Seorang wanita setengah baya, sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit itu.
“Ayah..." panggil wanita itu dengan nada suara yang lirih.
“Apa, My?" tanya lelaki setengah baya yang ada di sisi wanita itu sambil memegangi tangan wanita itu.
“Ayah... ayah udah suruh Sulthan ke sinikan?" Tanya perempuan setengan baya itu. Lelaki di sebelahnya hanya menghela nafas, mengelus jari-jari istrinya yang keriput.
“Apa momy yakin, mau menikahkan Ziva dengan Sulthan? Ziva itu masih kecil, Sulthan juga belum resmi jadi pilot. Apa momy gak mau pikir panjang? Ziva belum sembuh dari traumanya, apa momy gak takut keadaannya semakin memburuk?" ia berusaha menahan setiap perkataannya, namun kata-kata itu terus mengalir di bibirnya.
“Gak mungkin, Yah!" teriak wanita setengah baya itu histeris. Membuat lelaki berkeriput itu kehilangan kekuatan untuk melanjutkan pemberontakannya.
“Yah, ayah sudah tahukan bagaimana kondisi Niyah sekarang? Dia menderita kanker. Bagaimana nasib Ziva kecil kita jika saja Niyah, mungkin...” ucap perempuan itu dengan nada bicara yang sendu, ada setetes air mata yang menggantung di kantung matanya.
Lelaki itu hanya bisa mendengar istrinya yang sedang dalam kondisi buruk itu menolak untuk membatalkan rencananya. Sebenarnya sang lelaki tua itu tahu apa yang ada di dalam fikiran istrinya itu. Semenjak kematian putri bungsunya 8 tahun lalu, membuat istrinya itu sedikit mengalami gangguan jiwa.
Sementara Ziva sangat mirip dengan Najwa, yaitu anak bungsu mereka yang meninggal. Ketika Najwa meninggal, Ziva baru saja 8 tahun, sebaya dengan Najwa.
Najwa meninggal karena tenggelam saat bermain di sungai, wanita tua itu sangat sedih. Bahkan sebelum di masukkan ke rumah sakit jiwa, ia mengira bahwa Ziva adalah Najwa. Dan bersikeras untuk membawa Ziva ke rumahnya. Lalu, karena tidak bisa lagi dikontrol, lelaki tua itu akhirnya memanggil pihak rumah sakit jiwa untuk membawa istrinya.
Setelah keluar dari rumah sakit jiwa, wanita tua itu memohon-mohon kepada sahabat terbaiknya, Zabaniyah. Untuk membiarkannya mengadopsi Ziva. Tentu saja ibunda Ziva, Niyah menolak permintaannya tersebut. Tetapi, wanita itu terus memohon-mohon pada Niyah. Niyah mulai luluh, tapi rasa sayangnya pada anaknya tidak bisa di bandingkan dengan apapun. Niyah pun menolaknya kembali.
Lalu wanita tua itu mencoba untuk membuat Niyah tidak bisa menolak permintaannya dengan cara mengungkit semua hutang budi yang di lakukan oleh niyah dan suaminya pada dirinya.
“Niyah, apakah kau tidak mengingat semua pemberian keluargaku padamu dan bang Amri? Ketika suamimu berulang kali gagal masuk tes tentara, lalu ayahku membantunya. Lalu ketika ibumu sakit dan tidak ada biaya, kami yang membayarnya untukmu. Apakah kau tidak bisa memberikan Ziva padaku Niyah?" tanya wanita tua itu sambil berlutut di kaki Niyah.
Niyah ikut duduk dan menghentikan wanita tua itu dari penghormatannya. Niyah menahan tangisnya. Ia menutup matanya rapat- rapat untuk menghentikan air matanya terjatuh.
“Vina, aku sungguh... sungguh tidak bisa. Aku juga tidak ingin Zivaku pergi. Aku, juga sudah menderita melihatnya mimpi buruk setiap malam. Setiap kali aku menatapnya, ia selalu ketakutan. Aku tidak sanggup, aku tidak sanggup melihatnya menderita. Aku begitu menyayanginya. Apakah kau begitu tega ingin mengambilnya dariku?"
Air mata Niyah mengalir deras, ia tak kuasa untuk menahan tangisnya. Dadanya sangat sakit, matanya ingin terus mengeluarkan air. Ia sangat tidak menyangka, bagaimana sahabatnya rela melakukan hal ini padanya. Padahal Vina sungguh telah mengetahui apa yang terjadi pada putri bungsunya.
Ia sungguh sudah kehilangan semangatnya lagi. Apa yang dikatakan Vina tadi sungguh menyakiti hatinya. Ia tidak bisa menyanggah semua pemberian Vina pada keluarganya.
“Niyah, aku juga menderita. Aku telah kehilngan putriku untuk selama-lamanya. Aku punya dua putra dan kau punya 3 putri. Tidak bisakah kau memberikannya untukku? Aku begitu membutuhkan sosoknya.” jawab Vina sambil memengang kedua tangan Niyah.
“Vina, aku... mengerti perasaanmu. Aku juga ingin membuatmu bahagia. Namun, dengan mengambil Zivaku sekarang, membuatku sangat menderita. Karena keadaannya sekarang sangat tidak memungkinkan. Ia tidak akan mau keluar rumah. Kau tidak akan bisa membawanya pergi. Aku dan bang Amri sedang berusaha keras untuk menyembuhkannya. Tetapi, sebagai gantinya, kau bebas menemui Ziva. Kapanpun kau mau. Datanglah kerumahku. Tapi aku mohon, tolong jangan ambil Zivaku sekarang. kumohon!" Pinta Niyah.
Vina hanya mengangguk. Ia juga tidak ingin mengalah, namun kondisi Ziva juga sangat buruk. Apa yang dikatakan Niyah tidak bohong. Ia hanya bisa menerima keadaan dan hidup seperti itu. Semenjak itu, Vina jadi sering pergi ke rumah Ziva dan ia menyuruh Ziva memanggil dirinya momy dan memanggil suaminya dengan sebutan ayah.
...***...
Siiiit...
“Terima kasih telah mendampingi kami. Mohon periksa kembali barang-barang bawaan Anda. Selamat jalan dan mohon hati-hati di jalan!" suara dari dalam pesawat kepada para penumpang.
Beberapa menit kemudian, tampak seorang lelaki berpakaian pilot lengkap. Hanya lencananya saja yang berbeda dari pilot utama.
Ia tampak tengah berlari dengan terburu-buru. Dengan pakaian pilot lengkapnya, lelaki itu terlihat sangat gagah. Itu terlihat dari kata seluruh mata yang memandang lelaki itu.
Saat itu, tidak sedikit yang memuji dan menjadi fans abadinya dalam sedetik.
Di tengah keburu-buruannya itu, ada seorang pramugari cantik yang menghentikan pelarinya dengan cara menggenggam lengan lelaki itu dengan kuat. Sontak, pilot itu langsung melepaskan tangan itu dengan lembut walau hatinya sedikit gusar.
“Ada apa nona Intan? Aku sedang terburu-buru. Maaf, bicaranya nanti saja ya, ibuku sedang sakit. Tolong sampaikan permitaan maafku dengan yang lainnya." Pinta lelaki itu sambil melanjutkan larinya yang terburu buru.
Pramugari cantik itu selalu kesal dengan sifat pilot itu yang selalu acuh padanya.
Padahal mereka sudah saling mengenal selama 2 tahun. Tapi pilot itu sama sekali tidak pernah menaruh hati padanya. Padahal banyak sekali lelaki yang langsung jatuh cinta pandangan pertama padanya. Tapi pilot manis itu, ia sungguh dingin, bagaimana ada laki-laki seperti dirinya?
Dengan keringat yang tak henti-hentinya mengalir hingga membasahi bajunya yang putih. Rambut basahnya yang yang terombang-ambing karena ia berlari. Pilot itu terlihat sangat cemas. Ia terus berlari hingga tiba di pintu keluar bandara. Ia langsung menaiki blue bird dan meminta pak sopir untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat dimana ibunya di rawat.
1 jam kemudian, ia sampai di rumah sakit tempat ibunya dirawat. Pilot itu membayar kepada supir blue bird itu dan langsung berlari masuk ke dalam rumah sakit. Ia mengabaikan panggilan supir blue bird yang ingin mengembalikan kembalian dari uang yang di berikannya.
