Di sebuah sungai yang alirannya tidak terlalu deras, airnya tidak berwarna sehingga bisa melihat bebatuan yang ada di dalamnya. Terlihat ada 2 orang di sungai itu. Yang pertama remaja lelaki berumur sekitar 18 tahunan, dan seorang gadis berusia 8 tahun. Mereka sedang bermain air di tepian sungai yang mengalir itu.
Tampak di belakang mereka pepohonan yang rimbun, dan di samping sebelah kiri mereka ada sebuah vila kecil yang mewah. Seorang remaja lelaki berumur 12 belas tahun sedang membaca buku di depan halaman vila itu, sambil sesekali memandangi kedua saudaranya yang sedang bermain air.
"Sulthan... ayo sini main air sama abang. Gak dingin loh airnya!" seorang remaja lelaki tadi sedang memanggil adik laki-lakinya.
“Gak ah. Gak seru. Lebih enak baca komik ini lagi," jawabnya mengejek.
“Kalau enggak, tolong jagain Najwa. Abang mau berenang ke tempat yang dalam sana," titah remaja itu.
“Ajak aja lah, Bang. Abang ini gak bertanggung jawab sebagai seorang abang tertua." suruh bocah 12 tahun itu. Ia tidak mendengar abangnya berkata tempat yang dalam.
Karena kesal di panggil tidak bertanggung jawab, akhirnya remaja laki-laki tadi membawa adik perempuannya yang masih berusia 8 tahun ke sungai dengan aliran yang deras dan lumayan dalam, sekitar 2 meter. Remaja itu awalnya menyuruh adiknya duduk manis di atas batu sambil melihatinya berenang. Karena merasa berenang itu mudah, adik perempuannya ikut masuk ke dalam sungai berarus kuat itu.
Ketika remaja lelaki itu kembali lagi, adiknya sudah tidak ada di atas batu. Lalu ia berfikir bahwa adiknya bosan lalu kembali ke vila. Karena jarak vila dengan sungai berarus kuat tadi tidak terlalu jauh. Lalu ketika sampai di halaman vila, ia menanyakan keberadaan Najwa pada Sulthan. Tetapi Sulthan berkata ia tidak melihat Najwa.
Remaja itu berfikir adik lelakinya itu sedang mengerjainya. Jadi ia masuk ke dalam vila dan mencari adik perempuannya itu. Tetapi tidak ada jejak kaki kecil yang basah memasuki vila dan area halaman vila. Setelah menyadari hal itu, Rifki kembali ke sungai deras itu dan melihat ada jejak kaki kecil di dekat batu yang mengarah ke sungai berarus deras dan jejak kaki itu hilang di pingir sungai itu.
Remaja itu langsung histeris, ia memberitahukannya kepada ayah dan momynya. Kala itu, momynya mengalami syok berat, sementara ayahnya sibuk mencari putrinya bersama pihak pemilik tur tersebut. Namun, hingga malam hari Najwa masih belum ditemukan.
Remaja itu dimarahi habis-habisan oleh momynya. Ia bahkan menangis sejadi-jadinya. Lalu ketika malam hari, remaja itu nekat mencari adiknya. Ia menyelami dan terus berenang di sungai gelap gulita yang deras itu.
Dengan alat senter, pelampung, dan rasa bersalah, remaja itu mencari adiknya. Hingga akhirnya, ia melihat sesuatu yang tersangkut di sebuah kayu yang terbawa arus sungai. Ketika ia melihatnya, wajahnya pucat, badannya tak henti-henti bergemetar. Ia menangis dan menyesali kelalaiannya. Ternyata itu adalah adik perempuannya. Ia menemukan adiknya dalam kondisi tubuh yang membiru, perut yang tertusuk kayu, pipinya yang lebam, kakinya patah dan penuh lebam.
Remaja itu menggendong adiknya dengan isak tangis yang tiada hentinya. Semuanya geger, acara perjalanan berakhir dengan tragis bagi gadis kecil berumur 8 tahun itu. Momy yang tidak bisa menahan rasa sedihnya melihat tubuh putrinya yang sangat mengenaskan, akhirnya mengalami gangguan jiwa. Ayah mengusir putra sulungnya dan menghapusnya dari kartu keluarga. Semenjak kejadian itu, ayah tidak pernah menganggap remaja itu ada.
...***...
Di pagi hari, dengan matahari yang belum terlalu terlihat yaitu di pukul 06.30. Ziva sedang menunggu angkutan umum di pinggir trotoar. Lalu ada sebuah mobil sport yang melaju sangat cepat, dan tiba-tiba ia berhenti tepat di depan Ziva yang sedang menunggu angkutan umum.
“Hai, Missquen. Kasian ya, harus nunggu angkot setiap hari. Kalau mau ikut aku, kamu harus meminta maaf sama aku di depan semua orang nanti." ucap seorang lelaki yang kemarin menakuti Ziva, dengan jaket mahal yang membungkus baju sekolahnya. Ya, itu adalah Bram. Ziva baru tahu namanya setelah diberitahukan oleh Lissa.
Ziva mengacuhkannya seakan-akan ia hanya melihat lalat yang terbang, Ziva menyetop angkutan umum yang untungnya tiba tepat waktu. Ziva meninggalkan malu pada Bram untuk kedua kalinya. Di dalam angkutan umum itu, Ziva sedikit tertawa diantara ketakutannya saat pertama kalinya ia naik angkutan umum. Ziva berangkat terlalu pagi, yaitu 1 jam sebelum jam masuk sekolah agar tidak bertemu banyak orang yang mulai beraktivitas di jam 7.
Ketika tiba di sekolah, Ziva langsung masuk ke perpustakaan. Hal yang paling Ziva sukai di sekolahnya ini ialah perpustakaan besar yang di fasilitasi sekolah ini untuk para murid. Selain itu, buku yang ada di perpustakaan itu sangat lengkap. Semua mata pelajaran ada di sana. Bahkan buku kimia dan fisika yang mungkin sulit di mengerti, akan jadi mudah karena buku di sana di lengkapi animasi.
Teng..teng...
Terdengar suara alarm nada sekolah yang menandakan akan segera di adakan apel pagi. Ziva meletakkan tasnya di loker dan langsung berlari ke lapangan. Di depan lapangan, terlihat jejeran guru perempuan dengan hijabnya yang syari dan guru laki-laki dengan peci hitam mereka. Lalu di baris kedua paling depan, terlihat para kakak dan abang osim yang hadir pada saat mos berlangsung.
Ternyata mereka yang akan mengisi apel pagi dengan kata sambutan, ceramah singkat, pembacaan ayat suci Alquran, dan pembacaan doa. Ziva merasa kagum dengan para osim yang mampu melakukan itu semua dengan rasa percaya diri. Tidak ada satu orang pun dari mereka yang terlihat gugup.
Dan hal ini semakin menarik Ziva ketika Ziva melihat kakak osim itu mampu menyampaikan ceramah singkat yang bisa menggelitik seluruh pendengarnya.
Ziva jadi ingin menjadi anggota osim seperti mereka. Tetapi dengan tubuhnya yang berisi membuatnya sedikit minder. Karena semua teman-temannya adalah gadis yang cantik.
Contohnya Safana dan Lissa. Safana memiliki wajah yang kecil, bibir mungil, bulu matanya lebat, alisnya sedikit tipis, dan lesung pipinya yang sangat manis. Lissa memiliki wajah dingin, bibirnya yang ranum itu membulat, wajahnya panjang dan putih, bulu matanya tebal, hidungnya sempit dan mancung, alisnya tebal dan ia memiliki gigi ginsu yang cantik dan putih ketika ia berbicara.
Tetapi Ziva membuang pikirannya itu, karena yang Allah berikan kepadanya itulah yang sebaik-baiknya bentuk. Ziva menguatkan hatinya agar ia bisa menjadi seperti kakak osim itu.
Di dalam kelas yang masih sepi walau sudah di isi oleh 30 murid berseragam putih abu-abu. Meja dan kursi yang sudah di atur perkelompok. Saat pembagian perangkat kelas, guru mengatur agar seluruh murid duduk secara perkelompok. Entah kenapa, hal itu juga mencemaskan Ziva. Ia merasa cemas lagi untuk hal-hal yang tidak jelas.
