihan seorang istri yang di abaikan.
Di saat-saat aku membutuhkannya, suami ku tidak pernah ada di samping ku. Di saat tersulitku, dia malah menghilang.
"Mas, terimakasih yah, kamu udah mau ngantar aku."
"Iya Andira, sama-sama."
"Mas,"
"Kenapa? Kamu mual lagi."
"Mas, tolong yah. Jangan bilang apa-apa ke Mas Gilang kalau aku hamil."
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa. Biar ini buat jadi kejutan aja untuk dia."
"Oke."
"Tapi kalau Mama boleh dong kita kasih tahu."
Aku mengangguk.
Aku selalu ingin terlihat baik-baik saja di depan orang-orang. Aku tidak ingin ada orang yang tahu, kalau suamiku akan menikah lagi. Biarlah rasa ini aku tanggung sendiri.
"Andira, sekarang aku antar kamu ke rumah yah. Kamu harus banyak istirahat."
"Iya Mas." Kataku yang masih menatap ke arah luar jendela kaca mobil.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Yayah Naya
semoga kehamilan andira, bisa mengubah keputusan suamiku untuk menikah lg
2020-09-24
0
Sefi
lanjut kak author..
2020-09-05
1