Dengan seragam pilot lengkapnya kecuali topi yang di genggamannya, membuat semua mata yang ada di sana memperhatikannya dan tak terkecuali. Bibirnya tipis dan ke pink-pink-an itu sedang menarik nafas dengan sesak, hidungnya yang kecil dan mancung tampak mengembang dan mengempis.
Matanya yang coklat terlihat menyipit akibat kekhawatiran yang melanda hatinya.
Pilot itu bertanya kepada suster dimana ruangan vip atas nama Vina Julaiha. Setelah mendapat informasi dari suster itu, pilot gagah itu lanjut berlari dan menaiki lift. Di dalam lift yang cukup ramai, walau dalam keadaan penuh keringat tetapi pilot itu tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap. Hanya ada wangi bedak bayi, parfume beraroma soft. Membuatnya terlihat lembut.
Ketika pintu lift terbuka, pilot gagah itu langsung keluar bagaikan sedang menerjang badai. Pilot gagah itu terus berlari hingga sampai di depan pintu ruangan vip. Ruangan momynya di rawat. Pilot gagah itu langsung membuka pintu kamar vip itu dengan keras dan langsung masuk dan beteriak.
“Momy!" teriak pilot itu di depan pintu masuk kamar.
Tetapi, ternyata pilot itu datang saat ada seorang tamu yang sedang bertamu. Tamu itu adalah Niyah dan Amri, yaitu ibu dan ayah Ziva.
“Sulthan... sini sayang," ucap momy. Ternyata nama pilot gagah itu adalah Sulthan. Sulthan memandangi kedua orang yang ada di sisi momynya. Sulthan merasa tidak asing dengan Niyah dan Amri.
“Momy... Momy kenapa? Asam lambung momy naik lagi? Momy jangan banyak fikiran , nanti Sulthan jadi gak fokus," ucap Sulthan dengan khawatir, lalu ia memegangi lengan kurus momynya. Dan menghiraukan kedua tamu yang ada di samping momynya karena telampau khawatir dengan momynya.
“Gak apa-apa, Nak. Sulthan... Sulthan mau momy sembuhkan?" tanya momy tengan wajah berharap.
“Ya maulah, Mom. Apa yang bisa Sulthan lakukan biar Momy sembuh?" tanya Sulthan dengan bersungguh-sungguh.
“Kalau begitu, Sulthan maukan menikah dengan pilihan momy?" tanya momy sekali lagi dengan wajah yang sangat berharap. Sulthan hanya terdiam, wajahnya terlihat datar, tubuhnya kaku, tapi hatinya tak tega untuk menolak momy tercintanya.
"Apa yang nggak bisa Sulthan lakuin untuk momy? Sulthan pasti akan melakukan semuanya,” ucap sulthan walau hatinya agak ragu, karena ia tidak pernah sekali pun memiliki hubungan dengan perempuan, apalagi menikah.
Lalu momy memandangi Niyah dan Amri dengan senyuman bahagianya. Namun, Niyah malah menangis. Setetes air mata keluar dari matanya yang coklat dan besar. Bibirnya berulang kali mengucapkan maafkan umi Ziva dengan sangat pelan.
Tubuhnya menjadi sangat lemas dan lunglai, akhirnya Niyah terjatuh akibat kesedihan yang terlalu berat.
Sulthan terkejut dengan reaksi wanita tua yang ada di sebelah momynya itu. Sulthan langsung menggendong wanita tua itu dan menaikkannya ke atas sofa. Sulthan meletakkan minyak angin pada hidung Niyah. Dan setelah ia terbangun, Sulthan langsung menyuguhkan air putih kepada Niyah. Niyah hanya memandangi Sulthan dengan wajah sedih.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Hani.NH
Kak, ceritanya jadi agak berubah dari yang dulu ya. Tapi masih lumayan lah, kk. latihan terus kk biar ceritanya semakon menarik
2020-12-24
2
Dedeck AZza
masih sama. Dalam penulisan jangan terlalu panjang untuk satu paragraf, cukup 6-7 baris. Kasi jarak tiap percakapan, supaya lebih rapi .
2020-10-06
3