ANTARA SURABAYA DAN YOGYAKARTA
Hari sudah menjelang malam ketika tiga orang gadis remaja turun dari sebuah taksi di depan sebuah rumah kuno yang cukup megah di bilangan jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta. Salah seorang diantara mereka mendorong pintu pagar besi yang ternyata tidak dikunci. Tapi ketika baru saja ketiganya menginjakkan kaki mereka di halaman luas rumah megah tersebut, mereka langsung disambut oleh gonggongan anjing. Serentak dua diantara ketiga gadis manis tersebut terpekik kaget dan lari tunggang langgang. Gadis yang barusan membuka pagar malah tertawa melihat kehebohan kedua temannya.
"Sialan! Tuh anjing curiga amat! Mungkin dikiranya kita ini maling kali ya? Mana ada maling secantik aku? Dasar anjing...." Monic mengomel dengan napas turun naik tak teratur. "Hush....hush.... sana pergi!"
Bukannya pergi, anjing yang tidak seberapa besar namun dengan bulu coklat tebal itu malah mendekati ke tiga gadis itu sambil menjulurkan lidahnya. Matanya menyorot tajam sambil mengibas ngibaskan ekornya yang bagus.
Nishi, yang bertubuh kurus dengan wajah keturunan cina, malah mempererat pelukannya pada Monic. Sementara Sally, yang tadi membuka pagar, dengan susah payah membujuk anjingnya.
"Tenang sobat! Sinta memang suka begitu kalau ada orang yang belum dikenalnya. Tapi percayalah, dia tidak bakal menggigit kok. Asal kalian tidak ribut aja," kata Sally menenangkan ke dua sahabatnya.
"Apa, Sal? Sinta? Anjingmu namanya Sinta?" tanya Monic dan Nishi hampir bersamaan
"Iya! Emang kenapa kalau namanya Sinta? Kalian keberatan?" jawab Sally.
"Keberatan nama, Sal. Mending kalau anjingmu cantik. Lha ini, sudah jelek, galak lagi," ejek Monic yang masih sakit hati karena ketakutan dengan gonggongan Sinta tadi
"Yeeee.... yang lagi sakit hati. Sssst, Sinta... sini sini. Ini teman teman Sally. Jangan digigit ya? Eh, kenalan dulu dong?" Sally tidak terima anjingnya dibilang jelek oleh teman temannya.
"Hah?!" Monic dan Nishi saling berpandangan dengan mata terbelalak. Tidak tahu mau bilang apa mendengar kata kata Sally. Tapi sedetik kemudian, ke duanya melotot ke arah Sally sambil berkacak pinggang.
"Apa apaan sih kamu?" sembur Nishi dengan wajah di galak galakkan. Tapi matanya yang sipit justru membuatnya kelihatan lucu. "Baru ketemu dan lihat wujudnya aja sudah grogi, lha kok mau dikenalin segala!"
Sally cuma nyengir mendengar ketakutan si kurus.
"Mending kalau kamu kenalin kita kita sama cowok cakep....," timpal Monic.
Merasa bersalah, Sally segera menyuruh pergi anjingnya. Tapi anjing itu malah menyalak lagi. Kali ini Sally tidak perduli.
"Ayo Sinta, pergi sana!" perintah Sally sambil mengibaskan ke dua tangannya memberi isyarat agar anjing tersebut segera menyingkir dari tempat itu. Sinta tidak jadi menyalak lagi, karena gadis bernama Sally itu kini melotot marah. Sinta langsung mengkeret. Mendengus dengus kecil, menunduk, kemudian berbalik dan melangkah pergi.
Setelah Sinta pergi, barulah Monic dan Nishi merasa lega.
"Wuiiihhh, kamu bisa galak juga rupanya Sal!" celetuk Nishi sambil menarik napas lega dan melepaskan pelukannya pada Monic.
"Beda jauh dengan di kelas ya, Nis? Mana pernah kita lihat si Sally galak di kelas. Selalu baik hati dan lemah lembut. Sering traktir teman. Pantas aja banyak yang naksir. Hehehe....," Monic menimpali ucapan sahabatnya.
"Yeeee..... kalau ada maunya tuh. Bilang aja minta ditraktir." Sally tersenyum kecil dan membetulkan letak ransel di punggungnya.
Ke tiga sahabat itu tertawa bersamaan.
"Yuk, kita lewat pintu samping aja," ajak Sally. "Biasanya jam segini mereka suka pada nonton TV di ruang tengah.
Tanpa banyak protes, Monic dan Nishi segera mengikuti Sally. Mereka melintasi jalan setapak taman itu menuju halaman samping. Suasana tampak remang remang, apalagi beberapa pohon yang cukup tinggi juga tumbuh di taman tersebut. Di Yogyakarta masih banyak rumah rumah kuno yang halamannya ditumbuhi pohon pohon tinggi. Berbeda dengan Surabaya dan Jakarta yang lebih banyak memiliki halaman beton.
Dengan bantuan lampu taman, Nishi melihat arloji mungil yang melingkar ditangannya yang ceking. Pukul tujuh lewat sepuluh menit. Gila. Baru jam segini kok sudah sepi? Beda sekali dengan Surabaya yang justru makin ramai pada jam segini.
Sally cepat cepat mengetuk pintu kokoh yang terbuat dari kayu jati tua itu, sementara Nishi dan Monic cuma duduk di anak tangga sambil menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru taman. Sally kembali mengetuk. Tapi sampai lama tidak ada sahutan atau tanda tanda bahwa pintu bakal dibuka.
"Lama sekali, sih Sal?" Jangan jangan sudah tidur semua. Tapi masa baru jam segini sudah tidur sih?" omel Nishi tak sabar.
Monic juga ikut mengeluh. "Jangan jangan memang sudah tidak ada penghuninya lagi. Kakek kamu sudah pindah kali."
Sally menoleh ke arah ke dua sahabatnya dengan wajah kesal.
"Cerewet, ah! Kalau kakek sudah pindah, memangnya siapa yang beri makan Sinta? Gendruwo di pojok halaman itu?"
Monic dan Nishi langsung terdiam dan memandang pojokan taman yang memang lebih gelap dari sekitarnya. Tanpa mengenal putus asa, Sally mengetuk pintu lagi. Lebih keras.
"Kakeeek....!" seru Sally. "Keeek.... ini Sally datang, Keeeek....!"
Monic dan Nishi saling pandang sambil geleng geleng kepala. Ampun deh, orang tua mana yang tahan punya cucu suka teriak teriak dengan suara jelek begitu? Tapi Sally kelihatannya tidak perduli. Dia nekat teriak teriak lagi. Nishi mendadak kuatir bila teriakan Sally nanti membangunkan tetangga kanan dan kiri.
"Jangan teriak teriak, Sal. Ini sudah malam," Nishi berusaha mengingatkan sahabatnya.
"Udah tahu!" sahut Sally keki.
Ketika Nishi hendak membuka mulut lagi, tiba tiba Monic menyenggol lengannya.
"Nis, coba kamu lihat yang di pojok taman itu. Apa itu yang melambai lambai?" bisik Monic sambil merapatkan tubuhnya ke sisi Nishi. Mata Nishi yang sipit membelalak ketika ia ikut menoleh ke arah yang dimaksud oleh Monic. Pojok halaman yang gelap gulita itu memang membuat kulitnya merinding. Haaah! Memang benar ada yang melambai lambai di sana.
"Hiii! Apa ya itu Mon? Masa mbak Kunti?" Nishi menutup mulutnya yang hampir saja memekik. Tubuhnya menggigil, entah karena kedinginan atau ketakutan. Di luar dugaan, Monic malah tertawa geli. Tapi ditahannya. Dia senang bisa membuat temannya ketakutan. Dasar Nishi penakut! Itu kan cuma daun tanaman yang tertiup angin, pikirnya geli. Tapi Nishi mana mungkin berpikir sama dengannya. Buktinya, dia masih saja memeluk erat tubuh Monic dengan wajah pusat pasi.
"Sal.... aku takut nih! Kita cari hotel aja ya?" Nishi nyaris terisak.
"Apaan, sih? Kita kan sudah sepakat mau menginap di rumah kakek?" tanya Sally bingung. Nishi langsung menunjuk ke sudut halaman yang ditunjukkan Monic tadi. Sally mengikuti telunjuknya dan mengamati dengan seksama. Matanya ditajamkan mencoba menembus gelapnya malam. Monic justru makin terpingkal pingkal. Tapi.....
