Dedy memperhatikan Boy dari ujung kepala sampai ujung kaki dan berhenti pada bagian pinggang. Matanya hampir tak berkedip melihat penampilan sahabatnya.
"Buruan masuk!" ucap Boy menarik tangan Dedy untuk masuk dan langsung menutup serta mengunci pintu dengan cepat.
Dedy masih memperhatikan Boy.
"Kenapa melihatku seperti itu?!"
"Sejak kapan kamu bermain wanita?"
"Apa maksudmu?"
"Aku seperti tidak mengenalimu kali ini."
"Aku tidak bermain dengan wanita manapun!"
"Kamu boleh melakukan kejahatan apapun Bos! Tapi jangan bermain dengan sembarang wanita!"
"Hey!! Aku sudah mengatakan padamu, aku tidak sedang bermain dengan wanita mana pun."
"Lalu siapa wanita itu? Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu hanya memakai seperti itu?"
"Dia hanya pelayan hotel dan kami tidak melakukan apapun."
"Apa kamu yakin?" tanya Dedy ragu.
"Ya," ucap Boy ragu.
"Kenapa wajahmu tampak ragu?"
"Ok, ok. Aku salah. Tadinya aku hanya ingin menggodanya agar aku bisa melupakan kejadian semalam, tapi ternyata aku menjadi napsu saat melihat bibir indahnya," aku Boy.
"Ingat Boy! Kita pernah berjanji untuk tidak menyentuh wanita sebelum dia menjadi milik kita seutuhnya. Biarpun kita menjadi berandal tapi harga diri sebagai lelaki harus tetap dijaga."
"Aku ingat."
Boy mengambil bungkusan dan berjalan ke kamar mandi untuk ganti.
"Masalah satu baru datang sudah mau membuat masalah lagi," gerutu Dedy.
"Apa ada orang yang tau kalau kamu kemari?" Tanya Boy saat keluar dari kamar mandi.
"Tidak. Aku tidak memberitau siapapun."
"Baguslah. Lalu apa rencanamu?" tanya Boy lagi.
"Aku? Bukan rencanaku, tapi rencanamu," ucap balik Dedy.
"Buat apa aku menyuruhmu ke sini kalau tidak ada rencana yang keluar dari otakmu?!"
"Aku belum sempet memikirkannya. Di dalam otakku hanya bagaimana caranya aku sampai ke kota ini dengan cepat tanpa ada yang curiga."
Boy menarik napas panjang dan dalam.
"Aku sudah melihat siaran berita di TV pagi ini, mereka sedang mencariku dan mencurigaiku sebagai dalang di balik pembunuhan satu keluarga itu."
"Aku juga sudah mendengarnya. Ini masalah rumit."
"Tapi aku tidak mengenal mereka, kebetulan aku lewat saat itu."
"Aku tau. Masalahnya polisi melihat mobilmu di dekat tempat kejadian dan kamu melarikan diri."
"Bagaimana aku tidak melarikan diri? Mereka mengejarku dan ingin menangkapku."
"Mungkin kalau tadi malam kamu tidak lari, bisa jadi masalahnya tidak serumit ini."
"Maksudmu dengan suka rela aku harus menyerahkan diri pada polisi?"
Boy mulai terpancing emosi.
"Bukan itu maksudku. Seandainya kamu tidak lari, setidaknya polisi bisa memaklumi keadaanmu dan kita bisa menyewa pengacara untuk membantumu."
"Kenapa kita menyewanya sekarang?"
"Masalahnya tidak semudah itu Boy. Saat ini yang kita pikirkan adalah kamu ditetapkan sebagai tersangka dan burunon."
"Apa mereka tau siapa pemilik mobil yang mereka kejar?"
"Sepertinya belum. Sampai saat aku berangkat ke sini belum ada kabar soal itu."
"Baguslah."
"Sekarang di mana mobilmu?"
"Tempat parkir."
"Kita harus melenyapkannya."
"Apa maksudmu?" Boy tidak paham maksud Dedy.
"Kita harus membakar mobil itu."
"Kamu gila!! Kamu tau berapa harga mobil itu?"
Boy tidak setuju dengan ide sahabatnya yang tanpa memikirkan harga mobil miliknya.
"Apa uang lebih berharga dari nyawamu? Apa mobil itu lebih berharga dari nama baikmu? Apa kamu mau mendekam dalam penjara karna mobil itu?"
"Tidak. Aku tidak mau dipenjara."
"Kalau begitu musnahkan mobil itu!"
"Apa tidak ada cara lain?"
"Tidak. Untuk saat ini itu adalah jalan satu - satunya menghilangkan jejakmu."
Boy terdiam sejenak memikirkan ide Dedy. Dia belum rela kehilangan mobil kesayangannya yang dia beli dengan hasil keringatnya sendiri.
