Seperti janji Ratih, sore ini dia membawa alat penanak nasi. Lia tersenyum melihat sahabatnya yang kerepotan karena barang yang dia bawa memenuhi motor maticnya.
"Dah laku berapa biji, Bu?" canda Lia mengusili sahabatnya.
"Buruan bantuin!" pinta Ratih.
Lia pun membantu membawakan beberapa barang milik Ratih. Mereka berdua membawa barang-barang itu ke kamar Lia.
"Bawa apa aja sih kok banyak banget?"
Ratih membuka satu persatu barang bawaannya. Lia terperangah karena seain alat penanak nasi Ratih juga membawakan telur, agar-agar, gula dan beberapa camilan.
"Aku kos Ratih bukan mau kemah. Aku sudah ada beberapa makanan di sini. Telur sama agar ini mau aku apain. Aku gak punya kompor." protes Lia.
"Di sini gak ada kompor?" tanya Ratih sambil mengeluarkan barang-barang dari kantung plastik.
"Ada sih tapi biasanya makainya ngantri. Aku kadang males harus antri apalagi pas dipakai
gasnya abis. Jadi harus keluar buget lebih kan buat beli gas. Ya walaupun ada kotak infaq."
"Kotak infaq?"
"Jadi tiap ada yang makai kompor biasa ngisi kotak buat beli gas baru. Tapi kadang uangnya gak cukup buat beli yang baru."
"Treng...treng...treng... kenalkan alat serba guna ini." Ratih mengangkat dan memperlihatkan alat penanak nasi itu dari dalam kardus.
"Alat serba guna?" heran Lia.
"Selain buat masak nasi kamu bisa ngrebus sayur, buat agar-agar, masak mie rebus, buat kue, dan bikin nasi liwet."
"Secanggih itu? Telurnya ini gimana? aku rebus juga?"
"Bisa dicampurin di nasi trus di kasih margarin. Ya sekreatif kamu lah buatnya. Namanya kan anak kos."
"Ini bisa dipakai buat ngrebus pasta juga ya? Kalau bikin kue gimana dong caranya? mixer aja gak punya."
Lia melihat-lihat alat itu. Specifikasi alat itu sama seperti punya Lia dulu. Yang Lia tahu alat itu di pakai untuk menanak nasi. Kalau merebus mie dan sayur ada panci. Oven yang dipakai untuk memanggang kue. Apa penanak nasi bisa untuk memanggang kue? Apa kuenya di kukus?
"Yang kue kita skip aja. Ribet soalnya, kita harus berkali-kali cook. Ini semua juga kita skip. Dah siap berangkat kan?
" Makasih ya Tih!" Lia berkaca-kaca mengucapkannya. Ratih sahabatnya saat ini. Dia ingat dulu dia sering meremehkan Ratih karena Ratih bukan anak keluarga berada. Siapa sangka nasib berkata lain saat ini. Ratih saat ini malah lebih kaya dari dirinya.
"Sama-sama! Selamat bereksperimen!"
****
"Tih, Aku mau cari kerja sampingan lagi. Abis ini kita kan gak kuliah karena libur. Enaknya kerja apa ya?"
"Kamu dah dapat tempat magang?"
"Belum sih. Belum mikir magang. Cari uang dulu buat modal magang. Kalau cuma ngajar les aja uangku gak bakalan banyak dong. Gimana nanti pas magang? Aku gak punya baju yang cocok buat magang.
"Disyukuri dulu Ya. Jangan serakah! Serakah ngabisin energi banyak. Ngelesi aja kamu dah kewalahan. Masih mau tambah kerjaan lain? Bukannya stok bajumu banyak?"
"Baju casual semua gak ada yang baju kerja. Abis ini ngelesi kan libur. Muridnya aja libur sekolah."
"Iya juga sih. Biasanya sih tetep ada yang mau les walaupun dikit."
"Aku mau ganti suasana."
"Kita ngemall aja abis ngajar? Dah lama kan gak ke mall? Kita cari kerja di sana."
"Gak ada duit Tih."
"Jalan-jalan aja Window shopping. Katanya mau ganti suasana. Gak usah belanja. Ngirit. Ini aja belum gajian."
"Oke."
****
Lia berjalan-jalan sambil melirik beberapa toko. Coba dulu waktu dia punya uang pasti dia akan mengabsen tiap toko.Sekarang, jangankan beli baju baru bisa makan saja sudah Alhamdullilah.
"Loker Tih!" ajak Lia sambil menarik tangan Ratih.
"Kamu mau kerja di restoran masakan melayu?" Ratih memastikan keinginan Lia.
"Kayaknya baru Tih. Aku diterima gak ya? Ayo ikut!"
Lia mendekati seorang wanita yang sedang membersihkan meja.
"Permisi Kak! Masih ada loker gak kak?"
"Kayaknya masih. Kamu tanya sama bosnya aja!." ucap wanita itu sambil menunjuk seorang laki-laki.
Lia masuk ke dalam diikuti Ratih. Mereka mendekati laki-laki yang sedang tertunduk sambil menulis. Wanita di depan tadi menunjuk laki-laki ini. Dia pasti bosnya. Harum parfumnya benar-benar menghanyutkan. Belum jelas wajahnya karena masih tertunduk.
Lia menyakini laki-laki ini pasti tampan. Ada perasaan takut dan malu harus bertanya tentang pekerjaan. Jujur Lia harus beradaptasi menjadi gadis yang gak neko-neko dan gak banyak tingkah sejak kebangkrutan keluarganya.
Sekarang dia harus benar-benar berusaha dengan kakinya sendiri tanpa koneksi dari ayah atau keluarga besarnya. Lupakan mungkin itu kata yang pas. Melupakan dia masih mempunyai beberapa keluarga yang masih tinggal di kota yang sama. Mereka bahkan pura-pura tidak kenal saat bertemu Lia. Itu lebih baik dari pada menghina Lia di depan umum karena memang ada yang menghina Lia.
Lia mendesah pelan sebelum berbicara pada laki-laki yang sedang duduk dan sibuk mengecek beberapa nota.
"Permisi pak!"
Laki-laki itu menoleh dan menampakkan senyuman manisnya. Benar-benar manis, gula saja mungkin kalah manis. Dia tidak cocok disebut pak. Lia mungkin lebih suka memanggilnya Kak, Mas, Aa atau Bang. Ratih menarik-narik tangan Lia karena Lia tidak segera bersuara. Lia segera tersadar dari khayalannya.
Laki-laki itu menyuruh mereka duduk. Lia duduk berhadapan dengan laki-laki itu diikuti Ratih di sebelah Lia.
"Ada yang bisa saya bantu?" Suara bariton yang lembut itu seperti hembusan angin yang menyejukkan.
Ratih menarik tangan Lia agar menoleh padanya. Mereka saling menatap dengan maksud yang sulit dipahami. Ratih sepertinya sangat malu dan ingin mengajak Lia pulang. Lia tetap bergeming dan memasang wajah tenangnya.
Lia dulu diajarkan ayahnya untuk menjadi pribadi yang berani. Darah Ayahnya yang berani berspekulasi dan mengambil resiko tetap mengalir dalam dirinya. Lia pribadi yang suka mencoba hal yang baru dan pantang menyerah.
"Pak!" ucap Lia pelan.
"Pak? Apa aku setua itu?" kata si laki-laki.
"Maaf. Kami ingin mencari kerja."
"Kerja? Kalian lulusan apa?"
"Kami masih kuliah. Jika bapak berkenan kami mau kerja part time." tawar Lia.
"Aku salut dengan keberanianmu. Kuliah jurusan apa?"
"Akuntansi." jawab Lia.
"Kalian berdua tertarik?"
"Iya." jawab Lia mantap.
"Aku bertanya kalian berdua dan hanya kau yang menjawab."
"Iya. Saya tertarik" jawab Ratih pelan.
"Oke. Ini restoran baru. Kebetulan kalian mau bekerja. Aku sedang butuh orang. Untuk sementara kerja kalian masih serabutan. Bagaimana?"
"Maksudnya serabutan?" tanya Ratih.
"Kalian harus belajar menjadi kasir, waiter dan barista."
"Barista?" guman Lia pelan.
Lelaki itu paham kebingungan dua orang gadis di depannya.
"Barista orang yang membuat minuman. Es teh, teh tarik dan jus. Bagaimana?"
"Gimana Tih? Aku gak masalah kerjanya. Kita tanya jam kerjanya ya?" tanya Lia sambil berbisik.
"Aku ikut aja kita kan masih libur." jawab Ratih
"Kami ingin tahu jam kerjanya, Pak?
" Delapan jam dengan dua shif. Pagi dan siang, Pagi jam 10-6 sore dan siang jam 2 sampai jam 10 malam "
"Upah kerjanya?" Lia bertanya dengan antusias.
"Kalau part time dibayar harian. Bisa diambil harian, mingguan atau bulanan. Bagaimana?
" Saya mau pak." kata Ratih.
"Kalau yang satunya?"
"Saya juga siap pak. Bisa gak pak kalau shifnya barengan soalnya untuk waktu dekat ini saya gak punya kendaraan." pinta Lia.
"Tentu. Untuk sementara tapi ya. Besuk kalian bisa bekerja. Karena kalian part time kalian pakai atasan putih dan celana hitam ya!"
"Jam berapa, Pak?"
"Restoran ini belum launcing. Kita akan launcing lusa, hari Minggu. Sabtu besuk datang jam sembilan pakai kaos saja dulu. Kita akan beres-beres tempat ini. Selamat bergabung. Besuk bawa Lamaran yang lengkap saat datang."
Senyum mengembang terkias dari sudut bibir mereka saat keluar dari restoran melayu tersebut.
"Tih. Lihat itu!" tunjuk Lia.
"Apa sih Ya?"
"Babang Galak. Fierce kayak anjing Rottweiler."
"Kualat kamu. Naksir nanti!" respon Ratih.
"Coba babang galak lebih lembut kayak bos kita tadi. Aduh...!" sambil menepuk dahinya.
"Kenapa Ya?"
"Kok kita gak tanya nama bos kita tadi?"
"Besuk tanya. Saking gantengnya aku juga terhipnotis. Tanganku aja masih dingin. Sumpah Ya, kamu berani banget tadi. Aku masih tremor kayak habis kena gempa bumi." Ratih meniup kedua tangan yang disatukan.
"Aku gak nyuri atau nglakuin kriminalitas. Memang harus takut kalau cuma tanya-tanya."
"Babang galakmu mendekat Ya. Kita samperin yuk." ajak Ratih.
"Aku yang gemeter Tih kalau sama babang galak. Ini si Ratih lebay Bombay banget."
"Jangan macem-macem Tih!"
"Semacem aja Ya."
Ratih berjalan dan membuka botol airnya.
"Hei, Nona jalan yang bener. Lihat bajuku basah." Ratih berlagak tidak sengaja menumpahkan air mineral di lengan Babng galak.
"Maaf tuan teman saya gak sengaja menyenggol saya. Maaf sekali ya!"
"Kalian gila semua." jawab si laki-laki sambil berusaha membersihkan tumpahan air di lengan bajunya.
"Tih, Dia marah. Kamu keterlaluan. Kasihan CSnya harus bersihin lantai.
"Biarin. Dasar cowok songong. Suka ya? Perhatian banget." ledek Ratih.
Lia mengerucutkan bibirnya karena tuduhan Lia.
"Gak usah cemberut. Nanti kita coba alat serba guna kita di kos. Biar babang galak
berasa jadi makhluk teraniaya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Bayangan Ilusi
semangat Lia🥰
2021-05-21
0
ZasNov
Ratih baik banget deh..Bawain Lia alat serba guna.. 😂
Wah Lia & Ratih kerja bareng, mana bosnya ganteng.. 😁
Bisa betah kerja nih..
Deuh malah lupa nanya nama, ada2 aja nih..
2021-04-19
0
Rozh
Sabar ratih🤧Ini lagi mau bantuin. hihihihi
2021-04-13
0