Samar-samar, Dewi mendengar suara langkah kaki seseorang, sedang menuju ke kamarnya. Buru-buru dia bangkit dari tempat tidurnya. Bersamaan dengan itu, Aji membuka pintu kamar duluan, sebelum Dewi sempat keluar dari kamar itu.
"Siapkan pakaian aku!" perintah Aji tanpa basa-basi.
Dewi pun tak banyak bicara. Dia menuruti permintaan Aji. Seperti biasa, menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan suaminya, ketika hendak keluar kota.
"Berapa hari Mas, kamu perginya. Jangan lama-lama ya?" kata Dewi sambil menahan rasa sedihnya.
"Kenapa sih kamu akhir-akhir ini cerewet. Mau aku pergi berapa hari berapa lama, itu bukan urusan istri, " jawab Aji sedikit acuh tak acuh.
Mendengar jawaban tak semestinya itu, Dewi terluka. Dewi sengaja memperlambat menyiapkan pakaian Aji. Karena, ada rasa cemburu yang menyelimuti hatinya.
"Mas, kamu sudah lama ya kenal sama Putri?" tanya Dewi masih penasaran soal hubungan suaminya dengan perempuan itu."
"Bisa nggak kamu kalau nggak cari gara-gara! Sudah tahu suami mau berangkat, malah diajak kelahi!" bentak Aji.
"Ya Allah. Beri aku kesabaran," gumam Dewi, pilu.
"Mas.....aku lagi nggak enak badan. Perginya jangan lama-lama ya!" pesan Dewi.
Aji cuek, saat Dewi mengeluhkan kondisi badannya yang kurang sehat.
Setengah jam kemudian, Aji pergi dengan membawa koper bajunya itu.
"Ya Allah, jaga Mas Aji untukku, jangan pertemukan dia dengan Putri," Dewi berdoa dengan cemas.
Karena, saat ini sudah ada orang ketiga, yang mengganggu hubungannya dengan Aji.
***
Malam semakin larut. Dewi tak bisa memejam matanya. Dia termenung. "Begini ya rasanya mencintai laki-laki," gumamnya meratapi nasib. Tanpa dia sadari, bulir-bulir air matanya, jatuh membasahi pipi.
Rasanya, malam itu Dewi ingin menelepon Aji, untuk mengurangi rasa sepinya di rumah sendirian.
Namun, perhatiannya tertuju pada status yang baru saja ditulis Putri. Dilihatnya, Putri baru saja menuliskan statusnya, lima menit yang lalu.
*Alhamdulillah, telah lahir anak kami yang pertama. Putri Bella Kirana Aji.
Betapa hancur hati Dewi, mengetahui kenyataan pahit itu.
Dilihatnya di postingan video yang diposting Putri, ada suaminya, Aji.
Tubuh Dewi gemetar. Air matanya tak henti membasahi pipi. Rasanya, malam itu dia menjadi perempuan yang tak berguna. Merasa dicampakkan begitu saja oleh lelaki yang pernah dia cintai mati-matian.
"Ya Allah, Mas. Kenapa kamu membohongi aku. Pertemuan rapat di Jakarta itu, hanya alasan kamu saja, karena kamu nungguin kelahiran jabang bayi yang ada di perut Putri."
Tak hanya sampai di status ucapan syukur karena anak Putri lahir. Putri juga menunjukkan kemesraannya dengan Mas Aji.
Melihat semua itu, Dewi merasa menjadi istri tak berguna.
"Sabar. Sabar, Dewi," bisik batinnya, menguatkan.
***
Keesokan paginya, Putri memberi kabar, dan sekaligus memamerkan kemesraannya bareng Mas Aji.
"Mbak. Boleh ya, Mas Aji menemani aku, beberapa bulan ini, sampai aku bisa mandiri. Karena aku belum pengalaman punya anak, Mbak," pesan Putri, dengan mengirim foto Aji, yang terlihat bahagia, sedang menggendong seorang bayi.
Membaca chat Putri, Dewi semakin tak berdaya. Dunianya memang sudah hancur berkeping-keping.
Laki-laki yang dia cintai itu, sudah berpaling ke lain hati.
***
Seharian, Dewi mencoba menghubungi Aji. Namun, sepertinya Aji memang sengaja menonaktifkan ponselnya.
"Mas.....nanti kalau sudah selesai acara, cepet balik ya, antarkan aku ke dokter," pesan itu dia kirimkan ke suaminya. Berharap suaminya, akan mengkhawatirkan keadaannya karena sakit.
