Pernikahan Luka

Pernikahan Luka

Tamu Perempuan Pagi-Pagi

Aji Pangestu selalu mengalihkan pembicaraan saat Dewi Sekar Sari Istrinya ingin mengajaknya pergi berlibur keluar kota.

"Mas ke Bali yuk," ajak Dewi, manja.

"Aku sibuk!" katanya seraya berlalu dari hadapan istrinya.

"Kan kita belum bulan madu. Katamu kita mau bulan madu ke Bali?"

"Kacau!" celetuk Aji. Kali ini ia melangkah pergi meraih kunci mobil yang ada di meja ruang tamu.

"Mas kemana!" teriak Dewi kesal.

Seharian Dewi menahan rasa kesalnya. Malam tiba, dan dia nggak berbicara sama sekali dengan Aji.

Meski seperti itu, Dewi mencoba berlapang dada. Menerima kenyataan bahwa suaminya memang sedang sibuk.

Bahkan tidur seranjang pun, Aji tak ingin menyentuhnya.

Lingerie warna pink yang dikenakan Dewi, mampu meluluhkan Aji. Disentuhnya pelan-pelan bagian sensitif milik Dewi.

Dewi tak menolak. Kali ini memang dia benar-benar mengharapkan pelukan hangat dari lelaki yang sudah 10 tahun menjadi pendampingnya itu.

Tak lama, hanya 10 menit, Aji membuai istrinya, lalu dia tertidur lelap di samping Dewi.

"Makasih ya sayang," Dewi mengecup kening suaminya.

Tapi, sepertinya Aji pura-pura terlelap.

***

Pagi-pagi, saat Dewi terbangun dari tidurnya, dia tak lagi mendapati Aji.

"Kemana dia?" gumam Dewi, yang masih tak ingin beranjak dari tempat tidurnya.

Ia tarik selimut, saat mengetahui jam dinding di kamarnya masih menunjukkan angka delapan.

Tak lama, dia mendengar bel rumahnya berbunyi. Pasti ada tamu.

Dewi pun bangkit dari tempat tidurnya, melangkah ke ruang tamu, untuk memastikan siapa gerangan yang datang sepagi ini.

Perempuan muda, dengan kondisi perutnya yang hamil.

"Siapa dia ya?" Dewi heran bercampur penasaran.

"Assalamu'alaikum, Kak." sapa perempuan muda itu pada Dewi.

Dewi pun menjawab salam perempuan itu, dengan santun dan ramah.

"Masuk, yuk!" ajak Dewi penuh persahabatan.

"Maaf ini saya boleh tahu, dengan siapa ya?" tanya Dewi to the point.

*Saya Putri," jawab perempuan itu.

"Maaf, Putri mau ada keperluan apa ya datang pagi ini ke rumah saya?" tanya Dewi lagi tak sabar ingin tahu siapa perempuan ini.

Lama, Putri menjawab pertanyaan Dewi.

Matanya terlihat berkaca-kaca, hingga terdengar suara tangisnya pecah.

"Lho kenapa menangis Mbak?" tanya Dewi Penasaran.

Perempuan itu kian tersedu-sedu. Dia belum ingin mengatakan apa-apa pada Dewi.

Melihat pemandangan aneh pagi ini, Dewi bingung dan penasaran. Siapa perempuan yang ada di hadapannya itu. Kenapa dia menangis?

Dewi berusaha menenangkannya. Secangkir teh hangat, disuguhkan untuk tamu misterius pagi itu.

"Minum yang hangat-hangat dulu, Mbak, biar tenang. Biar bisa bercerita," ucap Dewi pelan.

Sejenak dia memperhatikan perempuan muda yang ada di hadapannya itu.

"Perempuan hamil ini apa mau minta sumbangan ya?" tanya Dewi dalam hati.

"Tenangkan pikiran dulu Mbak, dengan minum teh hangat di pagi hari," ucap Dewi mencoba membujuk perempuan itu, agar menyeruput teh hangat yang sudah hampir dingin itu.

"Ayo diminum dulu Mbak, tehnya sudah mau dingin lho," bujuk Dewi lagi untuk kesekian kalinya.

Perempuan aneh. Dia masih saja menangis nggak jelas. Bahkan ditawari minum saja, perempuan itu masih kekeuh nggak mau.

Karena nggak sabaran, Dewi segera merogoh dompetnya. Dia berikan selembar uang lima puluhan ribuan yang tinggal satu-satunya di dompet miliknya.

"Nggak mau Mbak," jawab perempuan itu spontan menolak pemberian Dewi.