"Ohh!" Sally seketika tergagap gagap. "Disitu... disitu...ehm, di sudut itu memang biasanya agak angker!"
Maunya menggoda Nishi. Tapi mendengar perkataan Sally, Monic terlonjak dari duduknya seketika. Tawanya lenyap. Matanya yang bagus membelalak lebar. Nishi semakin erat memeluknya. Malah kini isaknya mulai terdengar.
"Yang benar!" pekik Monic tertahan. Napasnya naik turun. Tapi Sally cuma mengangguk sekilas dan segera menghadap pintu dan mulai menggedor gedor pintu lagi.
"Tidak perlu aku repeat. Nanti kalian malah pingsan, aku yang repot menggotong kalian. Mau digotong kemana? Mana pintunya belum dibukain lagi," sahut Sally dengan tampang cuek. "Lebih baik kalian bantu aku mengetuk pintu ini. Kalau perlu kalian gedor. Ok?
"Tapi Sal, apakah....apakah omongan kamu tadi beneran?" kejar Monic penasaran.
Hmm, ngeper juga dia, pikir Sally geli. Makanya jangan suka menakut nakuti orang lain.
"Buat apa aku berbohong? Kalau tidak percaya, silakan ke sana sendiri," balas Sally sambil melepaskan cengkeraman Monic yang makin kuat di bahunya. Ia kembali mengetuk pintu lebih keras.
"Sal, aku benar benar takut nih," isak Nishi memelas. "Please help me, Sal....."
"Help, help!" gerutu Sally pura pura kesal. "Kalian kira aku juga tidak ngeri?"
"Kenapa sih Sal, kok kamu tidak bilang kalau rumah kakekmu angker seperti ini?" Monic mengguncang guncang lengan Sally. Keringat dinginnya mulai bermunculan. Sally susah payah menahan tawa yang nyaris meledak.
"Yeeee, katanya paling suka baca cerita horor. Tapi baru disini aja sudah ketakutan setengah mati," olok Sally dengan santai. Nishi dan Monic merapat ke tubuhnya sehingga Sally jadi risi.
"Sal, kenapa sih pintunya dari tadi tidak dibuka juga?" Monic mulai curiga.
"Apa kamu sudah yakin benar kalau ini rumah kakekmu? Jangan jangan kita kesasar di rumah hantu nih..." Nishi menyambung ucapan Monic.
"Huss!" gertak Sally. "Apa apaan sih kamu, Nis? Jangan ngaco, ah! Masa aku ga kenal rumah kakekku sendiri? Dulu aku juga tinggal di sini."
"Habis.... sepi banget sih," keluh Nishi dengan nada putus asa. Sally juga mulai merasa lelah. Dia juga heran, kenapa tidak ada seorang manusia pun yang keluar? Pada kabur kemana semuanya? Masa sudah pada tidur semua? Ah, kan baru jam segini? Masih sore, pikirnya.
"Waduuuh, kalau sampai nanti malam pintu ini tidak ada yang membukakan juga, berarti penghuninya memang lagi tidak di rumah," kata Sally sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Monic dan Nishi langsug menatap kepadanya dengan raut wajah cemas.
"Artinya?" tanya keduanya, seolah meminta keputusan lebih lanjut. Sally cuma angkat bahu.
"Yaaah, apa boleh buat?" sahut Sally dengan tenang. "Berarti malam ini kita harus rela tidur di depan pintu ini."
"Di sini????" pekik Nishi dan Monic hampir bersamaan.
Sally menganggukkan kepalanya dengan mantap.
"Aduuuh mama! Karma macam apa pula yang harus diterima anakmu ini?" gerutu Monic.
"Apa tidak ada tempat yang lebih seram lagi, Sal?" tanya Nishi, tidak bisa terima dengan penjelasan Sally.
"Oh ada, ada!" sahut Sally bersemangat. "Tuh, di situ tuh! Di sudut taman itu, kalian bisa tidur sambil mendengarkan alunan musik jazz dari para demit, kunti dan jin...."
Tiba tiba terdengar suara Sinta menyalak, entah dari mana anjing itu, dan berlari menuju pintu pagar depan. Samar samar tampak bayangan seseorang mendorong pintu pagar yang tinggi itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments