Mencoba Gaun Pernikahan

Setelah kesepakatan keluarga Tiyah dengan Gibran, beberapa hari kemudian lamaran Gibran datang. Ia membawa beberapa seserahan untuk keluarga Tiyah, mereka disambut dengan suka cita di keluarga Tiyah tentunya.

Lamaran ini hanya di datangi oleh kakak perempuannya, suami kakak perempuan nya dan sepasang suami istri dari paman Gibran, mereka memakai 2 mobil yang membuat ibu-ibu bawel bungkam untuk sesaat karena gadis perawan yang sudah berumur itu akirnya ada yang melamar, bahkan di luar ekspektasi mereka.

Lamaran itu berjalan dengan lancar, Ayah dan Ibu Tiyah begitu bahagia, mereka segera menerima pinangan itu, dan mereka memutuskan akan menikahkan mereka berbarengan dengan Dilla adiknya Tiyah.

Gibran dan keluarga Gibran menyetujuinya, keluarga Tiyah mengusulkan agar menikah dan resepsi terlebih dahulu di rumahnya, baru disusul di tempat Gibran.

Keluarga Gibran hanya menurut saja, menyetujui semua keinginan dari keluarga calon mempelai perempuan.

°°°

Beberapa hari setelah lamaran, rumah Tiyah kembali di datangi 2 mobil yang tidak kalah bagus juga, walaupun tidak sebagus mobil calon suaminya, mobil itu berwarna hitam dan merah.

Di mobil merah itu turunlah 3 orang wanita, dan di mobil hitam turun juga 2 orang pria yang memakai pakaian berjas. Mereka keluar hampir bersamaan, para wanita-wanita itu membawa banyak barang dan tas-tas serta kotak bersama mereka.

Mereka semua di sambut hangat oleh Ibu Tiyah, mereka berbincang sebentar dan di persilahkan masuk menuju kamar Tiyah.

“Mari masuk, Putri saya Tiyah ada di dalam kamar.” ucap sang Ibu.

Ibunya mengetuk pintu, dengan segera Tiyah membukanya, ia melihat nanar ke arah 3 wanita yang bersama ibunya. Tapi tidak menunggu lama sampai Tiyah tersadar dari lamunannya, sang Ibu sudah membawa mereka bertiga masuk ke dalam kamar.

“Keluarkan semua gaun yang sudah di pilih Tuan dan cocokkan dengan Nyonya Muda.” perintah wanita paruh baya itu kepada 2 wanita muda yang bersamanya.

“Apa ini, Ma?! Banyak banget gaunnya?”

“Ini? Calon menantu Mama yang baik hati lagi tajir itu, mau yang terbaik untuk Istrinya.” jelas Ibu sambil senyum menggoda.

“Tapi, Ma? Ngapain sampai begini? Boros banget!” protesnya.

“Udah deh, jangan banyak protes.” tukas Ibunya.

Akhirnya, Tiyah tidak ingin berdebat lagi, ia mempersilakan mereka untuk memperkenalkan gaun-gaun yang mereka bawa, dan akan mencoba semua gaun ini, pikirnya.

Mereka membawa 5 gaun yang cantik, mewah dan elegan, semua gaun yang ia coba entah kenapa semua gaun itu sangat pas dengan tubuhnya yang berat 60 kg itu. Ia berdecak kagum akan kehebatan para desainer yang merancang baju kusus untuknya itu.

Tiyah masih mematung di depan kaca, menatap bayangan tubuhnya yang berbalut dengan gaun pernikahan yang akan dipakai di hari H, gaun ini adalah gaun ke 5 yang ia coba.

“Bagaimana Nyonya, apakah Nyonya suka?” Wanita paruh baya itu bertanya sopan penuh hormat.

“Iya aku suka, ini sangat bagus.” balas Tiyah.

“Makasih Nyonya, kalau begitu tugas kami sudah siap, kita akan bertemu beberapa hari lagi, saat pernikahan Nyonya dan Tuan Muda.” jelasnya.

“Jaga kesehatanya, Nyonya. Kalau begitu kami permisi.” sambungnya kembali.

Tiyah tersenyum manis membalasnya, dan membiarkan mereka kembali membantu membuka gaun itu dan mereka segera merapikan barang-barang itu kembali.

Setelah itu mereka pergi keluar dari kamar meninggalkan Tiyah sendirian. Tubuh Tiyah tiba-tiba bergetar, ia tertunduk dalam. Pernikahannya akan dilaksanakan beberapa hari lagi, terhitung dari hari ini ia harus menyiapkan dirinya untuk menikah dengan pria dadakan yang datang kerumahnya beberapa hari lalu.

Seperti ada sesuatu yang menyeruak di dalam dadanya, mungkinkah itu bahagia karena ia tidak menyandang status jomblo yang tidak laku lagi, atau bahagia karena akan menikah dengan pria ganteng lagi kaya, ia merasa seperti dapat durian runtuh.

Ia tersenyum, ia tidak bisa merubah apapun, mungkinkah ini yang disebut jodoh? Walaupun datangnya dadakan. Tidak akan merubah apapun tentang pikirannya yang kacau sekarang, bertanya alasan kenapa pria itu bersedia menikahinya yang jelas jauh dari kata cantik.

“Terimakasih.”

Apakah kata ini cukup untuk di lontarkannya, karena telah bersedia menikahinya? Ibu-ibu tetangga yang bergosip tentang dia gadis tua yang tidak laku mulai berhenti menggosip, sehingga Ayah dan Ibu Tiyah setiap saat akan menanyakan kapan ia akan membawa pria yang akan menikahinya, kini sudah tersenyum bahagia sekarang, tampak wajah mereka berbinar bahagia.

Setelah 3 wanita itu keluar dengan membawa kembali baju yang telah di coba Tiyah, Ibu Tiyah kembali mengetuk pintu kamar dan mengejutkan Tiyah yang baru saja menghayal menjadi Nyonya.

Ibunya masuk tanpa dipersilahkan masuk, karena pintu itu memang terbuka.

“Uluh uluh... Sebegitu senangnya ya, akirnya akan menikah dengan pujaan hatinya, sampai senyum-senyum sendiri nih...” goda Sang Ibu.

Tiyah tersenyum kikuk, pipinya merah merona karena malu.

“Ayo kita keluar, itu sopir dan Sekretaris Gibran sedang menunggu di luar.” ajak Ibu.

“Menunggu? Emangnya mau ngapain lagi?” tanya Tiyah.

“Mau bawa calon istri Tuannya pergi lah!” balas Ibunya.

“Kemana?” bertanya lagi.

“Katanya sih, beli cincin.”

“Cincin?”

“Iya, tentu saja cincin kawinlah!” jelas Sang Ibu.

Sontak Tiyah mengangkat tangannya, melihat jari jemarinya, mengingat pria yang bernama GIBRAN yang akan menjadi calon suaminya, dia laki-laki yang datang mendadak bersedia menikah dengannya.

“Hadeeh... Malah melamun!” seru Sang Ibu membuyarkan lamunan Tiyah.

Tiyah menggaruk daun telinganya yang tidak gatal karena terciduk sedang memikirkan Gibran kembali di depan Ibunya.

“Ayo, keluar.”

Ibu Tiyah mendahului Tiyah berjalan keluar dan kemudian di ekori oleh Tiyah dibelakangnya. 2 laki-laki itu telah setia menunggunya dari tadi disana, mereka kemudian dengan segera mengajak Tiyah pergi karena Gibran telah menunggu.

Dia berjalan mengikuti langkah kaki utusan itu, tanpa banyak bicara lagi. Ia memasuki mobil yang telah di bukakan oleh utusan itu tanpa suara, bahkan saat mobil melaju di jalanan pun dia masih tetap membisu.

Kendaraan lalu lalang di jalanan yang mereka tempuh begitu ramai, Tiyah memandang nanar ke arah luar dari dalam kaca mobil yang ia duduki. Entah memikirkan apa.

Dia terjaga dari lamunannya saat Sekretaris pribadi Gibran itu memanggilnya, dia telah berdiri di luar mobil dengan membukakan pintu.

“Kita sudah sampai Nyonya, mari.” ucap Sekretaris itu.

Tiyah segera turun, dan berusaha menguasai dirinya agar tidak terlihat bodoh, ia mengedarkan pandangannya di sekeliling dan melihat bangunan Mall yang besar, kemudian berjalan mengikuti langkah Sekretaris tanpa mengeluarkan suara atau pun bertanya.

Beberapa saat kemudian, Tiyah telah sampai di depan laki-laki yang akan menikahinya itu. Pria itu memakai baju kemeja, ia masih sibuk dengan laptop di depannya, sesaat Tiyah terpukau memandangi wajah tampan itu.

Gibran menutup laptopnya, dan memberikan sorotan mata dan jari agar utusannya meninggalkan mereka.

“Silahkan duduk, mau pesan minum atau makan dulu?” tanya Gibran.

“Gak usah, aku sudah kenyang.” balas Tiyah sekenanya.

“Kalau begitu, apa kita mulai memilih cincinnya sekarang?” Gibran tersenyum hangat kepadanya.

Deg! Jantung Tiyah berdebar. “Ya Allah, setiap bertemu dengannya jantungku sepertinya sakit.” gumam Tiyah dalam hati.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

JANGAN2 TU SEKRETARIS GIBRAN PMUDA MANIS YG SUKA BAWA SURAT CINTA GIBRAN KE TIYAH....

2023-02-16

0

Fi Fin

Fi Fin

bagus ceritanya sederhana 👍👍

2021-12-28

0

Dinda Natalisa

Dinda Natalisa

Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.

2021-03-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!