"Nggak banyak Mbak. Cuma sekedarnya saja. Buat pegangan Mbak," paksa Dewi.

Perempuan itu masih bersikeras dengan prinsipnya. Menolak pemberian Dewi.

"Lho.....ini kenapa menangis Mbak. Ini terima saja uang dari saya. Buat mbaknya beli makanan atau apa gitu," paksa Dewi sembari berusaha menyelipkan uang lima puluh ribuan itu, ke tangan perempuan yang menangis tersedu-sedu itu.

Perempuan itu masih menggenggam erat tangannya.

Dia ingin bercerita masalah yang sesungguhnya tapi batinnya sendiri belum siap.

"Bagaimana kalau Mbak cerita saja apa masalahnya," desak Dewi berusaha menghentikan tangis perempuan itu.

"Mbak..kalau mbaknya menangis terus kayak begini, saya jadi bingung mbak," dengan segala cara, Dewi berusaha menghentikan tangis perempuan itu.

"Oh ya.....maaf mbak..mbak ini tinggal dimana ya?"

Perempuan itu masih saja tak mau ngomong. Masih bisu seribu bahasa.

"Kalau nggak takut sama polisi, serasa mau aku siram sama teh di gelas ini," ucap Dewi, membatin kesal.

"Mbak....Maaf ya saya mau pergi sama suami saya..bisa nggak mbak nya kalau mau, datang saja lagi, besok. Soalnya saya ada janjian sama orang di luar," untuk kesekian kalinya Dewi membujuk perempuan itu supaya mau cerita atau paling nggak, dia segera beranjak pergi dari rumahnya.

Dewi menarik nafas panjang, sebagai bentuk meluapkan kekesalannya pada tamu asing perempuan tak jelas itu.

Tak lama, perempuan itu buka suara. Sebenarnya mbak. Saya ditinggal sama suami saya." ceritanya masih dengan tangis yang tersedu-sedu.

"Lho kenapa cerita ke aku. Sinting kali perempuan ini. Apa hubungannya dengan aku. Aduh. Dunia ini semakin banyak saja orang-orang gila yang baru," batin Dewi, sambil geleng-geleng.

"Suaminya pergi sama perempuan lain?" tanya Dewi coba menanggapinya, meski sebenarnya dia tak berminat menanggapi masalah perempuan aneh itu.

Perempuan itu menganggukkan kepalanya sekali tapi pelan.

"Terus apa hubungannya mbak, mbak datang ke saya mengadukan soal suami mbk yang pergi dengan cewek lain itu." Dewi setengah kesal mengatakan itu.

"Kami berencana menikah Mbak. Tapi gara-gara perempuan itu, saya jadi belum bisa dinikahi sama pacar saya itu." ceritanya.

"Wah nggak beres. Tadi katanya suaminya lari sama perempuan lain. Sekarang ngaku pacarnya. Ini pasti pasien yang baru keluar dari rumah sakit jiwa." Dewi ingin melepaskan tawanya tapi dia masih berpikir, takut orang gila yang ada di depannya ini ngamuk.

"Jadi, maksud kedatangan kamu ke rumah saya, apa Mbak. To the point saja Mbak. Saya soalnya mau buru-buru ada janjian sama orang di luar sana." tegas Dewi.

Perempuan itu masih bertele-tele.

"Kata pacar saya, istri dia itu belum diceraikannya. Jadi kami susah mau menikah," jelas perempuan sinting itu lagi.

Dewi semakin pusing mendengar cerita perempuan yang seperti benang ruwet.

"Kalau begitu, suruh saja ceraikan istrinya itu." Dewi memberi saran singkat.

"Itu dia Mbak, dia masih cinta sama istrinya. Sedangkan saya, sudah hamil ini. Bagaimana nasib anak saya, kalau tidak ada bapaknya." ungkap perempuan itu yang mulai menghentikan tangisannya.

"Mbak. Jujur, mbak ini sepertinya salah alamat. Kenapa harus datang ke rumah saya, kalau mau konsultasi soal rumah tangga Mbak. Saya bukan kantor pengadilan agama. Jadi, mbak. Sekali lagi, bisa nggak mbaknya pergi ke kantor agama saja, untuk melanjutkan konsultasinya. Saya benar-benar terdesak sudah ada janjian sama orang. Saya juga ada perlu mbak." Dewi ngotot berusaha mengusir perempuan itu dengan cara halus.

Parahnya, perempuan itu masih tak bergeming dari rumah Dewi.(***)

Terpopuler

Comments

DonnJuan

DonnJuan

wah keren...

2025-04-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!