EPISODE 4

Setelah menikmati makan malam, mereka bertiga mandi. Tentu saja mandi bersama. Kalau sendiri sendiri menuju kamar mandi, pasti tidak berani. Maklum semua kamar mandi di rumah kakek Soemantri yang berjumlah tiga buah itu letaknya terpisah dengan rumah induk. Terletak di halaman belakang, yang kalau malam seperti ini mampu membuat bulu kuduk merinding. Sangat berbeda dengan kamar mandi di rumah orang tua mereka masing masing di Surabaya. Semua kamar mandi pasti menyatu dengan rumah induk, bahkan tidak jarang yang berfungsi sebagai kamar mandi pribadi karena letaknya dalam kamar tidur. Persis seperti kamar hotel.

    Habis mandi, ke tiga cewek manis itupun berkumpul di kamar. Meskipun di kamar itu terdapat sebuah tempat tidur king size dan sebuah lagi berukuran queen size, mereka lebih suka menyatukannya menjadi sebuah tempat tidur super besar. Supaya kalau ada yang mengalami mimpi indah, yang lain bisa ketularan katanya.

    "Rumah kakekmu ini gede banget Sal... tapi rasanya kurang penghuni," Monic membuka suara sambil mengeluarkan isi tas ranselnya dan menatanya di lemari.

    "Iya, sepi banget rasanya," timpal Nishi.

    "Bi Asih bilang, kakek Soemantri dan Om Soni baru akan kembali besok siang atau sore. Mungkin mereka menengok perkebunan yang di Ambarawa. Kan besok hari minggu dan Om Soni libur," sahut Sally.

    "Sialnya, cowok cowok keren yang kos di sini pada keluar semua ya?" tanya Monic lagi.

    "Sok tahu kamu, Mon... tahu dari mana kalau mereka keren?" sahut Sally.

    "Yaelah, Sal.... kan kamu bilang mau mengenalkan mereka kepada kita? Kalau mereka ga keren, ya aku tidak mau," sahut Monic tidak mau kalah.

    Sally cuma bisa nyengir teringat janjinya.

    "Hehehe... iya iya. Tapi ini kan malam minggu Mon? Mana ada anak muda yang mau tinggal di rumah? Mungkin cuma Anton, si culun kutu buku, yang naksir kamu itu yang mau ngendon di rumah pada malam minggu begini." Kalimat terakhir Sally mampu membuat Monic mendelik. Matanya yang indah itu membulat sempurna.

    "Sembarangan!" Monic mengambil bantal dan melemparkannya kepada sahabatnya.

    "Eh bener lho Mon! Coba kamu terima cintanya, pasti malam minggu begini si Anton tidak harus tinggal di rumah karena harus ngapeli kamu," Nishi ikut ikutan menggoda.

    "Ini lagi.... sama aja kayak Sally. Sudah sudah, ganti topik!" kata Monic sewot. Nishi tergelak. Tapi Sally malah terdiam. Cuma sebentar. Lalu dia juga tertawa. Senang rasanya bisa menggoda Monic yang biasanya justru suka menggodanya.

    "Cowok cowok itu pada ngapelin pacarnya kali ya malam minggu begini?" tanya Nishi

    "Memang sudah pada punya pacar? Yaaa... sia sia dong aku ikut ke sini? Mau nyabet siapa?" keluh Monic cemberut.

    Sally tertawa kecil.

    "Don't worry, kawan! Setahuku yang punya pacar itu cuma Mas Wisnu, Mas Rendy dan Mas Joni. Kalau Mas Santoso dan Mas Beni rasanya masih jomblo. Pas kan? Masing masing satu buat kalian hehehe," sahut Sally.

    "Waduh, cuma tinggal dua ya? Tidak ada pilihan dong?" tanya Nishi.

    "Ya tinggal tukar aja sama Monic," sahut Sally asal asalan.

    "Memangnya sepatu bisa dipertukarkan?"

    Ketiganya tertawa cekikikan.

    "Eh. kalau si Richard itu tadi sudah punya pacar atau belum ya?" Sally tiba tiba ingat cowok tinggi besar yang simpatik itu. "Moga moga saja belum."

    "Hm.... siapa tahu kalau malam ini dia lagi ngapelin pacarnya?" Monic melihat kesempatan untuk membalas Sally.

    "Sok tahu kamu, Mon!" sahut Sally keki. Monic tertawa senang.

    "Dia tadi kembali karena ada yang ketinggalan. Jangan jangan hadiah buat pacarnya yang ketinggalan tadi." Monic masih melanjutkan godaannya. Sally jadi makin keki.

    "Masa sih?" wajah Sally tiba tiba muram. Monic malah tergelak.

    "Memangnya kenapa kalau dia belum punya pacar?" Nishi ikut ribut. "Naksir? Heiiii.... Hermanmu mau dibuang kemana?"

    Sally mau membalas tapi diurungkannya. Mendadak saja dia tertegun dan wajahnya berubah mendung. Ke dua sahabatnya tentu saja heran dengan perubahan tersebut.

    "Sal?"

    Nishi menjadi tidak enak hati melihat Sally masih tetap terdiam.

    "Maaf ya Sal..... aku tahu hubungan kalian berdua sedang tidak baik baik saja," bisik Nishi. Posisinya yang berada di tengah membuatnya makin jengah melihat Sally tidak bereaksi. "Tapi sebagai sahabat, boleh dong aku mengingatkan bahwa masih ada Herman di Surabaya. Bukan karena aku iri kamu naksir si Richard, tapi masa sedemikian berat masalah kalian sehingga kamu berpaling hati?"

    Sally menoleh ke arah Nishi. Dia memberikan senyumnya yang paling manis.

    "Terima kasih Nis," katanya penuh tekanan. "Tidak apa apa kok! Udah ah, ngapain kita ngomongin orang yang tidak ada di sini?"

    "Iya... cowok cowok itu juga belum pada pulang. Kita mau ngapain ya? Tidur aja yuuuk..." ajak Monic

    "Yaaa.... masa baru jam segini sudah mau molor? Kita kan mau menikmati liburan, bukan pindah tidur," sahut Nishi.

    "Kita jalan jalan ke Malioboro aja yuk? Tidak terlalu jauh kok dari sini. Kalian belum pernah ke sana kan?" ajak Sally.

    "Mauuuu!" seru Monic dan Nishi kompak.

    "Sebentar ya? Aku pinjam kunci dulu pada Bi Asih. Supaya kita tidak terlunta lunta seperti tadi kalau pulang," kata Sally sambil berjalan menuju kamar belakang. "Kalian pesan taksi online aja sekarang."

    "Siap ndoro!" sahut Nishi.

Di sepanjang jalan Malioboro, Monic dan Nishi benar benar menikmati ikon kota Yogyakarta yang terkenal itu. Sally cuma tersenyum mengamati ke dua sahabatnya. Walaupun belum berniat membeli apa apa, karena mereka masih akan lama tinggal di rumah kakek Soemantri, Monic dan Nishi sibuk mengamati berbagai barang yang dijual. Kebanyakan merupakan hasil karya seniman dan penduduk lokal. Berbagai pakaian batik, barang barang kerajinan, cendera mata, mainan anak anak zaman dulu yang sudah jarang dijumpai di Surabaya dan masih banyak lagi. Pemerintah Daerah benar benar mendukung Malioboro sebagai ikon kota Yogya.

    "Duuh.... lumayan capek ya?" kata Nishi setelah berjalan bolak balik dari ujung ke ujung Malioboro. "Ke Cafe di depan itu yuk?"

    "Okay! Aku juga capek," sahut Monic di iyakan oleh Sally.

    Mereka bertiga pun menyeberang jalan menuju sebuah cafe yang tidak terlalu ramai dan memesan minuman kesukaan masing masing.

    Sambil menyesap minumannya, ketiga gadis itu mengamati kegiatan perdagangan yang masih tetap ramai walaupun waktu sudah menunjukkan jam setengah sepuluh malam.

    "Eh..Monic, Nishi, coba kamu lihat cowok itu. Kayak Mas Richard," seru Sally.

    "Hah? Yang mana?" tanya Nishi.

    "Itu.. tuh, yang bareng cewek pakai kemeja biru." Sally menunjuk pada sepasang muda mudi yang baru turun dari delman. Jantungnya berdetak lebih kencang.

    "Iya.... tapi.... ah bukan," Monic menimpali sambil menajamkan matanya mengikuti telunjuk Sally. Sementara pasangan yang mereka perbincangkan malah menyeberang jalan dan berjalan menuju cafe tempat ketiganya bersantai.

    "Nah... bukan Mas Richard, kan?" kata Monic setelah pasangan itu makin dekat. Dia tertawa geli melihat wajah Sally merona merah karena malu.

    Sialan, kenapa aku mikirin dia ya? pikir Sally. "Eh iya, bukan! Cuma mirip aja."

    "Yaelah... teman kita ini benar benar lagi kasmaran sejak pandangan pertama, Mon!" kata Nishi cekikikan.

    "Nis.... jangan keras keras. Nanti mereka dengar," kata Sally cemberut.

    Monic dan Nishi tergelak gelak. Sally makin malu. Buset, kenapa aku bisa jadi kacau begini ya?

-------------------------------------------------

Tetaplah terus mendukung author ya teman teman.........

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!