"Untuk saat ini hanya itu saranku, kalau kamu setuju aku akan meminta bantuan untuk memusnahkannya."
"Apa itu akan menjamin jejakmu tidak ditemukan polisi lagi?"
"Aku sendiri tidak yakin, tapi paling ga kita sudah berusaha karna hanya mobil itu kunci mereka."
"Apa pembunuh sebenarnya belum tertangkap?"
"Sejauh ini belum. Polisi masih fokus pada pencarianmu."
"Gila!! Kenapa jadi aku tersangka utamanya?!"
"Saat ini bukan waktunya untuk tawar menawar. Kita harus bergerak cepat sebelum polisi mengetahui keberadaanmu."
"Kalau memang menurutmu itu yang terbaik, lakukan saja! Meski sebenarnya aku tidak rela."
"Mana KTP dan SIM milikmu?" minta Dedy mengangkat tangannya.
"Untuk apa?"
"Untuk dimusnahkan juga."
"Kamu gila!!"
Boy tidak mengerti jalan pikiran Dedy, tapi dia tidak mempunyai pilihan lain selain pasrah dengan rencana sahabatnya itu.
Boy menyerahkan KTP dan SIM miliknya pada Dedy dengan berat hati.
"Bagaimana dengan identitasku?"
"Aku akan membuatkan yang baru dengan nama yang lain."
"Maksudmu aku harus menyamar?"
"Untuk sementara lebih baik begitu."
Dedy menghubungi seseorang dan meminta bantuan.
"Jangan sampai kalian meninggalkan jejak satu pun! Aku mau mereka mengira bahwa pemilik mobil ini sudah mati terbakar bersama mobil miliknya yang terjun dari atas jurang."
"..."
"Aku tunggu kalian di hotel sekarang juga."
Dedy mematikan ponselnya.
"Kamu gila! Bagaimana keluargaku bila mendengar aku sudah mati?" ucap Boy tidak mengerti.
"Lebih baik mereka juga mengetahui hal itu karna itu akan membuat rencana kita berjalan dengan baik."
"Lalu bagaimana dengan kehidupanku selanjutnya?"
"Sampai masalah ini selesai, kamu harus bersembunyi dan menyamar. Aku dan pengacaramu akan menyelesaikannya dengan cepat."
"Entahlah, sepertinya aku tidak yakin."
"Bagaimana kalau kamu tetap tinggal di kota ini?"
"Di hotel ini maksudmu?"
"Tidak. Kamu tidak boleh tinggal di hotel karna itu akan menimbulkan kecurigaan."
"Lalu aku harus tinggal dimana?"
"Kamu harus mencari tempat tinggal yang sederhana dan kamu harus menjadi orang yang sederhana pula."
"Aku tidak yakin kalau aku bisa."
"Kamu laki - laki, aku yakin kamu bisa."
Boy merebahkan tubuhnya di atas kasur, memikirkan apa yang harus dia lakukan di hari-hari kedepan.
"Sebentar lagi orang suruhanku akan mengambil mobilmu. Kamu tetap di sini sampai aku kembali, mungkin akan lama. Aku akan mencari rumah untukmu dan malam ini kamu harus segera pergi dari hotel ini."
"Kali ini aku serahkan semuanya padamu, aku percaya kamu akan membantuku."
"Kamu sahabatku tidak mungkin aku tidak menolongmu."
Boy dan Dedy saling beradu pandang sebagia ucapan Persahabatan.
Ponsel Dedy berdering.
"Aku akan mengambil kalian."
Dedy berdiri dan hendak pergi menemui orang-orang suruhannya.
"Mereka sudah datang, aku akan menemui mereka," ucap Dedy dengan langkah keluar.
"Dedy," panggil Boy sembari bangun dari posisi baringnya sebelum pria itu membuka pintu.
"Terimakasih untuk bantuanmu," ucap Boy.
"Santai saja!".
Dedy membuka pintu dan meninggalkan Boy sendirian.
Boy kembali merebahkan tubuhnya dan menatap langit kamar, pikirannya masih kacau.
"Kenapa nasibku menjadi soal seperti ini? Aku menjadi buronan atas kejahatan yang tidak pernah aku lakukan."
Boy hanya bisa menunggu dan berdiam diri di kamar, sesekali dia mondar-mandir menghilangkan kejenuhan. Pria itu selalu mengikuti perkembangan berita tentang kasus uang menimpanya.
Hari ini siaran TV memang sedang viral tentang berita pembunuhan yang melibatkan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Dhina ♑
Hilang segalanya
2021-08-29
0
Tika
Like.
2020-09-29
2
Setiya
yesss
2020-09-26
2