Cherophobia Swan
Bacalah ini seperti Anda melihat sebuah lukisan.
Ditunggu hingga terlihat hasil akhir yang penuh warna warni goresan kejadian.
Ada yang menyenangkan, menyedihkan, membanggakan, meresahkan dan lainnya.
.
.
.
...“Fobia ini,...
...Awalnya membuatku mati rasa,...
...Menghindar dan hilang kepercayaan,...
...Terhadap orang di sekelilingku."...
Hari Minggu,
Seorang gadis terdiam di sofa, dan menopangkan dagunya. Ia melihat ke luar jendela, lalu matanya fokus ke arah anak-anak kecil yang sedang riang bermain. “Huf ... bagaimana bisa mereka sangat bahagia seperti itu?” gumamnya.
“Ansa! Ayo turun!” Terdengar suara yang memanggil dirinya.
“Iya, Bu!” Ansa segera turun dan berlari ke dapur.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang beradu dengan langkah kaki Ansa. Langkah kaki tersebut mulai mengejar Ansa. Hap! Langkah mereka terhenti.
"Hayo! Gadis kecilku mau kemana nih?" ucap pria tersebut sembari menggelitiki Ansa.
"Ahaa!! Hahaha!" tawa Ansa meramaikan rumah bak istana tersebut. "Papa!! Sudah, geli!" pekiknya.
"Ansa ... jangan kayak gitu lagi ya? Kalau ada Papa, mama ataupun tamu, disalami ya sayang?" tutur Ayah Hardi.
Lalu beliau menyuruh pembantunya untuk menyiapkan makan siang. Ansa hanya memanyunkan bibirnya, yang menandakan bahwa ia tidak menyukai perintah dari ayahnya.
"Bu! Ansa mau minum jus melon ...," bujuk Ansa kepada pembantunya.
"Jangan, Non. Ini kan hari minggu, jadi Non Ansa harus minum obat," tutur pembantunya.
Di sisi lain,
Dua bocah lelaki sedang bermain game online di ruang keluarga. "Ayo terus Mas!!" seru Jaro pada kakaknya, Deniz. Mereka adalah kakak beradik di keluarga Daghiawi.
“Ro!!" panggil ayahnya dan Jaro segera berlari menghampiri beliau. Ia meninggalkan Deniz yang masih fokus bermain.
Jaro mencari-cari ayahnya, dan akhirnya ia menemukannya. Ternyata beliau sedang duduk bersantai di dekat kolam renang.
Jaro ke luar dari pintu belakang untuk menemui ayahnya. “Ada apa, Yah?” tanyanya yang dibalas senyum teduh ayahnya.
“Besok kamu ngga ada tugas yang harus dikumpulkan, Nak?" tanya Ayah Awi kepada anak bungsunya.
"Oh, ngga ada Yah! Mangkanya hari ini aku mengajak Mas Deniz bersantai," jelas Jaro dengan senyum manisnya.
Tak lama, suara tertawa para ibu menggema di rumah keluarga Daghiawi. Para ibu tersebut adalah Ibu Roro dan Ibu Liana. Mereka sama-sama satu perusahaan modelling yang terkenal di kota Metropolitan ini.
"Deniz ... ayo salim ke tante Roro, Nak," titah Ibu Liana.
Deniz segera berdiri dan menyalami Bu Roro. "Ini yang sulung ya, Bu?" tanya Bu Roro pada partner kerjanya.
"Iya, Bu. Ini yang sulung. Niz, adikmu ke mana?" Bu Liana terkejut saat yang dicarinya langsung berteriak.
"Aku di sini, Bu!" seru Jaro dari pintu belakang. Ia melangkah masuk bersama Ayah Awi.
"By the way, Jaro itu singkatan ya, Bu?" tanya Bu Roro yang terdengar agak lancang.
Sejenak mereka semua hening. Jaro juga terdiam karena ia bingung mengapa orang tuanya memanggilnya seperti itu?
"Oh ... kalau itu, sebenarnya nama anak bungsu saya ini adalah Jamario. Biar singkat, kami memanggilnya dengan Jaro, haha!" jawab Bu Liana dengan senyum manisnya.
"Jamario? Oh, pelaut ya?" Pertanyaan Bu Roro mendapat anggukan kepala dari Bu Liana.
Pukul 7 malam,
Ansa dan ayahnya sedang menikmati makan malam bersama. Ia sudah biasa ditinggal sendiri, entah oleh ayahnya maupun ibunya. Teman setianya hanyalah pembantunya yang sering ia anggap seperti ibunya. Itulah alasannya mengapa ia tak memanggil dengan sebutan 'Bibi'.
Ansa tak memiliki adik, apalagi kakak. Ya! Ia adalah anak semata wayang dari keluarga Hardiyata. Ibunya adalah model yang terkenal di kota ini, mungkin itulah alasan mengapa hanya dirinya yang diperbolehkan hidup di keluarga ini. Hidup sebagai model telah membuat ibunya harus menjaga tubuhnya supaya tetap langsing.
Jaro berjalan ke luar dari kamarnya. Saat ini ia melangkah pergi menuju meja makan, melewati lorong-lorong kamar dan melewati pintu belakang.
Namun, Jaro melihat pintunya terbuka. Perlahan, ia mendekati pintu tersebut dan mengintip. Rasa penasarannya telah mengalahkan rasa takut jika dirinya akan ketahuan.
Dari balik pintu, Jaro melihat apa yang seharusnya tak terjadi. Itu bukan ibu! Tapi ke-kenapa ayah bersamanya?!!
Jaro berlari sekuat tenaga ke arah meja makan. Sampai di sana, ia mengatur nafasnya dan bertemu dengan Deniz.
"Kamu kenapa Ro? Kok kayak habis dikejar hantu? Haha!" olok Deniz kepada adiknya.
"Nanti aku ceritakan apa yang sudah aku lihat, Mas," bisiknya pada Deniz.
Beberapa menit kemudian, semua telah berkumpul di meja makan. Jaro masih menatap ayahnya dengan mengerutkan dahinya. Tadi itu salah kan? Katakan bahwa tadi itu salah. Ayah harusnya dengan ibu, bukan dengan wanita tak baik itu!
Setelah menyantap makan malam bersama keluarga Daghiawi, Bu Roro segera pamit kepada pemilik rumah. "Saya pamit ya Bu, Pak. Terima kasih sudah mengundang saya hari ini," ucap beliau.
"Iya, Bu. Kapan-kapan kita jalan bareng ya Bu! Kan kita sudah jadi partner, oke?" ucap Bu Liana dengan senyum lebarnya.
Bu Roro hanya mengangguk. Dan di mata Jaro, terlihat Bu Roro mengedipkan salah satu matanya kepada ayahnya.
Jaro masih belum paham, tapi ia merasa bahwa teman ibunya tersebut sangat tidak baik. Ia ingin segera menceritakan apa yang ia lihat kepada kakaknya.
Di rumah keluarga Hardiyata,
Ansa mendengar suara ibu yang memanggil dirinya. "Ansa ... Ansa ... Angsaku yang anggun~" panggil beliau dengan lembut. Ansa yang masih berkutat dengan tugas-tugas sekolah, terpaksa ia tinggal dan segera ke luar kamar.
Ansa berlari menuju ibunya yang baru saja pulang. Ia bahkan langsung memeluknya. Aku tetap mencintaimu, ma. Walaupun pekerjaan mama sangat menyita waktu mama untukku.
"Namaku Ansa, Ma. Bukan angsa," protesnya.
Ibunya segera memberi argumennya. "Hansaria itu artinya angsa, sayang." Jawaban ibunya dibalas dengan pelukan Ansa yang semakin erat. Namun ibunya melepas pelukan tersebut.
“Maaf ya ... Mama baru pulang, Sa. Tadi masih mampir ke rumah teman Mama. Kamu ada tu—" hibur ibunya pada anak semata wayangnya. Namun ucapannya terpotong.
"Teman siapa, Ma?" Tiba-tiba ayah muncul dan mencecar pertanyaan pada istrinya. Suasana mulai panas di antara mereka berdua, Hardi dan Roro.
"Teman satu perusahaan, Pa. Aku mau ke kamar, ganti baju," ucapnya yang tanpa senyuman dan segera pergi dari hadapan suaminya.
Ansa hanya menghela nafasnya. Kali ini apa yang terjadi, Ma, Pa? Bahkan saat ia bertanya pada pembantunya, hanya gelengan kepala yang ia dapatkan.
"Bu ... mereka sayang ngga sih, sama aku?" ucap Ansa yang tidak bisa tidur di atas ranjangnya.
"Hus, jangan bilang gitu, Non. Mereka tetap orang tua, Non Ansa. Mungkin saat ini mereka sedang ada masalah. Ingat Non, kalau Non ada masalah, bisa langsung cerita ke papa Hardi, mama Roro atau saya ya?"
Ansa hanya mengangguk dan menyuruh pembantunya untuk meninggalkannya sendiri. "Selamat malam, Non," bisiknya dan mencium kening Ansa.
Ansa menatap langit-langit kamarnya, yang dipenuhi oleh bintang-bintang. Imajinasinya sangat tinggi, disusul oleh overthinking-nya yang mengganggu waktu tidurnya malam ini.
Di kamar kakaknya,
Jaro diam-diam masuk ke kamar Deniz. Ia mengguncang tubuh kakaknya yang sudah tertelap dalam alam mimpinya.
"Mas, bangun dong!" bisiknya dengan paksaan.
"Haduh! Apaan sih Ro," protes Deniz pada adiknya yang membangunkan dirinya.
"Mas, aku mau cerita ...," ucapnya yang sengaja ia potong.
"Hm?" Deniz memicingkan matanya yang masih susah untuk terbuka.
"Kalau ayah berpelukan dengan teman ibu yang tadi datang ke sini ... apakah itu salah, Mas?" tanya Jaro dengan suara yang semakin pelan.
Perkataan Jaro membuat mata Deniz terbuka lebar. "A-apa?!!" pekiknya, membuat Jaro langsung menutup mulut Deniz dengan telapak tangannya.
"Shh!! Diam, Mas!" bisik Jaro.
"Ngga, Ro. Ngga mungkin itu. Kamu pasti salah lihat." Ucapan Deniz membuat Jaro terdiam.
Semoga itu salah, semoga.
Kisah dua insan dari latar keluarga yang saling berkaitan,
Menciptakan konflik dan jarak,
Bakat yang berbeda,
Akankah bisa bersatu?
Serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa.
Nantinya akan saling melengkapi atau menghakimi,
Yang Kuasa lebih tahu.
Mereka hadir untuk mengisahkan sebuah fobia yang jarang disadari oleh kebanyakan manusia. Mereka juga akan berusaha menyelaraskan perasaan cinta yang hadir di tengah rasa kekhawatiran yang mendera. Selama perjalanan ini, semesta akan menunjukkan kuasanya untuk memantapkan hati mereka menjadi kuat, sabar, dan bersyukur.
Perjalanan angsa dan pelaut ini segera dimulai. Senang dan sendu akan hadir dalam kisah ini, maukah kamu setia menunggu hingga akhir kisah ini?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Qiana
Nyusul absen dukungan 👍👍👍👍👍👍
2021-10-27
0
Dania
Aku Tak Bisa Menghilangkan Fobia ku 😭😭😭😭
Pasukan Era Berdarah Manusia
I Firmo
💗💙💛❤️🖤🖤🖤🌷🌷♥️♥️💖💜💜💚💝💝💕🖤🖤🖤🌷🌷♥️♥️💖💜💚💜💝💝💕
2021-10-27
0
Dhina ♑
Penilaian direvisi
2021-08-12
0