Namun, sepertinya 2 hari berada di sekolah, ini tidak terlalu buruk. Bahkan ini sepertinya sangat bagus. Ia seperti seekor burung yang baru saja menetas. Ia bagaikan anak norak yang belum tahu apapun.
Ziva merasa sedikit antusias dengan semua hal yang baru pertama kali diketahuinya, contohnya ialah suatu bahasa 'Cinta'. Ia sungguh tidak menyangka bahwa ada hal-hal yang sangat menarik yang belum pernah diketahuinya. Hingga masalah besar mulai muncul.
Bram sangat kesal dengan tingkah Ziva yang dipikirnya pura-pura lugu. Ia sangat jijik dengan sifat Ziva yang merasa tidak tahu apa-apa.
Bram menarik tangan Ziva yang tengah mengamati buku bergambar milik Lissa. Ia menggenggam pergelangan tangan Ziva dengan kuat. Ziva merasa sangat takut dan terkejut. Matanya membulat dan membesar ketika ia melihat kalau yang mencengkram lengannya adalah Bram. Bram menatap matanya dengan tatapan hina. Sedangkan Ziva, berusaha mengantuk-antukkan tangan Bram disiku meja. Bram pun mengaduh kesakitan.
Ia sangat geram dengan Ziva. Ia kembali mencekram tangan Ziva. Ditariknya tangan Ziva hingga Ziva terseret menuju luar kelas. Ia menangis karena ia sangat ketakutan. Sementara Bram terus saja menarik lengannya. Ziva sudah tidak memiliki kesabaran lagi. Hatinya benar-benar sakit ketika Bram menariknya dengan paksa. Ia sungguh benci disentuh oleh lelaki. Ia mencoba mengokohkan tubuhnya.
Bram saja hampir terjatuh. Ziva menarik lengannya yang digenggam oleh Bram. Kakinya mulai ancang-ancang.
Dikeluarkannya jurus yang diajarkan ayahnya. Yaitu jurus pemecah kacang. Lutut Ziva sekarang benar-benar melayang ke kacang milik Bram. Bram mulai meringis. Sementara Ziva berusaha berlari sekencang mungkin kedalam kelasnya.
Namun, kakinya di tahan oleh Bram. Sehingga membuat Ziva kembali terjatuh. Lengannya lagi-lagi menjadi sasaran Bram. Bram menarik sekuat tenaganya. Menyeret Ziva untuk masuk kedalam gudang. Ziva sudah tidak kuat. Ia terus saja menangis. Namun, tiba-tiba ia mengingat pesan ibunya untuk jangan menangis ketika menghadapi bahaya. Berusahalah untuk terlihat tegar.
Ziva menghapus air matanya dengan lengan kirinya. Dan tiba di gudang, Bram menghempas tangan kanannya ke gagang pintu. Bram menghentakkan tangannya ke pintu. Sementara, kepala Ziva berada ditengah-tengah kedua tangan Bram.
Ziva berusaha untuk tidak menangis. Ia mencoba teknik lain yang di ajarkan ayahnya, meninju bagian perut yang berada di bagian atas pusar. Ziva mengincar bagian atas pusar Bram, namun sayang. Niatnya diketahui oleh Bram. Bram segera menjegel kakinya hingga tersungkur ke pelukannya.
Ziva merasa sangat jijik, ia sangat tidak suka menyentuh laki-laki. Nafasnya mulai sesak, ia serasa sedang berada di luar angkasa. Hampa tanpa udara. traumanya timbul lagi.
Ziva berusaha membuka pintu, nafasnya semakin sesak saja. Bram sungguh kebingungan dengan tingkahnya yang mirip orang gila. Ziva sudah tidak kuat lagi. Dadanya semakin sakit, ia tidak bisa bernafas. Ia merasa seperti tercekik.
Dipegangnya lehernya, di tepuk-tepukannya dadanya, namun sia-sia. Nafasnya sama sekali tidak mengalir. Ia tidak kuat lagi. Dan akhirnya, Ziva terjatuh dan tak sadarkan diri di lantai gudang yang berdebu.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Ipah Cakep
Astaghfirulloh al azhiim 🥵🥶🤧🤒🤕
2021-02-14
1