#Luka Yang Belum Kering

Vina turun dari motor besar Eky dan melepas helm yang dipakainya. Eky tidak langsung menjalankan motornya, ia tebar pesona terlebih dulu ke anak- anak sekolah Vina. Membuat Vina hanya memutar bola matanya, ia merasa malu memiliki kakak seperti Eky. Vina sudah kepalang malu, ia pun segera pergi darisana.

“Nanti gue basket, nggak bisa jemput!” teriak Eky.

Mendengar teriakan Eky, langkah Vina otomatis terhenti. Ia segera berbalik hendak memberikan helmnya pada Eky, karena dirinya malas membawa helm. Namun naas, Eky sudah menghilang entah kemana. Dengusan sebal meluncur dari hidung mancung Vina.

“Minggir lo! Halangin jalan gue,” hardik seseorang membuat Vina menyingkir seketika.

Teo dengan mengayuh sepedanya santai melewati Vina yang masih dalam mode kagetnya. Teo menoleh dan menampilkan cengirannya. Hampir saja helm yang dibawa Vina melayang ke kepala cowok pecinta sepeda itu.

Kernyitan dahi tercipta didahi Candra yang tertutup poni melihat Vina datang bersama dengan sang ketua kelas, bukan kebersamaan keduanya yang membuat Candra heran. Namun wajah cemberut Vina yang membuatnya heran.

“Ngapa wajah lo lecek gitu? Lupa di setrika?” tanya Candra plus ledekannya.

“Lo bawa motor?”

“Bawa. Kenapa?” tanya Candra curiga.

“Pulang gue nebeng ya.”

Benar dugaan Candra yang sedaritadi sudah curiga dengan pertanyaan Vina, “Baru juga datang lo, udah ngomongin pulang aja. Bang Eky kemana?”

“Basket dia, mana gue lupa ngasih helmnya ke dia.”

“Poor for you. Lo jadi beli kucing?”

“Iya, dianter Kak Galang kemarin.”

“Eciee… gebetan baru nih.”

Vina hanya menjitak kepala Candra sebagai jawaban dan tidak lama kemudian bel masuk berbunyi dibarengi dengan guru pelajaran pertama masuk kelas yang sangat gaduh ini.

...🐈🐈🐈...

Benar saja ketika bel pulang berbunyi, Vina segera mengekor Candra. Takut dirinya ditinggal Candra yang sering menghilang entah kemana. Vina mengambil helmnya di loker dengan tangan masih mengapit lengan Candra.

“Gue nggak bakal kabur kali,” decak Candra sebal.

“Nggak percaya gue.”

Mereka berdua pun berjalan menuju gerbang, tapi langkah Candra tiba- tiba berhenti. Membuat Vina juga spontan ikut menghentikan jalannya, ia menatap Candra bingung.

“Ngapa lagi, Can?”

“Ngapain si Juno disini?”

“Hah? Mana?”

Vina segera mengalihkan pandangannya pada gerbang sekolah dan menemukan seorang cowok yang sangat mencolok tengah menyender pada motornya, seragam mereka berbeda.

“Lo berdua udah putus, kan? Atau dia punya temen disini?” tanya Vina.

“Udah lama gue putus dari dia, tapi ya gitu. Si Juno masih suka chat gue. Mana ada temen disini dia,” jawab Candra murung,

“Gue keluar lewat belakang ya? Entar kita ketemuan di warung Mpok Munah,” lanjut Candra dan sudah melesat pergi sebelum Vina sempat melontarkan protesnya.

Alhasil Vina cemberut dengan mendorong motor milik Candra, tentu dirinya mendapat tatapan aneh dari anak- anak lain. Mana ada dua helm di motor itu, tadi dirinya lupa memberikan helmnya pada Candra. Benar dugaan Vina, ia dicegat oleh Juno yang notabene memang mengenal Vina.

“Ini motor Candra, kan? Dimana dia?” tanya Juno yang sudah sangat hapal dengan motor mantan pacarnya itu.

“Iya, dia balik duluan tadi. Sakit jadi izin,” bohong Vina dan kembali melajukan langkahnya. Namun Juno masih menahannya.

“Tunggu! Kenapa lo dorong motornya? Helmnya juga masih disini? Dia dianter siapa?”

Vina mendengus dan berusaha melepas cekalan ditangannya, “Kunci motornya kebawa sama dia, tadi dianter guru. Udah ya, gue mau balikin nih motor.”

“Lo dorong sampe rumah Candra?” tanya Juno masih curiga.

‘Kenapa sih nih cowok masih nggak berubah? Alesan apalagi gue? Si Candra dosa apa pernah pacaran sama nih makhluk,’ batin Vina gedek.

“Iye, kenape? Lo mau ngeremehin gue?!” nyolot Vina.

“Gue aja yang bawa motornya.”

‘******!’

“Ngg…”

“Vin? Belom balik lo?” tanya Dafa membuka kaca helmnya.

“Dafa? Nah, kebetulan nih. Lo bisa tolongin gue?” tanya Vina penuh harap, ini jalan satu- satunya agar dirinya bisa bebas dari Juno.

“Apa?”

...🐈🐈🐈...

Vina benar- benar menghela nafas lega, ia mendaratkan bokongnya di kursi panjang warung Mpok Munah. Disana Candra menunggu dengan wajah ditekuk karena daritadi digoda anak- anak badung yang nongkrong disana. Salah Candra juga yang meminta Vina untuk bertemu disitu. Namun juga Candra tidak menyangka jika Vina akan butuh waktu yang lama.

“Lama bener lo? Ini kenapa ada Dafa juga?” tanya Candra sewot.

“Sumpah! Si Juno salah makan ato apa sih? Ngebet banget pengen ketemu lo. Lo juga! Kenapa kuncinya nggak kasih ke gue? Untung ada Dafa. Thank’s, Fa.”

“Tadi siapa sih?” tanya Dafa penasaran.

“Mantan gue,” jawab Candra meringis. Namun detik berikutnya ia melotot.

“Cabut! Buruan cabut! Juno kesini! ****** gue,” pekik Candra kalut.

“Cepet, Vin! Naik!” perintah Candra.

“Mampus! Gue juga bakal kena kalo ketangkep. Buruan!”

Candra segera menggas motornya sebelum Juno sampai di tempat mereka, sementara Dafa masih bingung dengan apa yang terjadi.

“Fa! Buruan kabur!” teriak Vina.

“Ikutin gue cepet!” perintah Dafa mendahului laju motor Candra.

Mereka bertiga berhenti di sebuah danau terpencil yang letaknya cukup jauh dari sekolah. Vina menyeka keringatnya yang mengucur deras, jantungnya masih marathon. Begitu juga Candra yang tangannya masih gemetar karena pertama kali seumur hidupnya ia mengendarai motor gila- gilaan.

“Lo pulang ke rumah, Can?” tanya Vina.

“Nggak tau, takut dia ada di rumah gue. Tau sendiri si Juno gimana orangnya.”

Vina mengangguk dan pandangannya beralih pada Dafa yang duduk memisahkan diri, ia tengah memandang ke tengah danau.

“Gue balik ke rumah budhe gue dulu kayaknya,” ucap Candra, “Ayo gue anter lo dulu.”

“Nggak usah, lo balik aja. Ntar gue bisa chat Bang Eky buat jemput,” tolak Vina.

“Oh! Lo bareng Dafa aja, buat kali ini nggak apa- apa. Lagian dia juga udah bantu kita.”

“Ngga…”

“Fa! Gue mau balik duluan, gue nitip Vina ya? Anterin dengan selamat sampe rumahnya,” pinta Candra.

“Gue duluan ya? Thank’s, Fa, Vin.”

Selepas kepergian Candra, suasana hening. Tidak ada yang membuka suara, baik Dafa maupun Vina. Ia sungkan mengajak Dafa pulang duluan. Sementara Dafa sepertinya masih nyaman berada disini.

Vina tidak lupa dengan tempat ini, danau yang sering mereka kunjungi semasa pacaran dulu. Ia sempat kaget tadi pada Dafa yang mengarahkan mereka pada tempat ini.

Mendadak suasana hati Vina menjadi mellow lagi. Ia melempar- lempar batu pada danau. Duduk mereka berjauhan dengan pohon yang memisahkan. Diam- diam Dafa melirik pada Vina, penasaran apa yang tengah dilakukan gadis itu. Ia tahu jika Vina kembali sedih. Dafa berdiri dan menghampiri Vina yang tengah menopang dagu.

“Mau balik sekarang?” tanya Dafa.

“Ayo,” jawab Vina cepat dan segera bangkit.

Dafa menatap punggung Vina yang berjalan menjauh. Ia segera mengikutinya dari belakang.

