Pikiran Sally masih melayang layang membayangkan wajah ganteng cowok tinggi besar yang baru saja mereka temui. Siapa ya namanya? Duuh kenapa tadi aku tidak menanyakannya?
"Pada menggosip apa, nih? Kelihatannya asyik sekali."
Sebuah suara menghentikan percakapan mereka bertiga. Karuan saja muka ke tiga cewek itu merona merah. Rupanya cowok yang jadi bahan perbincangan mereka keluar dari kamarnya. Sambil menggulung lengan bajunya, cowok itu mendekati mereka. Dia kelihatan rapi dan enak dipandang. Mau kemana ya?
"Boleh ikut?" tanyanya sambil tersenyum simpatik. Isi dada Sally langsung berlompatan melihat senyum itu. Nishi menoleh ke arah Monic. Monic menoleh ke arah Sally. Sally menggigit bibirnya dengan resah. Mau menengok kemana lagi? Di sebelahnya adalah dinding ruangan. Masa mau menoleh ke dinding? Tapi dia lakukan juga untuk mencairkan suasana
"Sal, ngapain lihat dinding?" seru Nishi
"Habis... kalian semua nengok ke kanan, ya aku ikut ikutan hehehehe," Sally memamerkan senyumnya yang paling manis kepada ke dua sahabatnya, berharap cowok itu mengagumi senyumnya.
"Aku buatkan minum dulu ya? Dari tadi belum disuguhi apa apa, maaf ya?" Sally berdiri dan berjalan ke dapur sambil menentramkan dadanya yang berdebar debar. Busyet deh, kenapa aku jadi norak begini? Cuek bebek aja deh!
"Nah begitu dong, Sal! Dari tadi kek, sudah tahu orang kehausan," teriak Monic. Sally mendelik ke arah sahabatnya yang cuma disambut dengan cengengesan.
Sally mengambil empat buah gelas dan membuka lemari es. Hmm, ada sirop markisa dan beberapa botol air dingin. Cukuplah untuk semuanya.
Ditengah keasyikannya membuat minuman, sebuah suara perempuan mengagetkannya.
"Non Sally, ya?"
Sally terlonjak dan menoleh cepat.
"Astaga! Bi Asih! Bikin orang kaget saja! Untung gelas gelas ini tidak jatuh."
Perempuan berusia lima puluh lima tahun itu tertawa sambil mendekat. Rambutnya yang sudah beruban masih awut awutan. Maklum masih baru bangun tidur.
"Aduh, Bibi kira siapa? Dari tadi Bibi dengar ribut ribut, tapi Bibi tidak berani keluar. Tidak tahunya tamu dari jauh," ujar Bi Asih. "Sama siapa ke sini, Non? Sama Bapak dan Ibu? Apa Mas Bobi ikut juga?"
"Tidak ada, Bi" sahut Sally
"Tidak? Tidak ada yang ikut? Lalu Non Sally ke sini sama siapa?"
"Sama teman teman, BI," sahut Sally sambil tersenyum karena melihat kekagetan Bi Asih.
"Perempuan semua, Non?" tanya Bi Asih masih terheran heran.
Sally mengangguk. Dibiarkannya Bi Asih menggantikannya membuat minuman..
"Tuh... mereka lagi pada istirahat di ruang tengah.," kata Sally.
"Astaga! Apa tidak takut Non ke sini cuma bertiga? Cewek semua lagi. Padahal Surabaya itu jauh banget dari sini."
"Memang jauh, Bi," jawab Sally. "Tapi kalau kita takut melulu, kapan kita maju? Ya memang harus hati hati, Bi. Untungnya teman saya yang keturunan Cina itu bisa beladiri karate. Ah sudah Bi, yuk ke depan. Mereka pasti sudah mau pingsan kehausan."
Mereka berdua beriringan meninggalkan dapur. Bi Asih membawa nampan berisi empat gelas es markisa dan satu kaleng biskuit.
"Oh iya," seru Bi Asih tiba tiba, teringat sesuatu. "Tadi yang bukain pintu buat Non, siapa ya? Rasanya semua pintu sudah Bibi kunci ketika mas mas itu keluar."
"Kita tadi manjat pohon lalu buka genteng buat masuk, Bi."
"Haaa?!"
"Hehehe tidak kok, Bi. Ehm... tadi yang bukain pintu cowok cakep hehehe. Aku juga tidak tahu siapa namanya. Belum pernah lihat. Orang baru ya, Bi?"
Sejenak Bi Asih mengerutkan keningnya lalu tersenyum.
"Ooo maksudnya Mas Richard ya Non?"
"Siapa? Siapa, Bi? Richard?" tanya Sally menggebu gebu.
Bi Asih mengangguk.
"Kok kayak nama orang bule ya? Tapi memang posturnya menyerupai bule sih."
"Iya, Non! Katanya neneknya masih berdarah keturunan Inggris. Dia penghuni baru di rumah ini. Pindahan dari perumahan sebelah. Katanya tidak kerasan di tempatnya yang lama, tidak tahu kenapa," Bi Asih menjelaskan panjang lebar sehingga Sally mengurungkan niatnya untuk bertanya macam macam.
Jadi namanya Richard? Keturunan bule. Hmm, keren juga namanya, tidak kalah cakep sama orangnya, pikir Sally sambil senyum senyum sendiri mengiringi langkah Bi Asih.
Di ruang tengah Sally mendapati ke dua sahabatnya tengah mengobrol ceria dengan cowok itu. Sally sempat mengutuki dirinya sendiri. Wah, rugi tidak ikut ngobrol sejak tadi!
"Lho, Mas Richard kok sudah pulang?" tanya Bi Asih seraya meletakkan ke empat gelas itu di meja. Richard tersenyum.
"Iya, Bi. tadi ada yang ketinggalan. Tapi saya mau pamit lagi kok," ujarnya.
"Di minum dulu Mas," kata Bi Asih.
"Iya, terima kasih Bi." Richard mengangkat gelas dan meneguk minumannya separuh.
"Tadi yang buat minuman ini Non Sally kok Mas, bukan saya," sahut Bi Asih, membuat Sally mendelik. Wajahnya merona merah karena malu.
"Oh ya? Kalau begitu, terima kasih, Sal.... yuk semuanya, saya pergi dulu!" pamit Richard. Monic, Nishi dan Bi Asih mengangguk. Hanya Sally yang menggerutu habis habisan dalam hati. Benar benar sial, belum sempat ngobrol, udah main kabur aja....
"Oh ini ya teman teman Non Sally?" sapa Bi Asih ramah. "Ayo silakan minum. Pasti kalian haus sekali."
Tanpa menunggu komando dua kali, Monic dan Nishi menenggak isi gelasnya masing masing hingga tuntas. Tapi Sally tidak! Tentu Bi Asih heran melihat Sally hanya diam tanpa menyentuh gelasnya.
"Non... kok melamun?" tegurnya mengagetkan Sally. Monic menoleh ke arah Sally dengan wajah bingung.
"Kenapa, Sal? Kamu sakit?"
"Ah tidak ada apa apa!" sahut Sally gugup. "Lagi ingat yang di rumah aja."
"Bukannya ngelamunin cowok barusan? Mas Richard?" sindir Nishi sambil menahan senyum. Monic terkikik geli. Sally melotot ke arah Nishi. Mereka belajar telepati dimana sih kok bisa menebak dengan tepat apa yang ada di pikiranku?
Ketika Sally mencubit Nishi, Monic malah ikut menggodanya. "Tadi dia sempat menanyakan kamu lho, Sal. Wah kamu pasti bakal ke ge-er an deh."
Tidak urung Sally penasaran juga. "Nanya apa?"
Monic saling pandang dengan Nishi sambil menahan tawa. Bi Asih segera berinisiatif untuk menyingkir. "Bibi taruh tas tas ini ke kamar ya Non?" katanya sambil mengangkat tas mereka.
"Iya Bi. Terima kasih ya?" sahut Sally. Lalu setelah Bi Asih pergi, dia segera mendesak ke dua sahabatnya lagi. "Tadi dia nanya apa sih?"
"Dia tanya begini, 'Eh itu yang cucunya pak Soemantri siapa sih namanya?' Ya kita jawab namanya Sari, eh bukan, Sally. Terus dia nanya serius banget ke kita, 'Sudah punya pacar atau belum?'"
"Terus kalian jawab apa?" tanya Sally harap harap cemas. Monic tersenyum senyum. Bahkan Nishi sudah tertawa tergelak gelak. Rasanya senang sekali bisa membuat wajah sahabatnya jadi aneh begitu. Stres, cemberut, merah padam. Persis warna pelangi ya?
"Kita jawab aja kalau Sally itu sudah dijodohkan oleh orang tuanya, sudah tunangan, bahkan segera mau dikawinkan saat lulus kelas 12...."
"Monic!" Sally memekik dengan panik. "Fitnahmu lebih kejam dari pembunuhan!"
"Bodo amat!"
Monic dan Nishi makin tergelak gelak.
- - -
Jangan lupa author tunggu komen dan like nya ya pembaca....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments