Di sekolah Mandraguna,
Mereka bertiga melangkah ke arah tujuan masing-masing. Ayah pergi menuju aula sekolah, Deniz pergi menuju gedung SMP yang letaknya di belakang gedung SD, sedangkan Jaro menuju lantai dua dari gedung SD.
Jaro menaiki tangga, sembari mendapat sapaan dari beberapa warga sekolah yang berpapasan dengannya. Ia membalasnya dengan senyuman dan anggukan, ditambah tatapan ramahnya.
Tersenyum akan mendapat pahala, ya kan? Hatinya berbisik selama perjalanannya menuju kelas.
Dari lantai dua, terlihat halaman depan sekolah yang sangat luas, dihiasi oleh pepohonan dan rerumputan yang telah dipangkas rapi. Jaro sengaja berdiri di luar kelas, sebelum bel masuk berbunyi. Ia menatap pemandangan yang menyejukkan matanya.
Namun untuk hari ini, matanya terasa panas dan disusul hatinya yang bergemuruh. Mata Jaro menangkap pemandangan yang membuatnya mengepalkan tangannya. Apa yang sebenarnya terjadi, Yah?
Di sekolah Ansa,
"Non, nanti langsung les atau mau pulang dulu ke rumah?" tanya sopir kepada Ansa.
Dari luar mobil, Ansa memberitahu bahwa ia akan langsung les. "Langsung les ya, Pak. Nanti jemput saya sekitar jam tiga dari sini."
Sang sopir mengiyakan permintaan dari majikannya yang sibuk sepanjang hari.
Ansa melangkah masuk ke sekolahnya. Berbanding terbalik dengan Jaro, Ansa menganggap sapaan dari orang lain adalah sebuah rayuan yang mematikan.
Karena sebelumnya, ia pernah menjuarai olimpiade sains dan orang-orang di sekitarnya memberi apresiasi, sekaligus komentar yang menjatuhkan untuk dirinya.
Halah! Kayak gitu aja kok bangga! Kata tersebut selalu terngiang di otaknya.
Lamunannya buyar oleh sapaan rivalnya. "Ansa!" panggilnya dengan melambaikan tangan dari pintu kelasnya.
Ansa menarik paksa bibirnya supaya tersenyum, dan mengarahkannya ke rivalnya, Sharly.
"Aku duduk denganmu ya, Sa?" tanya Sharly.
Kenapa sekarang ia ingin duduk denganku? batin Ansa yang mengerutkan dahinya.
"Terserah kamu, Shar," jawabnya yang segera masuk ke kelas.
Di kelas ini, Sharly menjadi ketua kelas atau Ansa menyebutnya dengan ratu sekolah. Ya! Rivalnya ini bertingkah seakan pemilik sekolah ini. Hanya karena partner kerja orang tuanya menjadi kepala sekolah di sini, tingkahnya sungguh seenaknya sendiri!
Ansa duduk di bangku paling depan, berhadapan langsung dengan papan tulis. Ia telah dinobatkan sebagai anak ambisius, setelah Sharly dan dua teman seangkatannya yang lain.
Saat istirahat,
Jaro memperlihatkan wajah lesu di bangkunya. Ia masih bertanya-tanya tentang alasan kedatangan teman ibunya ke sekolah, bahkan bertemu dengan ayahnya!
Atau mungkin, anaknya juga bersekolah di sini? Tapi siapa? bisiknya yang hanyut dalam lamunan.
"Ro!! Ayo ke kantin! Ngga laper lu?" ajak temannya, Wahyu.
Jaro hanya mengangguk dan bangkit dari bangkunya. Ia segera menyusul Wahyu yang telah melangkah keluar kelas.
Berbanding terbalik dengan Jaro, Ansa memilih untuk duduk di bangkunya.
"Sa!! Dipanggil bu IPA tuh!" ucap salah satu temannya. Kebiasaan murid zaman sekarang, lebih suka memanggil gurunya tanpa nama, tapi menyematkan mata pelajaran yang diajarkan beliau.
Ansa terpaksa bangkit dari bangkunya dan melangkah pergi menuju laboratorium sekolahnya. Ia menyusuri lorong-lorong kelas yang dipenuhi lampu-lampu dan lalu lalang para murid.
Kenapa bukan si ratu sekolah itu saja yang dipanggil ya? pikirnya.
Di kantin,
Jaro dan tiga temannya sedang menunggu pesanan mereka, sembari duduk berhadapan.
Sesaat kemudian, ibu yang mengantar pesanan mereka memberikan senyum lebarnya kepada Jaro dan teman-temannya.
"Mas Jaro, ini ada titipan untuk Mas." Ibu tersebut memberikan bungkusan putih kepada Jaro.
"Eh? Dari siapa, Bu?" Pertanyaannya tak dijawab oleh ibu tersebut.
Setelah pesanan telah diterima oleh para pemesannya, ibu tersebut langsung pergi. Jaro menghela nafasnya. Kali ini dari siapa? batinnya.
"Ngga dibuka, Ro?" tanya salah satu temannya.
Dan disambung oleh Wahyu, "Mungkin dia sudah bosan dikasih hadiah terus dari fans-nya, haha!" Jaro melemparnya dengan sedotan, tepat ke arah mulut Wahyu.