“Pake ini,” Dafa menyampirkan jaketnya pada bahu Vina.

Vina diam tidak menjawab, tapi ia menurut dan memakai jaket milik Dafa. Dafa menstater motornya.

“Gue masih tunggu alasan lo, Fa,” ucap Vina yang telah duduk di belakang.

“Kenapa lo putusin gue? Gue ada salah?” tanya Vina lagi karena tidak mendapat jawaban dari Dafa.

Masih belum ada jawaban dari Dafa, motor sudah melaju mulus di jalan raya. Vina masih menunggu mulut Dafa untuk menjawab. Namun sampai memasuki perumahan Vina, Dafa masih saja bungkam.

“Apa karena Fena?”

DUKK!

Suara helm yang saling berbenturan terdengar nyaring. Dafa mengerem mendadak mendengar pertanyaan Vina yang satu ini. Sementara Vina mengusap dahinya yang terasa sakit. Namun tak lama Dafa kembali melajukan motornya, membuat Vina berspekulasi yang tidak- tidak. Mata Vina terasa memanas, melihat respon Dafa berarti memang benar jika cowok itu ada rasa dengan Fena.

“Turun!” perintah Dafa, “Jaket gue balikin besok aja. Atau biar Eky yang bawa,” lanjutnya langsung meng- gas motornya menjauh dari rumah Vina.

Sementara Vina masih berdiri di depan dengan pandangan nanar melihat kepergian Dafa. Vina tidak bisa menahan laju air matanya. Ia langsung masuk rumah dengan pandangan menunduk, tidak mau ada siapa pun yang melihat keadaannya saat ini.

“Loh? Lo dianter Dafa ya?” tanya Eky melihat Vina masuk rumah dengan jaket milik Dafa.

Vina tidak menjawab, ia segera melepas jaket itu dan melemparnya di sofa begitu juga dengan helmnya. Lalu tanpa sepatah kata ia masuk kamar dan menguncinya rapat.

“Lah? Kenapa tuh bocah?” gumam Eky bingung dan memungut jaket itu, “Bener ini punya Dafa.”

...🐈🐈🐈...

Air mata masih membasahi pipi Vina, ia tengah tiduran tengkurap. Belum berganti baju sejak pulang tadi. Vina sebenarnya juga benci dengan dirinya sendiri, mengapa ia begitu lemah. Ia hanya tidak terima dengan Dafa yang tanpa penjelasan memutuskannya. Padahal tidak ada masalah dalam hubungan mereka. Vina meraih sebuah boneka sapi dan meremasnya kesal.

“Sebel gue sama lo! Sana jadian aja sama Fena! Nggak akan peduli gue,” geram Vina menunjuk- nunjuk boneka itu.

“Lo bener- bener busuk, Fa! Benci gue sama lo!”

“Dasar manusia plin- plan!”

Vina membuang boneka itu asal, ia terengah- engah setelah puas melampiaskan emosinya. Namun tetap saja air matanya tidak mau berhenti keluar. Suara ketukan pintu membuyarkan kegalauan Vina.

“Dek?” panggil Bunda masih mengetuk pintu kamarnya.

Beliau mendapat laporan dari Faris yang mengatakan bahwa kakak perempuannya itu aneh sejak pulang tadi, “Bunda boleh masuk?”

Vina mengelap air mata dan ingusnya, lalu bangkit untuk membukakan pintu. Didepan pintu, Bunda membawa sepiring nasi beserta lauk juga minuman dingin untuk Vina. Vina melirik pada ujung tangga, dimana terdapat dua cowok yang tengah kepo. Ia menarik Bunda untuk masuk kamarnya dan kembali menguncinya.

“Kamu kenapa, Dek? Ada masalah? Cerita sama Bunda,” ucap Bunda yang sudah duduk lesehan di karpet bulu milik Vina, “Sambil makan ya?” lanjutnya meletakkan piring dan gelas itu pada meja kecil didepannya.

Vina mengangguk dan menuruti permintaan Bunda, ia duduk didepan Bunda. Vina mulai bercerita dengan sesekali menyendok makanannya. Sementara Bunda hanya mendengarkan tidak memotong sama sekali. Vina menyelesaikan ceritanya bersamaan dengan suapan terakhirnya. Vina tipe perempuan yang malah banyak makan ketika galau, ia senang makan makanan manis jika mood- nya sedang jelek.

“Loh, jadi kalian udah putus?” komentar Bunda yang baru membuka suara.

Vina memberengut, “Ih Bunda! Udah lama Vina putus.”

Bunda terkikik geli melihat wajah cemberut putri satu- satunya itu. Ia sangat senang jika Vina lebih terbuka pada keluarganya. Sebenarnya Ayah dan Bunda tidak melarang jika anak- anaknya menjalin hubungan, tapi mereka tetap memberi batasan agar anak- anak mereka tak melewati batas.

“Dulu Ayah dan Bunda juga sering putus- nyambung gitu, ada aja masalah yang datang silih berganti…”

“Tapi Bun, kita nggak ada masalah. Tiba- tiba aja Dafa putusin Vina, setiap kali Vina tanya alasannya nggak mau jawab dia.”

“Mungkin tanpa sadar Vina ada salah, udah minta maaf sama Dafa?”

“Vina nggak salah, Bun. Vina selalu nurut apa kata Dafa.”

Bunda tersenyum, perilaku dan sifat Vina mengingatkannya ketika masa- masa pacaran dulu bersama Ayah. Bunda dan Vina yang menjunjung tinggi bahwa wanita itu selalu benar dan tidak pernah salah. Namun Bunda berusaha untuk menurunkan egonya, sepertinya ia juga harus berusaha lagi agar Vina tidak melakukan hal yang sama.

“Coba bicarain dulu sama Dafa. Putus juga harus baik- baik, jangan sampai ada pihak yang tersakiti dan menyakiti,” pesan Bunda.

Bunda keluar dari kamar Vina dengan membawa piring serta gelas kosong. Beliau disambut wajah penuh pertanyaan Eky dan Faris yang sedaritadi menguping didepan pintu. Namun Bunda tidak mau memberitahu kedua anaknya itu, beliau berjalan menuju dapur dengan diikuti Eky dan Faris.

“Kalian kenapa sih? Ngintilin Bunda terus,” ucap Bunda jengah.

“Kita kepo, Bun,” jawab Faris diangguki Eky.

“Kepo kenapa?”

“Kenapa Vina pulang- pulang ngamuk gitu?” tanya Eky, “Eh? Jangan- jangan karena Dafa, ya?” lanjutnya.

“Kak Dafa kenapa?” Faris mengernyitkan dahinya.

Bunda hanya menggelengkan kepalanya dan meninggalkan kedua anaknya itu.

“Tadi pulang dianter Dafa dia.”

“Kok bukan Bang Eky yang jemput?!” ucap Faris nge- gas.

“Gue basket tadi,” cengir Eky membuat Faris mendengus sebal.

“Terus Kak Vina diapain sama manusia satu itu? Sampe nangis gitu, awas aja kalo dia berani macam- macam sama Kak Vina! Gue bejek- bejek tuh manusia,” marah Faris dan masuk ke kamarnya.

Sementara Eky mengacak rambutnya frustasi, tak tahu harus bagaimana. Kisah cinta adiknya itu benar- benar rumit. Beruntung dirinya jomblo.

...🐈🐈🐈...

Melihat kedatangan Vina, Candra langsung menghampiri sahabatnya itu. Candra melihat penampilan Vina dengan miris. Mata gadis itu bengkak akibat menangis semalaman. Tentu Candra merasa bersalah, ia pasti yang menyebabkan sahabatnya seperti itu. Namun detik berikutnya ia menggeleng. Nggak! Bukan dirinya, tapi Dafa. Ya… pasti Dafa yang menyebabkan Vina seperti mayat hidup dipagi hari ini.

“Vina… lo kenapa? Gue minta maaf ya?” tanya Candra merasa sangat bersalah.

Vina melirik Candra yang tengah memasang wajah bersalahnya. Ia menghembuskan nafas lelah, sejak semalam dirinya berusaha menghentikan air matanya. Namun tidak bisa.

“Bukan salah lo, kemarin gimana? Si Juno beneran ke rumah lo?”

“I… iya, Juno sama Abang sepupu gue gelud,” jawab Candra menunduk.

“Kok bisa?”

“Hmm, nggak usah ngomongin mereka lah. Ntar, balik ke Mentari yuk? Gue traktir,” ajak Candra mengalihkan topik, ia merangkul Vina dan mengajaknya masuk kelas.

“Pagi- pagi kerjaannya nge- drama mulu. Nih kerjain! Istirahat di kumpulin,” ucap Teo memberikan LKS pada dua gadis itu, dirinya memang sedang membagi LKS itu pada anak- anak.

“Bacot lo!” pekik Vina dan Candra bebarengan dengan tangan menjambak rambut cetar Teo.

“Anjir! Sia- sia pomade gue.”

“Rasain lo! Duo macan diganggu,” celetuk Bara.

Seharian ini Vina berdiam diri di kelas bersama dengan Candra, sebenarnya Candra terpaksa menemani Vina yang tidak mood untuk ke kantin. Vina mendesah kesal merasakan perutnya meronta minta di isi, begitu juga dengan Candra yang gelesotan di bangkunya. Namun matanya melihat Teo dan Bara yang hendak keluar kelas.

“Tayo! Mau kemana lo?!” panggil Candra bangkit dari kursinya dan berlari menghampiri dua cowok itu.

“Ke kantin,” Bara yang menjawab dan seketika mendapat geplakan maut dari Teo.

“Njir! Ngapa lo kasih tau?”

“Nitip jajan gue! Vin! Lo mau titip nggak?”

“Iya! Gue titip cimol Mang RM - Rapli Muratno - sama es ijo- nya Mang Imin,” jawab Vina cepat, “Pake duit lo dulu ya?” lanjutnya.

“Nih, gue nitip jamur krispi sama air mineral,” ucap Candra memberikan uang pada Teo.

“Ngapa kalian nggak jalan sendiri sih?” dumel Teo menerima uang itu.

“Selagi masih ada yang diperbudak harus dimanfaatkan,” jawab Candra meringis, “Makasih Tayo.”

...🐈🐈🐈...

Vina dan Candra kompak cemberut melihat makanan mereka teronggok di laci meja. Teo dan Bara kembali ke kelas pas ketika bel masuk berbunyi. Mana cimol dan jamurnya sudah dingin, juga es milik Vina sudah mencair. Dua gadis itu menatap Teo dengan tatapan membunuh. Sementara yang ditatap tidak menghiraukan kedua gadis itu.

“Eh, guys. Bu Audy nggak masuk, nih ada tugas tapi,” ucap Wildan sang wakil ketua kelas.

“Alhamdulillah!” pekik Vina dan Candra segera mengeluarkan makanan mereka.

Membuat anak- anak yang lain juga mengikuti jejak Vina dan Candra, mereka serempak mengeluarkan makanan ringan mereka. Sementara mereka yang tidak punya makanan segera melesat menuju kantin.

“Lima soal doang nih?” tanya Lia remeh dengan mulut mengunyah kacang Mayasi.

“Lima soal mata lo belekan? Dibaliknya masih ada,” ucap Lila.

Lia segera membalik halaman LKS- nya dan hampir saja ia keselek kacang. Yang lain hanya menertawakan tingkah absurd temannya itu.

“Gugel aja ya?” tanya Vina.

“Iywe, biywar cwepet jwadi,” jawab Candra.

“Bagi cimolnya,” serobot Bara.

“Asem lo! Lo kerjain nih yang nomer tiga.”

“Gampang itu, bentar ya?” Bara menjentikkan kelingkingnya, “Tayo! Bagi jawaban nomer tiga,” lanjutnya berteriak pada Teo.

“Belom gue.”

Geplakan maut mampir di kepala Bara dari tangan Vina dan Candra, mereka berdua memang paling suka menggeplak kepala orang. Namun Vina tidak berani mempraktekkannya di depan Bunda, bisa- bisa dirinya yang ganti digeplak Bunda.

...🐈🐈🐈...

Candra tidak mengingkari janjinya, sepulang sekolah mereka mampir ke Mentari terlebih dulu. Mentari adalah café hits dekat sekolah mereka. Biasanya di jam pulang sekolah seperti ini akan ramai terisi dengan anak- anak SMA atau SMP, bahkan tak jarang anak kuliahan juga nongkrong disini. Apalagi jika sedang tanggal muda, dari anak badung sampai kutu buku akan ada disini. Berbeda jika tanggal tua, anak- anak lebih memilih warung Mpok Munah sebagai tempat nongkrong.

“Gue Bubble Tea rasa Mocca dong,” ucap Vina yang sudah duduk nyaman di kursinya.

“Siap Bos! Wait for a few minute,” Candra segera melesat menuju meja kasir untuk memesan, sementara Vina menunggu tas mereka.

“Loh? Vina? Disini juga?” sapa seseorang, membuat Vina yang tengah menumpang wifi gratis menoleh.

“Eh, Kak Galang? Iya, Kak.”

“Sendiri? Gabung aja kalo lo sendiri.”

Vina melirik kearah teman- teman Galang yang duduk tidak jauh dari mejanya, di sana sangat ramai dengan asap rokok yang mengudara.

“Makasih, Kak. Gue bareng sama Candra.”

Galang menganggukkan kepala dan segera pamit untuk kembali ke teman- temannya. Tak lama Candra kembali dengan dua cup minuman.

Candra duduk di depan Vina setelah meletakkan minuman milik mereka. Candra langsung mengaktifkan wifi- nya. Wifi gratis Mentari yang paling diminati oleh anak- anak. Yang gratis memang selalu langsung menjadi rebutan.

“Lo ngobrol sama siapa tadi?” tanya Candra menyedot Thai Tea- nya.

“Kak Galang, disuruh gabung tadi gue.”

“Kok nolak?!”

“Ogah gue, banyak asap rokok noh,” tunjuk Vina, Candra mengalihkan pandangannya pada segerombolan cowok yang tengah tertawa terbahak- bahak.

“Lo masih sering ketemu Kak Galang?”

Vina menggeleng, “Nggak, terakhir pas dia nganter gue beli Mercy. Lo masih ikut komunitas?”

Kini gantian Candra yang menggeleng, “Nggak, ada Juno soalnya.”

Vina mengangguk paham, ia tahu betul bagaimana sifat Juno sejak SMP dulu. Sebenarnya Juno di atas satu tahun dari mereka. Juno pernah tidak naik kelas. Namun yang membuat Vina heran, mengapa Candra mau menerima Juno sebagai pacarnya?

Terkadang Vina merasa kasihan pada Candra, Juno merupakan cowok badung di SMP. Semua penghuni sekolah tahu siapa cowok itu. Juno dan teman- temannya sering berbuat onar, bahkan sering keluar masuk kantor polisi karena tawuran. Tentu Vina merasa kena serangan jantung ketika mendengar kabar jika sahabatnya itu jadian dengan cowok yang paling ia hindari.

Setelah putus pun sepertinya Juno masih mengganggu Candra, terbukti kemarin cowok itu berdiri tegak didepan sekolah Vina dan Candra. Vina menyedot Bubble tea- nya sambil berjalan pulang. Mereka berpisah tadi di halte, karena rumah Candra dan Vina berbeda perumahan.

“Loh? Lo baru pulang, dek?” tanya Eky menghentikan motornya disebelah Vina yang masih asyik dengan minumannya.

“Iya, tadi mampir Mentari dulu,” jawab Vina dan langsung naik ke motor Eky tanpa disuruh.

“Lo beli Bubble tea berapa?”

“Satu, tapi udah minum dua. Yang satu ditraktir Candra.”

“Bagi dong.”

“Nantwi kwalo ampe rumwah,” ucap Vina tak begitu jelas karena bibirnya menjepit sedotan.

“Nanti habis, orang lo sedot mulu.”

“Ahelah, nih! Satu sedot aja.”

Eky segera menerimanya dengan tangan kiri, mereka berhenti sejenak. Eky membuka kaca helmnya dan menyedot minuman Vina, lalu ia mengembalikannya pada Vina.

“Kok airnya habis?!” pekik Vina, karena pasalnya cup itu hanya tersisa boba- nya saja.

Eky hanya meringis dan kembali melajukan motornya menuju rumah yang pagarnya sudah terlihat.

...🐈🐈🐈...

Bonus Pict:

Mang Imin jaga warung kantin

Ekspresi Mang Rapli Muratno ketika banyak yang ngutang cimol- nya.

Mpok Munah

Terpopuler

Comments

Dhina ♑

Dhina ♑

thor seru banget
tapi kox thor tega ya, mang Imin di suruh jaga warung kantin di sekolahan

2020-11-28

1

Ratri (ig:mahesti_ratri)

Ratri (ig:mahesti_ratri)

kocak😂

tuh mantan2 kenapa nggak pada bisa move on sih? trus kenapa putus coba? pingin tik hih...

btw seneng banget sih, kakak adeknya Vina pada perhatian banget, sweet...


bagian terngakak ketika Teo dipanggil Tayo😂

2020-11-21

1

Kalung Senja

Kalung Senja

syukaaaa...

2020-11-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!