Sudah hampir seharian, Dewi menunggu pesan balasan dari Aji. Namun, apa yang dia harapkan, sia-sia. Kebersamaannya dengan Putri, sepertinya benar-benar tak ingin diganggu.
"Ya Allah, balikkan suamiku ke dalam pelukan aku. Jangan biarkan dia berpaling dari hidupku," ucap Dewi lirih, tak berdaya.
***
Jelang dini hari, Aji baru membalas pesan Dewi.
"Aduh. Kamu ini manja kali jadi perempuan. Ke dokter sendiri kan bisa. Ada motor. Ada mobil di rumah. Suruh siapa antar kamu. Aku masih lembur. Banyak kerjaan di kantor."
Pesan dini hari yang menyakitkan hati Dewi itu, baru terbaca Dewi pagi harinya jam 08.00 wib, saat dia bangun tidur.
Nelangsa hati Dewi membaca pesan itu. Sejak suaminya mengenal Putri, Dewi benar-benar dicampakkan begitu saja.
Dewi kembali mengirim pesan, memohon kepada Aji, agar dia sedikit memberikan perhatiannya untuk Dewi. Tapi, lagi-lagi usahanya itu, sia-sia. Aji tetap saja tak peduli dengan keadaan Dewi.
"Ya Allah, aku hanya bisa memohon untuk kesekian kalinya, tolong kembalikan suamiku. Aku nggak rela ya Allah saat dia bersama perempuan lain." ucap Dewi, lirih.
Karena tak mendapatkan perhatian seperti harapan Dewi, akhirnya Dewi memilih untuk tidak berobat. Pikir dia, pusing kepala, bisa diobati dengan beli Bodrex di warung.
Dewi minta antar ke dokter, hanya alasan. Dia ingin tahu, seberapa peduli Aji, ketika dirinya mengeluh sakit.
Meski Aji tak peduli, Dewi tetap berusaha mengemis perhatian.
"Mas aku nggak jadi ke dokter. Nanti kalau balik dari kantor, tolong belikan Bodrex ya sebungkus saja." pinta Dewi.
"Kamu ini ya. Jadi istri kenapa selalu menyusahkan suami!" balas Aji dengan ketus.
"Ya ampun Mas. Aku hanya minta tolong belikan Bodrex. Itu pun paling berapa harganya!" sebut Dewi sedikit protes.
"Kamu paham nggak dengan bahasa Indonesia, kalau aku sibuk!" balas Aji lagi lebih sengit.
"Oh oke. Nggak apa Mas aku beli sendiri saja, ke warung depan." balas Dewi, dengan kecewa.
"Nggak penting banget sih chat kamu ini. Buang-buang waktu aku saja. Hal sepele begitu saja kamu chat aku. Kalau mau ngasih kabar kamu hamil. Baru itu info yang berharga. Ini, cuma mau beli Bodrex saja, kamu bikin repot aku. Dasar istri tak ada guna."
Kalimat-kalimat balasan dari Aji, benar-benar menggores hatinya. Merendahkan harga dirinya sebagai perempuan.
Dia pun tak ingin berbalas chat lagi dengan Aji.
"Ya Allah, sejahat itu dia sama aku." tangis Dewi pecah. Dadanya bergemuruh. perasaannya hancur tak karuan, mendapat perlakuan kasar seperti itu dari Aji. Dia nyaris tak mengenal lagi, siapa Aji. Aji berubah banyak.
***
Dewi menunggu kedatangan Aji, malam ini. Karena dia masak rendang kesukaan Aji. Dewi berharap, Aji meluangkan waktunya makan malam bersama Dewi.
Hingga jarum jam dinding di kamarnya menunjukkan angka 23.00 wib, Aji tak kunjung pulang.
Dewi memandangi hidangan yang telah ia siapkan sejak lepas maghrib tadi.
"Ya Allah. Gerakkan hati suamiku, untuk aku. Malam ini saja Ya Allah," doa Dewi dalam hati.
Hingga waktu menunjukkan pukul 01.00 wib, dia pun menutup rendang masakannya itu dengan tudung saji.
"Sampai kapan aku harus menghadapi kenyataan ini. Haruskah aku bertahan atau aku pergi saja dari kehidupan Aji." (***)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Ma Em
Dewi kamunya saja msh mau sama lelaki yg sdh menyakiti kamu daripada hidup tersiksa lebih baik sendiri untuk apa punya suami kalau hanya menyakiti dirimu Dewi cinta boleh tapi jgn bodoh
2025-03-27
1