"Kagak! Aneh aja gitu, kenapa mereka memberikanku ini secara gratis? Padahal aku ngga mengenalnya atau tahu siapa mereka," ucap Jaro.
"Memangnya, kamu sering dapat hadiah apa dari para fans-mu?" tanya Wahyu sembari menyuapkan sesendok makanannya.
"Seringnya tuh ... baju, topi, gelang. Ada yang pernah memberiku parfum. Tapi, semuanya sering ngga cocok untukku. Mangkanya, ibuku sering memberikannya ke panti asuhan yang sering beliau kunjungi," jelasnya yang membuat teman-temannya terperangah.
"Bagi-bagi lah, Ro. Itu ... coba buka dong. Siapa tahu cocok untukku!" pinta Wahyu.
"Jangan di sini, Yu. Nanti pulang sekolah, baru ku kasih ke kamu ya?" balas Jaro.
"Memang pelitnya cuma ke teman sendiri—" Sindiran Wahyu dipotong oleh Jaro yang kesal.
"Yu! Kalau aku memberikan ini sekarang, nanti yang memberikan ini akan merasa sakit hati! Kamu masih punya akal kan?" Jaro menahan emosinya dengan menyuapkan sesendok makanannya.
"Ya maaf, Ro. Aku penasaran dengan isinya," kata Wahyu dengan memelas.
Jaro tak membalas perkataan Wahyu, ia memilih tetap mengunyah dan segera menghabiskan makan siangnya.
Di laboratorium,
Ansa bertemu dengan guru IPA nya, "Selamat siang, Bu."
Guru tersebut segera menyuruhnya untuk masuk dan memperlihatkan percobaan yang Ansa tak terlalu mengerti.
"Percobaan ini untuk membuktikan bahwa bagian atas air memiliki ketegangan. Terlihat ada nyamuk yang berdiri di atasnya. Lihat, Sa! Nyamuk tersebut tidak tenggelam saat berdiri di atas air," tutur gurunya.
Sebenarnya ini untuk apa? Ah, pasti nanti dihitung berapa lama nyamuk itu bertahan di atas air? Atau ... ish! Ngga ngerti! Pikirannya begitu riuh walaupun mulutnya bungkam.
"Ini tahun terakhirmu di sini, Sa. Ibu berharap kamu bisa mengikuti lomba sains yang diadakan oleh Sekolah Mandraguna," sambung gurunya.
"Tapi Bu, saya sudah pernah ikut olimpiade. Saya rasa, sebaiknya giliran yang lain saja untuk ikut lomba ini. Seperti Sharly, Jaka, Febi, Mul—" dalihnya yang terpotong. Aku hanya ingin mempersiapkan ujian ku saja.
"Kamu yakin? Orang tuamu, oh, maksud saya ... ibumu. Apakah ibumu setuju jika kamu tidak mengikuti lomba ini? Saya sering dengar dari ibumu bahwa beliau sangat bangga dengan prestasimu," tutur gurunya yang terdengar seperti sebuah ancaman halus untuk Ansa.
Mama? Sejak kapan mama peduli? Bahkan saat aku mengatakan nilai ulangan ku seratus, mama tak peduli, batinnya saat mengingat masa lalu.
"Maaf, Bu. Saya sudah membicarakan ini sebelumnya dengan orang tua saya," ucap si rebel.
"Oke, nanti saya coba hubungi ibumu ya?" ucap gurunya yang terdengar mengancam Ansa lagi.
Silakan hubungi mama. Semoga diangkat ya, Bu! Ansa mendoakan supaya guru tersebut bisa berhasil menghubungi ibunya yang saat ini sedang sangat sibuk.
Selesai bernegosiasi dengan gurunya, Ansa melangkah masuk ke kelasnya. Ia segera kembali duduk di bangkunya.
"Shar," panggilnya sembari menoleh ke samping.
"Gimana tadi, Sa?" balas Sharly yang seakan mengerti jalan pikiran Ansa.
"Kamu rayu bu IPA itu supaya memilihmu saja ya?" pinta Ansa pada rivalnya tersebut.
"Eh kenapa? Kamu ngga mau ikut lomba itu? Lomba itu dari sekolah yang sangat sangat bagus! Kalau menang, hadiahnya itu loh ... waw!!" ucap Sharly yang diakhiri dengan sorakan.
"Bentar lagi aku ada pentas, ngga kuat kalau harus ikutan semuanya, Shar," jelas Ansa dengan wajah sendu. Aku ngga peduli dengan lomba itu, aku lebih suka di sanggar.
"Ya sudah, nanti Ratu Sharly akan menyihir bu IPA ... supaya memilih ku~" ucapnya dengan mengangkat dagunya.
Benar ‘kan? Dia sendiri menganggap dirinya seorang ratu di sekolah ini. Dia duduk denganku, pasti ada maunya, batin Ansa sembari mengelus dadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Qiana
Perbedaan adalah anugerah
2021-10-27
0
Dania
Ansa berbeda....Ansa Istimewa
💕💕💜💚💖♥️🌷🖤🖤🖤🖤❤️❤️❤️💗❤️❤️🖤🖤🌷🌷🌷🌷♥️♥️💚💚💚💚💚💜💜💜💜💜💕💕💙💛💛💝
2021-10-27
0
Dhina ♑
Semangat, semangat
2021-08-12
0