"Ziy... Ziya!" mendengar namanya di panggil Ziya dengan cepat menghapus air mata yang masih mengalir.
"Iya," Ziya menanggapi panggilan yang berasal dari Tia
Sebelum kembali ke dalam cafe, Ziya menyempatkan diri ke toilet untuk merapikan wajahnya yang berantakan yang di sebabkan karena menangis.
Setelah di rasa rapi, Ziya menarik napas dalam-dalam berharap bisa mengurangi bebannya. Setelah sedikit merasa tenang Ziya berjalan keluar dari toilet menuju ke dalam cafe.
Belum sempat Ziya menginjak area dalam cafe, Tia mendapatinya ketika akan memasuki pintu belakang cafe, mereka berpapasan di depan pintu itu.
"Kau dari mana saja?" ketus Tia
"Kau terus saja menghilang, kau lupa apa yang sudah aku katakan tadi?" Tia menatap tajam Ziya
Ziya menunduk "Maaf kak, aku dari toilet," kata Ziya
"Kenapa tidak memberi tau yang lain?" tanya Tia
"Maaf tidak sempat kak, tadi aku sudah tidak tahan." Memang benar adanya yang di katakan Ziya, dia sudah tidak tahan. Tidak tahan dalam artian berbeda. Tidak tahan untuk tidak menangis, dia tidak berbohong sepenuhnya.
"Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu!" perintah Tia
Ziya berjalan cepat memasuki pintu menuju area dalam cafe, terlihat cafe bertambah ramai di waktu sore itu.
Ziya mengedarkan penglihatannya, dia mencari sosok yang menyebabkan dia menangis. Tidak mendapati sosok itu, dia bersyukur Reynan sudah tidak ada di tempat itu.
Ziya melanjutkan pekerjaan hingga waktu jam kerja berakhir.
-------
"Manda, aku serius dengan ucapanku," Reynan menatap lembut Manda.
Manda tersenyum "Baiklah, aku terima perasaanmu. Aku mau jadi pacarmu." Manda terlihat bahagia setelah mengetahui sosok tampan Reynan mempunyai perasaan kepadanya.
"Terima kasih sudah menerimaku," terpancar kebahagiaan di wajah Reynan
"Setelah ini kamu mau kita kemana?" tanya Reynan
"Mari kita rayakan hari jadi kita," sambung Reynan
"Bagaimana kalau jalan-jalan" usul Manda
"Baiklah, ayo kita jalan-jalan," Reynan berdiri meminta bill kemudian melakukan pembayaran.
Setelah membayar tagihan mereka meninggalkan cafe untuk jalan-jalan di kencan pertama mereka.
-------
Hari mulai gelap, siang sudah berganti malam. Saat ini waktu menunjukkan pukul 20.00, tampak Ziya keluar dari pintu depan cafe. Tampak jelas lelah di wajahnya, dia berjalan gontai menuju rumahnya.
Ziya berjalan dengan menunduk, matanya terus melihat ujung sepatunya. Pikirannya melayang memikirkan banyak hal, terbayang kejadian-kejadian yang menyakitkan yang dia dapat dari Reynan.
Hatinya perih setiap kali mengingat Reynan.
Kini Ziya sudah berada di halaman rumahnya, dia mengetuk pintu. Tidak lama pintu terbuka tampak ibu Ziya dengan senyum mengembang.
"Alhamdulillah kamu sudah pulang," kata ibu
"Ibu khawatir tidak biasanya kamu telat sampai rumah, ibu takut terjadi sesuatu sama kamu," Ibu memegang lengan Ziya, dahinya mengerut melihat wajah putrinya.
"Mukamu sedih gitu, apa ada sesuatu yang terjadi?" ibu bisa membaca perasaan Ziya, dia sebagai ibu paham betul akan anaknya.
"Ziya lelah bu, Ziya mau istirahat," ucap Ziya lemah. Kejadian hari ini membuat dia benar-benar lelah.
"Ya sudah kamu istirahat ya nak, mau ibu ambilkan makan?" ibu berkata dengan wajah sendu, dia sedih mendengar putrinya kelelahan karena bekerja, ibu merasa bersalah.
"Nanti saja bu, Ziya mau istirahat dulu." setelah mendapati ibu mengangguk, Ziya berlalu menuju kamarnya.
Ziya merebahkan badannya di tempat tidur, dia memejamkan mata berharap dengan begitu hatinya bisa sedikit tenang. karena kelelahan Ziya pun tertidur tanpa makan malam.
Keesokan Pagi
Ziya membuka mata perlahan, matanya mengerjap untuk memperjelas penglihatannya yang buram.
Mendapati dirinya terbangun masih dengan menggunakan seragam kerja dia sadar dia belum menyiapkan keperluan sekolah.
Bergegas turun dari kasur, Ziya menyiapkan buku sesuai mata pelajaran yang akan dia pelajari hari ini.
Tidak menunggu lama, Ziya sudah duduk di meja makan. Selesai sarapan Ziya pamit kepada ibu dan ayah karena akan berangkat ke sekolah.
Saat pamit ayah menanyakan sesuatu ke Ziya.
"Ziya, setelah lulus kamu punya rencana apa nak?" tanya ayah
"Ayah sudah lama ingin menanyakan perihal ini. Namun karena kesibukan Ziya, ayah tidak memiliki kesempatan untuk bertanya." tutur ayah lembut
Kesibukan Ziya memang benar adanya, pagi Ziya menjalani tugasnya sebagai pelajar hingga lewat tengah hari. Di siang hari hanya tersisa waktu 1 jam untuk istirahat sejenak dari waktu pulang sekolah. Di waktu itu Ziya menggunakan waktunya mengerjakan tugas sekolah.
Satu jam setelah istirahat Ziya harus kembali bekerja hingga malam hari. Setiap hari Ziya menjalani rutinitas seperti ini, rutinitas yang sama. Tidak ada waktu bermain, tidak ada waktu untuk leha-leha.
Ziya tersenyum mendapati pertanyaan dari ayah, "Ziya akan tetap bekerja yah, Ziya ingin bekerja full time di cafe tempat Ziya bekerja saat ini," jawab Ziya mantap.
"Apa kamu tidak ingin melanjutkan pendidikanmu ke bangku kuliah?" tanya ayah dengan memegang lengan Ziya.
"Ziya sangat ingin yah, tapi Ziya tau kita tidak akan mampu untuk membayar semua biaya kuliah Ziya nantinya.
Ziya tidak mau menambah beban ibu dan ayah, biaya kuliah tidaklah murah. Akan banyak kebutuhan nantinya, biarlah Ziya bekerja dulu, yah.
Jika nanti Ziya sudah berhasil mempunyai tabungan yang cukup, barulah Ziya akan lanjut kuliah.
Masih banyak kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, ayah doakan Ziya semoga Ziya bisa tetap bekerja di tempat Ziya bekerja saat ini." Ziya yang tau keadaan keuangan kedua orang tuanya, memilih tetap bekerja setelah lulus dari sekolah.
"Maafkan ayah yang tidak bisa mewujudkan keinginanmu," ayah merasa bersalah setelah mendapat pengakuan Ziya yang sangat menginginkan melanjutkan pendidikan namun terkendala biaya membuat Ziya mengalah.
Ayah memeluk Ziya.
"Ayah tidak bersalah, tidak perlu minta maaf," Ziya menjeda ucapannya, "Maafkan Ziya yang membuat ayah merasa bersalah,"
"Kamu memang anak baik, Ayah bangga punya kamu. Ayah bersyukur kamu mengerti dengan keadaan kita, semoga Allah memberimu kebahagiaan suatu saat nanti," Ibu yang sedari tadi hanya diam kini mendekat dan ikut memeluk Ziya.
"Ibu bangga sama kamu, ibu akan selalu mendoakanmu." Ibu mengeratkan pelukannya.
"Aku gak di peluk nih," Adik Ziya yang bernama Tian membuka suara.
"Kamu masih hidup," ledek Ziya yang sadar adiknya sedari tadi hanya diam saja.
Tian mencibir "kakak kira aku sudah mati," gerutu Tian kesal
"Ibu, Ayah sudah pelukannya keburu telat nih," Tian terhalang untuk pamit pergi karena insiden berpelukan itu.
Ziya tersadar akan perkataan Tian melihat jam dinding yang ada di atas lemari, waktu menunjukkan pukul 06.30 waktunya berangkat sekolah.
Ibu dan Ayah Ziya melepas pelukan, mengusap kepala Ziya lembut.
Ziya tersenyum, "Ziya harus berangkat Bu, yah," kata Ziya
"Iya, berangkatlah nanti terlambat," kata ibu
Ziya mengulurkan tangannya, meraih tangan ibu dan ayah kemudian mencium punggung tangan orang tuanya itu.
"Ayah, Ibu. Ziya pergi," jeda sesaat "Assalamualaikum" Ziya mengucap salam
Ziya melangkah keluar rumah, di susul Tian adiknya.
"Kak, tungguin aku!" teriak Tian yang tertinggal di belakang Ziya
"Cepat, ini sudah siang, kita bisa terlambat!" Ziya menghentikan langkahnya, berbalik badan menunggu Tian.
Setelah di persimpangan jalan, mereka berpisah. Arah sekolah yang berbeda membuat mereka berangkat terpisah.
-------
Kini Ziya sudah tiba di depan gerbang sekolah, berhenti sesaat dia menetralkan perasaan yang mulai resah. Hatinya gelisah karena kemungkinan bertemu Reynan akan mengingatkan kejadian yang menyakitkan.
Setelah di rasa hatinya siap, Ziya melanjutkan langkahnya masuk ke gerbang sekolah. Ziya memilih jalan lain dari biasa jalan yang ia lewati guna menghindari Reynan.
Hatinya sedang tidak baik-baik saja saat ini, hati itu masih terluka. Bisa saja bertemu dengan Reynan akan menambah luka di hatinya.
Di luar dugaan, di depan sana tampak jelas Reynan duduk di bangku depan kelas yang akan di lewati Ziya. Ziya menghentikan langkahnya, ingin memutar arah namun dia urungkan karena Reynan sudah melihat ke arahnya.
Ziya tidak ingin terlihat menghindar, itu akan sangat terlihat bila dia berbalik memutar arah mencari jalan lain. Pada akhirnya dia memilih melanjutkan langkah menuju kelas.
Saat dia melewati Reynan ujung matanya mendapati Reynan sedang menggenggam tangan perempuan yang duduk di sebelahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Khaira Della
kita sama Ziya, pernah menggagumi tp ndak kesampaian
2020-11-16
1
ARSY ALFAZZA
next like
2020-11-04
1
ayyona
ini kereeeen 😎😍
2020-10-15
1